GTB 7: Di Luar Dugaan
Aldric
Aldric menyeret kursi di depannya lalu duduk sembari memperhatikan gerakan tangan papanya yang meletakkan kantong plastik berisi belanjaannya di mangkuk saji. Ia lalu meraih gelas berisi air bening dan meminumnya perlahan.
"Tumben Papa beli lontong sayur." Papanya menyerahkan satu mangkuk untuk Aldric.
"Tadi waktu pulang beli bohlam Papa lihat penjualnya di depan gang. Jadi, sekalian saja beli. Kenapa, kamu mau makan yang lain?"
"Enggak. Aku sudah lama juga enggak makan ini. Thank you, Pa."
"Makanlah!" Aldric mengangguk lalu menyantap lontong sayur di mangkuknya dengan penuh nikmat.
Satu hal yang harus Aldric syukuri adalah Alfian tidak pernah melupakan tanggung jawabnya sebagai seorang papa. Walaupun ia sudah sebesar sekarang, sang papa masih sering menyiapkan keperluannya, termasuk soal kebutuhan perutnya.
Keduanya menyantap sarapan diiringi diskusi ringan. Seperti biasa, Alfian yang lebih banyak bertanya kepada sang anak. Papanya tahu kalau Aldric jarang mau membuka obrolan. Aldric akan menjawab ketika ditanya, tetapi jarang sekali melakukan sebaliknya, kecuali ia sedang butuh informasi penting.
"Kerjaan kamu bagaimana, Al?"
"Seperti biasa, enggak ada yang spesial."
"Tidak mau cari kerjaan lain?"
"Enggak ada yang spesial bukan berarti aku enggak suka berada di Black Velvet, Pa."
"Tapi sepertinya Black Velvet tidak akan mampu menjamin masa depanmu!"
"Aku senang bekerja dengan sahabat-sahabatku di sana. Black Velvet bagian dari diri kami, jiwa kami, karena kami membangunnya mulai dari nol dengan kerja keras. Al mohon Papa jangan meremehkan Black Velvet! Papa pasti sudah tahu kalau roda kehidupan akan terus berputar."
Selesai mengatakan isi pikirannya, Aldric mengerutkan keningnya bingung ketika melihat Alfian justru tersenyum. Apa papanya sedang berusaha membuat dirinya kesal?
"Tidak bisanya kamu menjawab lebih dari satu kalimat begini, Al. Baiklah, Papa akan percaya itu. Papa tidak akan mengganggumu dan pekerjaanmu lagi."
"Bukan begitu maksud Al, Pa."
"Iya, Papa paham. Lagi pula, bila terjadi masalah dalam pekerjaanmu, tentu saja kamu harus mampu menanggung risikonya, bukan?"
"Tentu saja, Pa."
Alfian mengangguk kemudian memandang sang anak sebelum akhirnya berdiri dari kursinya, karena menu sarapan di manguknya sudah tandas. "Oh ya, Weekend tolong ambilkan mobil Papa, ya, Al!"
"Memangnya sudah beres?"
Alfian mengiyakan. "Kemarin bengkelnya telepon Papa. Kamu baik-baik ya, di rumah sendiri!" Aldric mengangguk pasti. Lagi pula, ini bukan hal baru baginya ditinggal Alfian dinas ke luar kota.
Sebagai seseorang yang berperan penting di bidang konstruksi, Aldric tidak bisa menahan Alfian pergi. Selain memang demi memenuhi kebutuhan keluarga mereka, Alfian termasuk tipe workaholic. Namun, di balik kesibukan papanya, Aldric tidak pernah merasa kekurangan kasih sayang. Alfian rutin menyempatkan waktu untuknya. Biasanya mereka menghabiskan waktu berdua dengan makan di luar, berbelanja kebutuhan rumah, main tenis dan bersepeda bersama.
Puluhan menit berlalu, Aldric keluar dari bengkel langganan papanya di daerah Cibubur. Keluhan dari mobil papanya sudah beres diservis. Namun, saat hendak memasuki jalan utama ia bingung dengan tujuan perjalanan selanjutnya. Rasanya Aldric masih belum ingin pulang ke rumah, karena merasa kesepian. Mau ke Bikini Bottom pun bosan, sebab teman-temannya sudah punya kegiatan masing-masing.
Melvin sudah pasti pergi dengan Krystal. Widhy tentu saja menghabiskan akhir pekannya bersama Dhisti. Keanu mau nonton bareng sepupunya nanti sore. Sementara Ansell, katanya harus ke bengkel untuk mengganti oli mesin motornya.
Aldric mendesah sembari menyetir. Udara hari ini lumayan panas, rasanya ia butuh sesuatu yang menyegarkan tenggorokannya. Aldric memperhatikan pinggiran jalan demi menemukan penjual minuman. Tiba-tiba melihat penjual es kelapa menggugah hatinya untuk turun, tetapi atensinya teralihkan oleh sosok gadis berambut panjang di depan halte. Gadis itu tengah berbincang dengan seorang perempuan. Sepertinya usia mereka tidak terlalu jauh. Wajah kedunya agak mirip, yang membedakan hanya warna kulit. Diandra memiliki kulit lebih terang dibandingkan lawan bicaranya.
Aldric masih sibuk memandang interaksi keduanya sampai tidak menyadari pintu mobilnya diketuk. Gadis berambut sebahu tengah berdiri bersama seorang perempuan tepat di sebelah mobilnya.
"Mobil lo ngehalangin jalan. Parkirin aja kalau mau minum es kelapa."
Aldric membuka kaca jendela mobilnya demi melihat jelas gadis yang sedang berbicara kepadanya. "Oh, iya." Ia lalu turun dari mobilnya usai memarkir tepat di sebelah penjual es kelapa.
"Lo temennya Krystal yang waktu itu ikut ke rumah Widhy kan?" Mendapat anggukan dari gadis itu, Aldric lalu bertanya setengah berbisik, "Nyokap lo?"
"Iya. Ma, kenalin ini temennya temen Vio."
Aldric kemudian mencium punggung tangan perempuan di samping Viona sambil memberi salam, "Siang, Tante. Saya Aldric, temannya Viona."
"Saya Olla. Mama Viona."
"Omong-omong, ini pada habis dari mana dan mau ke mana?"
Aldric melirik Viona yang terlihat mempertanyakan sikapnya ini. Ia juga tidak tahu kenapa bisa seekspresif ini bertindak kepada Viona dan mamanya. Kalau diingat-ingat lagi, ia jarang sekali berinteraksi dengan Viona, karena gadis itu lebih sering mengobrol dengan Ansell atau Melvin. Namun, Aldric rasa tidak ada yang harus dikhawatirkan, toh sikapnya ini terkesan umum. Siapa pun bisa melakukannya apalagi ia juga mengenal Viona, walaupun tidak bisa dibilang akrab.
"Dari mal mau pulang. Tadinya mau dijemput, tapi mendadak yang jemputnya enggak bisa. Jadi, rencananya mau pesan taksi. Ya, sambil pesan kita minum dulu karena Mama juga kehausan nih."
"Saya anterin aja, gimana, Tante? Kebetulan saya lagi bawa mobil," tawar Aldric kemudian beralih memandang Viona. "Bareng gue aja, Vi!" Viona terlihat memandangi sang mama seolah meminta persetujuan.
"Kalau tidak merepotkan, Tante sih dengan senang hati menerima. Iya kan, Vi?" Aldric melihat Viona yang hanya memasang senyum. Terlihat pendiam. Berbeda sekali ketika gadis ini sedang berada di dekat Ansell. Sikapnya bisa berubah sampai 180 derajat.
"Ya udah, tapi kita makan siang dulu, ya, Al. Keberatan enggak? Soalnya gue sama Mama udah lumayan kelaparan." Viona menyengir sembari menunggu reaksi Aldric di depannya.
"Kebetulan gue juga belum makan siang. Kita makan dulu kalau begitu." Aldric kembali menawarkan diri dan disambut baik oleh Tante Olla.
Usai menikmati es kelapa, ketiganya masuk ke dalam mobil dan mencari tempat makan yang nyaman. Aldric kembali melirik seberang jalan, lebih tepatnya ke arah halte. Diandra sudah tidak ada di sana.
Namun, seolah kembali tersadar. Apa yang sedang ia lakukan? Sejak kapan ia penasaran dengan sosok gadis yang sering mengejarnya itu?
Aldric memilih melajukan mobilnya demi bergabung dengan kendaraan lain di jalan ibukota. Viona dan Tante Olla seolah tidak pernah kehabisan bahan obrolan. Sekarang Aldric tahu dari mana Viona mendapatkan kemampuan bicara yang seakan tidak ada habisnya saat berbincang bersama Krystal dan Melvin bahkan Ansell.
Aldric sangat menikmati waktunya bersama Viona dan Tante Olla hari ini hingga membuat waktunya terasa cepat berlalu. Tante Olla benar-benar berperan selayaknya seorang ibu bagi Viona. Terkadang bisa bersikap sangat berlebihan di matanya, tetapi Aldric tahu bahwa hal tersebut adalah sebagai bentuk kasih sayang seorang ibu kepada anak mereka.
"Viona udah segede begini masih belum punya pacar, lho."
"Mama apaan sih. Suka OOT, deh." Viona berdsedekap sambil memanyunkan bibir bawahnya.
"Tuh, kan, dia malu, Al. Kalau kamu bagaimana, sudah punya pacar, Nak?"
Aldric menyengir sembari mengusap bagian belakang kepalanya lalu menjawab, "Belum, Tante."
"Masa sih, cowok secakep dan semapan kamu masih single? Kamu nyari yang seperti apa memangnya?"
Aldric menyengir lagi, seakan kehabisan kata-kata untuk menjawab pertanyaan Tante Olla. Baru kali ini ada yang bertanya terang-terangan begini kepadanya, bahkan anak-anak Walkman saja tidak berani, lebih tepatnya mereka sudah pasti tahu pertanyaan tersebut tidak akan Aldric jawab.
"Saya masih mau fokus kerja, Tante."
"Jangan kerja terus. Kamu juga butuh bahagia dengan hal lain, Nak. Contohnya punya pacar. Iya, kan, Vi?" Viona hanya memasang wajah cemberut ketika Tante Olla menggodanya sambil menahan tawa. Sungguh unik interaksi ibu dan anak tersebut di mata Aldric.
"Udah jam segini, Al," ujar Viona seraya memandangi jam tangannya. "Nanti Lo kemalaman sampe rumahnya."
Aldric mengangguk lalu berkata, "Kalau begitu, saya pamit ya, Tante."
"Makasih Nak Aldric, kami jadi merepotkan. Sudah dianterin sampai rumah, ditraktir makan juga tadi. Tante berterima kasih sekali lho sama kamu."
"Sama-sama, Tante. Saya senang bisa kenal Tante Olla juga."
"Sama Viona bagaimana, senang juga kan?"
"Eh." Aldric membeku sebentar di tempatnya berdiri lalu menjawab sekenanya. "Iya, Tante." Tante Olla tersenyum kemudian pamit masuk ke dalam rumah, sementara Viona menemani Aldric sampai kembali ke mobilnya.
"Thank you, ya, Al. ternyata lo anaknya asyik juga." Aldric memandang Viona yang lagi-lagi menyengir lebar sembari tengah memperhatikan dirinya masuk ke dalam mobil.
"Sama-sama. Gue juga berterima kasih sama lo dan Tante Olla, karena udah mau makan siang bareng gue."
"Gue yang harusnya makasih kali. Udah dikasih tebengan, ditraktir pula. Kurang enak apa lagi gue hari ini. Tapi sori banget ya, buat kata-kata mama yang berlebihan tadi. Mama memang suka nyeplos begitu orangnya."
"Enggak apa-apa. Santai aja, Vi."
Meskipun ragu, Aldric ingin menanyakan hal ini. Entah kenapa hatinya seakan butuh kepastian tentang satu fakta. "Btw, udah ada kemajuan sama Ansell?"
"Lo nanya atau mau ngeledek sih?" Wajah Viona berubah berang, kemudian mendesah panjang.
"Eh, sori. Bukan maksud gue ngeledek atau apa pun, Vi. Ya, gue kira kalian udah bisa lebih dekat dari sekadar teman biasa."
"Enggak semudah itu kayaknya, Al. apalagi Ansell lagi naksir cewek lain kan?"
"Oh."
"Kayaknya lo juga tahu siapa orangnya."
"Enggak terlalu yakin sih."
"Kalau lo naksir cewek itu, enggak usah kebanyakan mikir. Kecuali lo mau ditikung sahabat sendiri!"
Aldric tidak menjawab dan memilih melajukan mobilnya usai berpamitan kepada Viona. Dugaannya salah. Viona memperhatikannya.
29 Mei 2023
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top