GTB 17: Hilang Fokus

Ansell

Ansell melihat Melvin dan Widhy tengah sibuk memasang tenda kedua, sementara dirinya diberi tugas mencari kayu bakar untuk acara mereka nanti malam. Entah rencana awal berasal dari mana hingga mereka kini sedang melakukan persiapan berkemah. Anak-anak Walkman sih, sudah biasa berkemah, terkadang treking juga. Namun, kali ini adalah momen yang cukup berbeda, karena mereka ditemani para perempuan.

Kali ini mereka berkemah di Bukit Damar di Megamendung. Krystal dan Dhisti terlihat sedang mengatur perbekalan mereka. Selain api unggun, mereka juga akan mengadakan bakar-bakar daging dan sebagainya. Ansell memperhatikan sosok gadis yang berjalan ke arahnya sambil menyeka peluh di keningnya.

"Panas banget," keluh gadis itu. Wajahnya memerah, kontras dengan kulitnya yang putih.

"Istirahat, sini!" Ansell menepuk tempat duduk beralaskan rumput di sebelahnya.

"Memangnya segini udah cukup?" tanya gadis itu ketika melihat tumpukan kayu hasil kerja mereka.

"Lebih dari cukup," jawab Ansell sambil merebahkan tubuhnya di atas rerumputan.

"Yang mau minum, silakan ambil disini, ya!" teriakan Krystal mengalihkan atensi Ansell dan Viona yang sedang mengobrol.

"Lo mau minum, Vi? Gue ambilin."

"Thank you." Lelaki itu melempar ibu jarinya kemudian bangkit berdiri, dan berjalan ke arah Krystal di dekat tenda mereka yang hampir berdiri.

"Diandra kok belum dateng, ya, Krys?" tanya Dhisti membuka obrolan. Ansell sedikit kaget mengetahui Diandra akan datang, karena gadis itu mengatakan kepadanya sedang malas pergi ke mana-mana.

"Katanya sih, sebentar lagi. Mungkin kena macet."

"Gue ngambil duluan nih, ya." Ansell berkata kepada kedua perempuan yang sedang mengobrol sambil menyajikan es buah ke dalam gelas kecil-kecil. Lelaki itu lalu mengambil gelas untuk dirinya dan juga Viona.

"Udah minum duluan aja lo, Sel!" cicit Melvin yang tiba-tiba muncul di belakang lelaki itu. "Yang, aku mau juga dong." Lelaki itu merajuk kepada sang pacar dan Ansell bisa melihat Krystal memberikan satu gelas berisi es buah kepada Melvin.

"Udah beres lah kerjaan gue, Vin."

"Btw, Diandra naik apa ke sini, Yang?" Ansell mendengar pertanyaan Melvin.

"Dari rumah naik kereta, terus turun di stasiun puncak naik taksi online. Tadi pas aku tanya udah naik taksi sih."

"Biasanya lo jemput Diandra, Sel."

"Dianya enggak mau." Ansell tidak ingin mengatakan ia tidak tahu apa-apa, itu akan membuatnya terlihat bodoh bukan?

Lagi pula, akhir-akhir ini Ansell dengan Diandra terbilang jarang berkomunikasi bahkan bertemu. Gadis itu terakhir kali mengeluh karena sedang pusing menyusun tugas akhir dan kerjaannya di kantor makin bertambah. Ansell tidak bisa berbuat banyak selain memberi kata-kata penyemangat dan perhatian lewat pesan atau telepon seperti biasanya.

"Omong-omong, Aldric jadi datang atau enggak, Vin?" Ansell melihat Widhy muncul di belakang Dhisti sambil ikut mengambil es buah.

"Belum jawab lagi tuh."

"Tadi sih, gue chat dia katanya masih ada rapat dadakan sama timnya."

"Dasar ya, tuh, anak. Diajak liburan malah maunya kerja melulu!"

Tak ada pembicaraan lagi setelah itu. Ansell hendak kembali menghampiri Viona, tetapi gadis itu sudah ada di belakangnya dan mengambil minuman dari tangannya. Ansell sedikit tidak menyangka kini bisa akrab dengan gadis ini. Ia pikir, tidak buruk juga disukai oleh seseorang. Walaupun perasaannya belum tentu bisa berubah, tetapi kali ini ia tidak ingin lagi membuat permusuhan dengan Viona.

Lagi pula, Viona cukup baik untuk dijadikan teman. Dan yang paling penting adalah gadis itu sangat perhatian kepadanya. Maka dari itu, setidaknya sekarang Ansell ingin membalas kebaikan Viona dengan cara berbuat baik juga kepadanya.

Sore harinya mereka berenam sedang bersiap menikmati panorama matahari tenggelam. Pohon damar mendominasi perbukitan di perkemahan tersebut yang mampu menciptakan pemandangan menakjubkan. Krystal dan Dhisti terlihat sedang mengabadikan pemandangan di sekitar mereka dengan ponselnya. Tak lama kemudian, Viona menghampiri keduanya lalu berfoto bersama dengan lanskap alam yang indah terdiri dari perbukitan dan lembah.

Ansell ikut menikmati keindahan alam di sekitarnya dengan hati tenang dan damai. Namun, tak lama kemudian ketenangan dan euforianya teralihkan dengan kehadiran seseorang. Ia cukup terkejut saat melihat Aldric datang dengan Diandra. Lelaki itu agak terkejut melihat keduanya begitu akrab.

Entah kenapa hatinya perih melihat polah Diandra yang terlihat bahagia luar biasa, ketika bisa mengobrol dengan sahabatnya. Sebenarnya, ia tidak masalah kalau semisalnya mereka benar-benar ingin menjalin hubungan. Namun, keduanya bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Dan lagi, terakhir kali Aldric terlihat tidak tertarik kepada Diandra, Apa kali ini lelaki itu sudah berubah pikiran?

Momen yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Semua orang sudah berada di depan api unggun dengan senyum mengembang. Dhisti bernyanyi diiringi petikan gitar dari Melvin. Semua orang tampak menikmati penampilan keduanya, tak terkecuali bagi Ansell.

Usai bernyanyi, mereka juga menikmati menu makan malam dengan pemandangan langit penuh bintang. Tak hanya ada barbeku daging, jagung bakar, marshmallows, dan juga sosis.

Ansell melihat Dhisti berdiri dengan melambaikan tangan ke udara demi meminta perhatian semua orang yang ada di sana. "Teman-teman, main ABC Lima Dasar, yuk!"

Semua orang di sana tampak tidak percaya gadis itu mengajak melakukan permainan masa kecil. Terkadang, Ansell selalu takjub dengan ide-ide random tapi juga cerdas yang keluar dari isi kepala gadis itu. Tak heran kalau sahabatnya bisa sampai jatuh hati kepada Dhisti.

"Ayo!" sahut Widhy seolah ingin mendukung ide sang pacar.

"Kalau enggak bisa jawab bakal dihukum atau enggak?" tanya Viona. Ansell lalu memandang ke arah gadis itu yang tampak masih ragu-ragu.

"Yang enggak bisa jawab, bakal dikasih pertanyaan random, ya!" tantang Melvin tak mau kalah menawarkan ide seru.

Pada akhirnya, mereka semua setuju dengan ide Dhisti. Hitung-hitung menciptakan keseruan di tengah acara mereka. Lantas, kedelapan orang di depan api unggun mulai mendekat satu sama lain. Mereka merentangkan telapak tangan lalu mengeluarkan jari-jari mereka hingga terkumpul satu huruf.

"Pertama, nama-nama buah, ya." Dhisti kembali berujar sebelum satu huruf ketahuan. "Huruf P. Pepaya." Gadis itu paling cepat bersuara.

Melihat teman-temannya berpikir, Ansell ikut mengasah otaknya demi menemukan satu nama buah yang diminta. "Persik." Akhirnya lelaki itu bisa lega.

"Pisang," jawab Krystal tak kalah kompetitif.

"Plum." Widhy ikut menjawab.

"Petai." Jawaban Melvin yang justru melahirkan tawa dari teman-temannya. "Lho, kenapa? Bener dong, petai itu termasuk buah."

"Pinang." Aldric menjawab tenang.

"Buah Pir." Diandra menambah daftar lolos dari pertanyaan di antara kedelapan orang di sana.

"Waktu habis. Viona ndak bisa jawab, ya. Jadi, siapa yang mau mengajukan pertanyaan sama Viona, silakan!" Dhisti memberi instruksi.

"Aku." Diandra melambaikan tangan ke udara sambil memandang ke arah Viona. Ansell memperhatikan dalam diam. Ia tidak tahu hubungan Diandra dengan Viona seperti apa, tetapi dilihat dari tatapan mata keduanya seolah mengisyaratkan bahwa mereka tidak seakrab itu. "Kamu tipe orang yang gampang move on atau enggak?"

Tanpa berpikir, Ansell melihat Viona langsung menjawab pertanyaan dari Diandra. "Walaupun gue kelihatan ceria terus, sejujurnya gue termasuk orang yang agak susah move on. Karena ... ya, gue agak mellow orangnya kali, ya. Tapi, gue selalu menikmati prosesnya. Mau itu momen happy atau sedih sekalipun." Senyum percaya diri gadis itu tampak menguar di wajah cerahnya, Ansell melihat Diandra ikut tersenyum tipis setelah itu.

"Ada lagi yang mau tanya? Maksimal 3 orang, ya!" Dhisti kembali memberi informasi. "Sudah puas, Di, sama jawaban Viona?" Ansell memperhatikan saat Dhisti bertanya ke arah gadis itu, dan Diandra pun mengangguk.

"Aku dong mau nanya sama Viona." Ansell melihat Krystal bersuara. "Kapan punya pacar, Vi?" Semua orang tampak penasaran dengan jawaban yang akan diberikan Viona, termasuk Ansell.

"Gue sih secepatnya ya, Krys, cuma yang dikodein enggak mau ya, gimana dong?!" Ansell melihat lirikan mata Viona ke arahnya, dan ia hanya bisa tersenyum menanggapi hal itu.

"Sel, Lo kebangetan gantungin anak orang!" cicit Melvin sambil menepuk punggung lelaki itu.

"Oke, teman-teman. Ndak ada yang tanya lagi kan? Kalau begitu, untuk kategori selanjutnya pakai nama-nama hewan, ya!"

Mereka pun kembali mengeluarkan jari-jari tangannya. Entah kenapa orang-orang di sekitar Ansell terlihat begitu bersemangat di permainan kedua ini. Maka, ia pun tak mau kalah.

"Huruf M." Dhisti kembali berujar. "Merak," katanya, lagi-lagi sigap bisa menjawab pertama.

"Monyet." Widhy ikut menjawab.

"Ngomongnya enggak usah ke muka gue begitu kali, Wid." Semua orang pun tertawa melihat polah Melvin yang terlihat misuh-misuh di sebelah Widhy. "Musang."

"Macan tutul." Krystal tak mau ketinggalan melempar jawaban.

"Merpati." Kali ini Viona bisa menjawab dengan tepat.

"Mujair." Diandra ikut mengejar.

"Maleo." Aldric berujar, tetapi tujuh orang di sana memandang bingung ke arahnya kecuali Krystal yang sepertinya sudah paham. "Kenapa? Itu nama salah satu burung juga kok."

"Boleh atau enggak tuh, Dhis. Tadi siapa yang udah jawab Merpati?" tanya Melvin ragu-ragu.

"Viona," cicit Dhisti. "Kalau menurutku, boleh aja. Ndak apa-apa kok, lagian itu jenis burung yang beda. Aku juga kan, udah jawab Merak. Jadi, kita loloskan saja, ya! Setuju?" Tampak sahutan setuju memenuhi gendang telinga mereka.

Jawaban dari Aldric menutup permainan kedua mereka, karena sepertinya Ansell tidak bisa memberikan nama hewan yang diminta. Akhirnya, lelaki itu menerima kekalahan dan siap menerima pertanyaan. Agaknya, fokusnya hilang akibat sesekali melihat Diandra yang terlihat bersenda gurau dengan Aldric.

Kini Ansell hanya berharap yang bertanya bukan Melvin, tetapi malam ini tampaknya ia memang sedang ditimpa kesialan. Lelaki itu terlihat begitu semangat mengajukan pertanyaan untuknya.

"Tipe cewek yang mau lo pacarin kayak gimana?"

"Yang pasti bukan cewek yang enggak jujur, Vin." Ansell mengatakannya sambil tertawa, tetapi hal itu ternyata membuat semua orang yang ada di sana terdiam.

Suasana yang timbul membuat Ansell menggaruk tekuknya secara tidak sadar, karena sudah membuat ketegangan. Ia mendadak tidak enak hati. Ansell melirik ke arah Diandra. Gadis itu ternyata sedang melihat ke arahnya dengan tatapan tak terbaca. Apa yang sebenarnya sedang ia pikirkan sih?


11 Oktober 2023

Jangan lupa mampir ke sini juga, ya, Bestie!👇👇👇

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top