Chapter 16 - Laboratorium

Chapter 16
Laboratorium

Pikiran Luna bergerak cepat. Dari pada ia membiarkan Acrux pergi mencari laboratorium di luar sana dan membuat masalah. Luna lebih memilih pilihan kedua.

"Akan kuusahakan." Senyum di wajah Acrux mengembang. "Tapi tidak sekarang, aku perlu persiapan."

"Tidak jadi masalah. Itu sudah cukup buatku," tukas Acrux seraya berjalan memasuki kamarnya sendiri. Dia tampak puas.

Setelah mendapati Acrux menutup pintu kamar. Luna pun mengehala napas dengan berat. Kemudian berkata, "Server on."

Seketika saja, layar kacamata Luna menampilkan sebuah hologram dalam seperkian detik, berikut dengan simulasi yang terjadi.

Luna....
Kau terlalu lama, menonaktifkan diriku. Apa terjadi sesuatu?

"Bisakah kau mencari tempat tersembunyi untuk sebuah laboratorium sains?" tanya Luna tanpa mempedulikan pertanyaan Lydia.

Untuk apa? Apa kau perlu laboratorium ayahmu? Ruang kerja ayahmu cukup untuk itu.

"Tidak." Luna menolak tegas. "Jangan menggunakan itu. Aku butuh laboratorium baru buat Acrux."

Saya tidak mengerti

"Lydia, dengarkan. Acrux mengatakan bahwa, Scorpion dan pasukannya tidak akan bisa dikalahkan dengan senjata makhluk bumi. Dia perlu membuat senjata yang sejenis dengan itu untuk melawan mereka."

Luna seolah tersadar akan sesuatu. Lalu buru-buru dia masuk dalam kamar. Sekonyong-konyong, saat pintu kamar Luna tertutup. Justru, pintu kamar dari kamar orang tua Luna yang terbuka pelan.

Acrux di sana dan ia mendengar apa yang tadi dibicarakan Luna. Mata birunya pun memincing tajam.

"Dia bicara dengan siapa?"

.
.
.

Gadis remaja itu mengelus dadanya. Hampir saja, ia ketahuan berbicara dengan Lydia. Merasa jantungnya dalam mode aman. Ia pun mengintip pintu kamar Acrux. Berharap, pria itu tidak mendengarkan apapun.

Luna lagi-lagi menghela napas lega. Pintu itu masih tertutup. Lalu, ia pun menutup pintu kamarnya kembali.

"Jadi Lydia ... apakah ada satu tempat yang bisa kami gunakan? Intinya jangan terlalu jauh dari rumah. Aku tidak ingin membuang-buang energi."

Lydia tidak menjawab. Tetapi layar kacamata Luna bergerak-gerak seperti sedang melakukan pencarian. Butuh beberapa menit hingga pada akhirnya, layar tersebut menampilkan sebuah kapal kargo.

"Kapal? Lydia ... aku tidak sedang ingin naik kapal. Kenapa juga kapal kargo? Aku tidak memintamu untuk menyelundupkan seseorang."

Luna....
Ini adalah pusat laboratorium moon industri. Hanya satu-satunya di Indonesia. Kau bisa pergi ke sini, perlengkapan di dalamnya cukup lengkap.

"Apa Paman Max tahu?" tanya Luna hati-hati

Tentu saja ... dia biasanya berkunjung ke sini.

"Tetapi ... bagaimana jika ada yang curiga?"

Sekonyong-konyong, tampilan desktop kacamata Luna berubah. Kali ini tercetak sebuah brosur selebaran. Brosur dihiasi dengan design grafis ala-ala dunia astronomi dan sejenisnya.

Lalu, sebuah kalimat bold tercetak jelas di atas brosur tersebut.

'Jadilah Seorang Penemu'
'Ciptakan Alatmu'

Tempat : Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Waktu :
Juni Pendaftaran
Juli Perlombaan

Hadiah Utama Uang Senilai Rp. 10.000.000


Kalian bisa berpura-pura melakukan ini. Paman Max tidak akan mencurigai kalian.

Luna tersenyum tanpa sadar. Lydia selalu bisa di andalkan.

.
.
.

Karena masih ada waktu libur karena rapat guru. Luna meminta semua orang untuk datang ke rumahnya lagi. Tetapi karena Mintaka masih ada sedikit pekerjaan. Dia akan datang menyusul beberapa jam kemudian.

"Jadi ... kau ingin kita meracik sebuah senjata?" tukas Sadr, saat Luna menjelaskan semuanya.

"Benar," angguk Luna.

"Waow! Aku mau! Bagaimana? Apa ada rancangan senjata yang keren? Apa kita bisa membuatnya seperti dalam film-film action? Aku mau punya kekuatan seperti Ironman."

Sadr memperagakan telapak tangan yang terbuka, layaknya Robert Downy Jr, memerankan Tony Stark. Dia tampak heboh sendiri.

"Bagaimana dengan senjata ala star wars?" Sadr benar-benar semangat. Ia mulai menimang-nimang benda yang ia inginkan.

"Sadr," seru Luna, "secara harfiah. Kita tidak melakukan apapun. Itu hanya." Dia melirik ke arah Acrux. "Kau sendiri yang akan membuatnya, bukan?"

"Aku akan mengajarkan Sadr menciptakan benda yang ia maksud. Tetapi kalau kau ingin belajar juga... itu tidak jadi masalah."

Luna hanya tersenyum tipis. Walaupun ayahnya seorang penemu. Luna sama sekali tidak merasa mewariskan kepintaran ayahnya.

"Tidak, terima kasih."

"Jauh lebih baik daripada kau hanya menggunakan alat-alat ayahmu," sindir Acrux.  "Setidaknya, kau bisa mandiri menciptakan sesuatu."

Kata-kata tersebut begitu, jleb bagi Luna. Rasanya tepat di sasaran. Ah, Luna seharusnya sadar. Kata-kata Acrux memang selalu saja menusuk dan membuat orang menjadi kesal.

"Aku punya banyak uang. Aku bisa menyuruh siapapun untuk menciptakan sesuatu padaku!" Gadis itu mengatakannya dengan penuh penekanan.

"Kau yakin? Aku rasa tidak. Satu hal yang bisa kusimpulkan dari peristiwa kemarin....,"

"Peristiwa mana?" sela Luna. Yang kini emosinya mulai terpancing.

"Soal keluargamu. Kau begitu mudah mewariskan seluruh kekayaan orangtuamu. Tentu ini tidak mungkin. Akan ada orang-orang yang menginginkan apa yang kau miliki. Sejauh yang kulihat, kau tidak memiliki sesuatu yang istimewa. Selain memanfaatkan semua kerja keras ayahmu. Aku ragu, kau bisa menjadi pemimpin di masa depan."

Kedua tangan Luna terkepal kuat. Sadr segera mengambil tindakan dengan menarik pergelangan tangan sang sahabat.

"Luna, tadi kau bilang kita ingin pergi mencari laboratorium, 'kan? Bagaimana kalau kita pergi saja sekarang? Semakin lama kita di sini. Matahari akan semakin tinggi."

Luna tidak mengatakan apapun.
Wajahnya masih memerah. Emosinya meluap-luap. Sadr agak takut dengan hal tersebut.

Acrux terlalu banyak bicara. Walau itu semuanya benar. Pria itu harusnya bisa membatasi tiap kata yang ia ucapkan. Lupakah Acrux, semua yang ia dapatkan dari bantuan Luna?

"Sadr, lepaskan tanganmu," titah Luna dengan dingin. Sadr menggeleng.

"Katakan kau baik-baik saja sekarang. Misalnya, tidak ingin menampar seseorang." Mata cokelat Sadr melirik ke arah Acrux. Yang kini, malah terlihat tidak bersalah.

"Tidak untuk saat ini." Luna memaksakan senyum di wajahnya. "Bisakah kau melepasnya Sadr? Kau bisa membuat emosiku bertambah untuk memukul seseorang lagi."

Sadr terkekeh, lalu melepas tangan Luna. Tetapi kemudian, ia merangkul pundak Luna dan mengajaknya berjalan duluan.

"Ayo pergi!" seru Sadr semangat. "Kita mau naik apa ke sana? Kapalnya di Tanjung Priuk, 'kan?"

Luna mengganguk. Kemudian berhenti melangkah, hanya untuk menoleh ke arah Acrux. Yang fokusnya kini, malah menatap ke arah langit biru.

"Acrux," panggil Luna, "kau tidak mau pergi?"

Dia pun menoleh menatap Luna.

"Jika ada perubahan pada langit. Kita harus waspada," ungkapnya dengan wajah serius.

"Maksudmu apa?" tanya Sadr. Pria itu melangkah menghampiri Sadr. Lalu balas merangkul Sadr pada lengannya.

"Artinya, jika itu terjadi. Bumi tidak sedang baik-baik saja. Kapal galaxy Argian punya sistem untuk menakuti musuh sebelum mencapai atmosfer. Dan itu... Tidak akan ada yang bisa mencegahnya. Aku tadi sedang berpikir. Mungkin kita bisa mengakali dengan membuat orbit bumi sedikit bergeser barangkali."

"Kau gila!!!" tukas Luna dan Sadr serempak.

__//_///______
Tbc

Kuis GTA

'Seberapa gila kelakuan teman Loe?'

Teman gue bisa menggeser orbit bumi😎

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top