Bab 2
Jantung Emran seolah berdetak lebih cepat saat memasuki kamar, kenangan manis bersama Silvy terus menari-nari di ingatannya. Mungkin ia tidak akan bisa menyentuh Sasa karena pikiran dan hatinya masih berpusat pada Silvy. Ia merasa seperti seorang penghianat jika bercinta dengan wanita lain di ranjang miliknya dan Silvy dulu. "Apa perlu kita pindah rumah?" tanyanya.
"Memang kenapa, Mas?"
"Tidak ada." Emran kembali diam menatap ke arah ranjang. Sedangkan Sasa mengedikkan bahunya acuh sembari membuka hiasan dan menghapus make-upnya. Sasa sudah tidak betah dengan wajah penuh make-up dan baju pengantin yang merepotkan.
Di tengah kesibukan membersihkan make-up, ponsel Sasa terus berbunyi. Ia mengambil ponselnya yang berada di dalam tas lalu tersenyum ketika melihat nama Reza di layar ponselnya.
Sasa melirik ke arah Emran yang akan bersiap mandi. Setelah memastikan pria itu benar-benar masuk ke kamar mandi, Sasa mengangkat telepon dari Reza.
"Sayang kenapa lama? Seharian ini ngapain saja, kenapa susah di hubungi? Kamu baik-baik saja, kan?" cerca Reza begitu panggilan di angkat oleh Sasa.
Sasa terkikik kecil, ia selalu senang saat Reza khawatir padanya. "Aku baik-baik saja kok, Sayang. Cuma sedikit sibuk."
"Aku pulang besok. Kita jalan, ya?"
Sasa berfikir sejenak, apa yang harus ia jawab. Menolak ajakan Reza atau menemuinya diam-diam? Ia tentu saja ingin bertemu Reza dan jalan-jalan bersamanya. Namun, sekarang ia telah menikah dengan Emran. Membuatnya bingung.
"Hai, jangan tidur dulu, pokoknya besok kita jalan-jalan."
Sasa mengangguk walaupun Reza tak bisa melihatnya. "Iya, kita besok jalan-jalan. Kita ketemuan di taman kota."
"Ok Sayang, I miss you."
"I miss you too and I love you."
Terdengar suara tawa Reza di sebrang telepon. "I love you too, Honey."
Sasa tersenyum, hatinya pun terasa menghangat ketika mendengar kata rindu dan cinta yang selalu Reza ucapkan. Ia memandangi ponselnya yang sudah mati, kemudian mencium dan mendekap erat ponselnya di depan dada. Besok pasti ia akan datang menemui Reza karena ia sangat merindukannya. Meski harus pergi sembunyi-sembunyi dari Emran karena ia tidak mungkin meminta izin pada Emran untuk menemui Reza.
Sasa merebahkan tubuhnya di ranjang, ia tak sabar menunggu hari esok. Ia yang kelelahan pun tertidur pulas sebelum mandi dan berganti baju.
Emran baru saja selesai mandi, ia melihat Sasa sudah tertidur pulas. Ingin membangunkan Sasa untuk mandi tapi akhirnya ia memilih membiarkan Sasa tidur. Lagipula ia juga sudah mengantuk.
Perlahan Emran naik ke ranjang dan membaringkan tubuhnya di samping Sasa. Memandangi wajah Sasa yang tengah tertidur pulas. "Maafkan Mas yang mungkin tidak akan bisa berikan kamu cinta tapi Mas berjanji akan membahagiakanmu jika kamu setia bersama Mas." Emran mengusap-usap rambut Sasa pelan kemudian memejamkan matanya.
🥀🥀🥀
Emran terbangun ketika mencium aroma masakan. Kenangan Silvy kembali muncul tanpa tahu waktu, ia menggelengkan kepalanya dan memilih untuk segera bangun dan membersihkan diri. Ia tak ingin berhalusinasi yang tidak-tidak, jelas tidak mungkin Silvy yang memasak, pasti itu Sasa. Ia harus sadar tentang fakta itu.
"Mas, masakkan sudah siap. Jangan lupa di makan. Sasa pamit pergi ke rumah teman!" seru Sasa di depan pintu kamar mandi.
Saat Sasa masuk, Emran tidak ada di tempat tidur, pasti sudah bangun, sekarang berada di kamar mandi dan itu menjadi kesempatannya untuk pergi tanpa mau repot menunggu jawaban dari pria itu, ia langsung kabur. Ia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Reza.
Emran keluar dari kamar mandi. Namun, Sasa sudah pergi. Ia heran, mau pergi kemana sepagi ini. Tidak ingin berfikir negatif, ia memilih menuju meja makan dan seketika tersenyum melihat masakan kesukaannya tersedia di atas meja. Senyum Emran makin lebar karena masakan Sasa sangat enak dan pas di lidahnya. Ia suka sekali tumis kangkung dan ayam kecap. Sasa sukses membuatnya ketagihan dengan masakan buatannya.
🥀🥀🥀
Sasa tersenyum lebar mendapati Reza yang sudah menunggunya di bangku taman kota dimana mereka biasa bertemu. "Maaf lama, Sayang."
Reza balas tersenyum dan memeluk Sasa. "Iya, kamu membuatku menunggu begitu lama, kamu tidak tahu? Aku kangen banget sama kamu."
"Gombal." Sasa memukul lengan Reza pelan sambil tertawa.
"Sekarang mau kemana?"
"Gimana kalau kita ke pantai?" Sasa ingin sekali kesana, terakhir ke pantai dulu saat masih sekolah.
"Kemanapun asal bersamamu, aku pasti mau." Reza mengacak-acak rambut Sasa dan tertawa.
"Iseng banget sih." Sasa cemberut. Namun, dalam hati ia sangat bahagia karena bisa berduaan dengan Reza.
Reza tersenyum sambil memakaikan helm pada Sasa setelah itu ia bersiap naik motor. "Pegangan, Sayang."
Sasa mengangguk, tanpa canggung ia memeluk Reza seperti biasanya dan menyandarkan kepalanya pada punggung Reza. Rasanya sangat nyaman, ia sangat menyukainya.
Sasa dan Reza menghabiskan waktunya bersama di pantai. Ia melupakan sejenak masalahnya, termasuk melupakan statusnya yang kini telah menjadi seorang istri. Ia tak peduli, ia sangat mencintai Reza dan kini ia hanya ingin menikmati waktu bersama Reza.
Kekhawatiran pasti ada, hubungannya dengan Emran cepat atau lambat Reza pasti akan tahu. Sasa sebenarnya tidak ingin hal itu terjadi. Namun, suatu hari pasti akan terjadi. Ia tak mau hubungannya dengan Reza berakhir. Ia belum sanggup jika harus melepaskan Reza.
"Aku sangat mencintaimu, aku mohon jangan tinggalkan aku." Reza mengajak Sasa duduk di pasir sembari melihat birunya air laut.
"Aku juga mencintaimu tapi bagaimana kalau kita tidak berjodoh?" tanya Sasa sambil memainkan pasir.
"Kita pasti berjodoh, jika uangku telah cukup, aku akan melamarmu."
Perasaan sedih menyeruak seketika di hati Sasa, dadanya terasa nyeri. Tentu ia senang mendengar perkataan Reza tapi hal itu tidak mungkin terjadi kecuali Emran menceraikannya. Sedangkan perceraian tidak akan pernah terjadi, Emran tipikal pria setia, tambah lagi ibunya pasti tidak akan setuju jika harus bercerai. "Seandainya aku di jodohkan bagaimana?" Sasa menatap mata Reza dalam-dalam.
"Aku akan merebutmu dan buktikan pada mereka jika akulah yang terbaik untukmu." Reza meraih Sasa dalam pelukannya, ia tidak mau kehilangan Sasa. "Aku sangat mencintaimu jangan pernah khianati aku."
Sasa hanya diam tak bisa menjawab. Ia tidak bermaksud untuk berkhianat. Namun, ia terpaksa untuk menikah dan ia belum berani mengatakannya pada Reza tentang yang sebenarnya. Ia takut Reza akan pergi detik ini juga ketika tahu ia telah menikah. Ia tidak mau, ia tidak ingin Reza pergi karena Reza adalah cinta pertamanya dan berharap menjadi yang terakhir.
"Sudah sore, ayo aku antar pulang."
"Iya, kapan berangkat lagi ke Bandung?"
"Nanti malam aku langsung ke Bandung, aku hanya libur satu hari. Aku sangat merindukanmu makanya aku pulang."
"Manis sekali." Sasa tersenyum dengan wajah memerah.
"Kamu sangat cantik."
"Apakah dari kemarin aku jelek?"
"Tentu saja tidak tapi kamu semakin hari semakin bertambah cantik." Reza meraih dagu Sasa, menundukkan kepalanya dan mencium bibir Sasa tanpa aba-aba membuat Sasa terkejut. "I love you so much," ucap Reza setelah selesai dengan aksi ciumannya.
"Reza...." Sasa menangis dan memeluk erat Reza. Hatinya terasa hancur saat ini.
"Kenapa? Apa aku menyakitimu? Sungguh maafkan aku." Reza balas memeluk Sasa dan mengusap-usap punggung Sasa demi memenangkannya. Ia merasa bersalah telah lancang mencium Sasa tanpa izin terlebih dahulu. "Maafkan aku, Sayang. Sungguh aku tidak bermaksud menyakitimu."
Sasa menggeleng, Reza tidak menyakitinya, justru ia yang menyakiti Reza. Ia merasa sedih karena dirinya tidak akan mungkin bisa bersatu dengan Reza.
Sasa tahu, apa yang ia lakukan adalah sebuah kesalahan tapi ia nekat untuk terus tutup mulut selama yang ia bisa. Demi mempertahankan hubungannya dengan Reza. Mungkin ini terdengar egois. Namun, ia tidak peduli, semua ini ia lakukan demi bisa terus bersama Reza, pria yang paling ia cintai.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top