Chapter 11- Demam

Chapter 11
Demam

Luna masih meringkuk di bawah selimut, padahal jarum jam telah menunjukkan pukul tujuh pagi. Jika ia tidak bergegas, gadis itu akan terlambat ke sekolah.

Luna membuka matanya sedikit. Menatap ke sekeliling ruangan. Lalu meraih sebuah remote kecil di atas nakas dan memencet salah satu tombol.

"Butuh bantuan, Luna?" Beberapa saat kemudian Bob muncul dari balik lemari. Robot itu pun berjalan mendekat ke arah Luna. Lalu meletakkan salah satu tangannya di atas kening si majikan.

"39°C. Kau demam Luna."

"Aku tahu," sahut Luna dengan suara serak. "Tolong bersihkan rumah dan buatkan aku sarapan. Oh, ya. Tolong kirimkan pesan pada Sadr tentang kondisiku."

Bob, sebagai robot asisten rumah tangga. Segera pergi melaksanakan tugasnya.  Sementara itu, Luna tidak habis pikir jika ia harus demam saat sang paman baru saja pergi meninggalkannya.

Kepalanya terasa panas dan pusing memikirkan segalanya. Bahkan kelopak mata Luna pun terasa berat hingga tanpa sadar ia tertidur.

.
.
.

Di sekolah, Sadr tercengang melihat notifikasi singkat yang berisi pesan dari Luna yang diteruskan oleh Bob.

"Ada apa?" tanya Mintaka dari samping kiri Sadr. "Luna?" tebaknya lagi.

"Dia sakit," sahut Sadr lemah seraya membalas pesan tersebut.

Acrux dan Mintaka saling melempar pandangan.

"Setelah sekolah usai. Aku mau lihat keadaannya. Mungkin akan menginap."

Mintaka pun mengambil jarak. Ia menekan layar ponselnya lalu meletakkan benda itu di telinga.

"Sadr," seru Acrux. "Aku akan pulang duluan."

Sadr yang nampak acuh. Tidak terlalu mendengarkan perkataan Acrux. Pria itu hanya mengganguk singkat sembari terus menggerakkan jari-jarinya pada layar ponsel.

Acrux pun berlari menuju parkiran sekolah. Ia mengambil helm Sadr dan memakainya segera.

Tanpa menggunakan kunci motor untuk menghidupkan mesin. Acrux pun mengeluarkan sedikit sengatan kekuatannya agar motor tersebut dapat menyala. Dan tanpa membuang waktu, Acrux pun melaju meninggalkan pelantaran sekolah.

"Sadr," panggil Mintaka, "Acrux mana?" tanyanya setelah melakukan sebuah panggilan.


Sadr pun mendongakkan kepalanya. Kemudian menoleh ke samping dan sedetik kemudian, binar matanya berkilat terkejut.

"Di mana Acrux?" tanyanya balik pada Mintaka.

"Hey! Aku juga tidak tahu. Kau kan yang sedari tadi di sini bersamanya."

Mereka memeriksa ke dalam kelas. Tapi bayangan Acrux sama sekali tidak di temukan. Tidak mungkin menelepon Acrux. Karena pria itu sama sekali tidak memiliki ponsel.

Sementara itu, pria yang tengah di cari di dalam sekolah pun telah berdiri di depan pintu rumah Luna seraya menggedor-gedor kasar.

"Luna?! Buka pintunya! Aku tahu kau di dalam!"

Bob yang bertugas sebagai penjaga. Menatap Acrux dengan tatapan memincing melalui siaran cctv yang langsung tersambung ke dalam lensa matanya.

Hanya dalam sekali putaran kenop,  pintu pun terbuka dan betapa terkejutnya Acrux melihat rupa Bob untuk pertama kalinya.

"Kau!" serunya takjub, "pasukan militer bumi?"

Bob yang telah siap dalam segala situasi. Menatap Acrux dengan terheran-heran.

Tatapan matanya melakukan scan monitoring pada diri Acrux. Sebelum ia mengambil keputusan untuk berbicara.

"Ouh, makhluk luar angkasa. Luna sedang sakit di dalam dan—"

Acrux langsung menerobos masuk ke dalam rumah. Ia tahu, gadis malang itu tinggal sendiri. Tapi ia langsung tersadar jika ia memiliki paman. Tapi pria tua itu baru saja pergi tadi malam berdasarkan sms singkat yang dikirimkan Luna pada Sadr.

Pintu kamar Luna terbuka kasar. Gadis itu yang awalnya terlelap, terbangun dengan wajah kesal menatap Acrux.

"Kau!" geram Luna. "Kenapa—"

Kata-kata Luna terputus. Punggung tangan Acrux mendadak ada di atas keningnya.

"Demam." Pria itu bergumam sendirian. "Sudah minum obat?" tanyanya acuh. Alis Luna bertaut bingung.

"Kau seharusnya masih di sekolah," tegur Luna. Bob melirik dari balik punggung Acrux.

"Aku yang mengizinkan dia masuk." Robot itu mengaku bersalah pada Luna.

"Tak apa," balas Luna dengan lembut. "Lakukan pekerjaanmu Bob."

Bob tersenyum lebar. Kemudian mengganguk dan berlalu pergi meninggalkan kamar.

"Aku tidak tahu. Kalau kau memiliki tentara militer." Kening Luna berkerut mendengar komentar Acrux.

"Maksudmu Bob? Hey, dia itu hanya robot. Bukan pasukan militer."

"Oh ya?" balas Acrux datar.

"Kau harus kembali ke sekolah," ujar Luna kembali. Luna yakin, tamu luar angkasa ini pergi tanpa memberitahu Sadr ataupun Mintaka. Karena melihat jejak kedatangannya saja sudah bisa membuat Luna untuk menebak.

"Untuk apa sekolah? Aku melakukan itu karena terpaksa. Lagi pula aku ini Pang—"

"Pang apa?"

Acrux memilih bungkam. Tidak ingin melanjutkan kalimatnya. Perubahan mimik wajahnya membuat Luna menjadi curiga.

"Pangeran?" ulang Luna. Pupil mata Acrux bereaksi.

"Pangeran Acrux?" ucap Luna kembali. Sorot mata Acrux kini terlihat nanar. Tidak percaya dengan apa yang baru saja di ungkapkan Luna barusan.

Melihat wajah Acrux yang cukup terkejut. Secara spontan membuat Luna terkekeh-kekeh geli.

"Wajahmu lucu," ledeknya, "kau seorang Pangeran, Acrux? Hehehe. Aku cukup terhibur mendengarnya."

Acrux yang semula bersimpati padanya. Kini berubah kesal setelah mendapati Luna menertawakan jati dirinya.

"Yeah, aku seorang Pangeran di Argian. Kenapa? Terkejut? Tidak percaya? Hah! Kau harusnya menunduk jika berbicara padaku. Tapi karena kau makhluk spesial. Jadi kau di izinkan tidak perlu melakukannya."

Acrux memilih menjauh dari tepi ranjang Luna. Ia melipat kedua tangannya di depan dada dengan kesal.

Luna sendiri masih tidak terlalu yakin dengan identitas Acrux. Tapi dia tahu, Acrux tidak pernah berbohong dengan apa yang di ucapkannya.

"Jika itu benar. Kenapa Pangeran sepertimu kabur dari rumahmu sendiri?"

Bahu Acrux merosot lemah. Ia tidak menduga akan mendengar pertanyaan tersebut keluar dari bibir Luna.

"Aku punya alasan untuk itu," jawabnya acuh.

Luna mengganguk kecil. Ia pun lantas memberi isyarat agar Acrux keluar dari kamarnya.

"Aku ingin istirahat. Dan aku akan mengatakannya sekali lagi. Lebih baik kau kembali ke sekolah."

Acrux sendiri tidak menghiraukan perintah Luna. Yang ada, ia malah keluar ke arah ruang tamu dan menatapi Bob dari kejauhan.

"Makhluk militer."

Bob menunjuk dirinya sendiri. "Aku?"

"Ya, kamu. Tolong bersihkan kamarku lagi. Mulai hari ini, aku akan tinggal di sini lagi."

Luna mendengar hal itu dari kejauhan. Acrux benar-benar keras kepala. Tapi ia sedikit terhibur, karena Pangeran Argian tersebut. Rela datang jauh-jauh dari sekolah hanya untuk menjenguknya.

Saat Luna mulai terlelap. Acrux pun menoleh singkat menatap Luna yang sedang meringkuk dalam selimut bermotif awan berwarna biru.

Dia tidak boleh sakit ataupun mati. Gadis itu pelindungku dan aku tidak akan membiarkannya begitu saja ....

___///__/__///______
Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top