GTB 16: Tamu Tak Diundang

Viona

Rasa terkejut tak lepas dari wajah Viona saat ia membuka pintu rumahnya. Ini bukan mimpi di malam hari kan?

"Siapa, Vi? Lo lama banget sih, buka pintunya!" Vion menghampiri gadis yang bahkan belum beranjak di depan pintu itu dengan tidak sabar. Tamu mereka bahkan sampai canggung dengan sikap tuan rumah yang terlihat bingung. Lelaki itu lalu mengambil alih peran Viona, dan melebarkan daun pintu agar tamu mereka bisa lewat. "Masuk, Bro! Sorry ya, Viona memang akhir-akhir ini sering bengong begitu. Efek PMS kayaknya."

Viona agak kesal sebab Vion terus saja mengoceh yang tidak jelas tentang dirinya. Bagaimana Viona tidak kaget melihat Ansell di rumahnya. Ia bahkan tidak pernah memberitahu di mana ia tinggal. Viona melihat Vion sudah membimbing Ansell ke ruang tamu, sementara ia memilih ke dapur guna membuat minuman untuk tamu mereka. Tamu yang benar-benar tidak diundang.

Kira-kira ada perlu apa Ansell kemari? Tidak mungkin hanya sekadar main bukan? Bahkan ini sudah pukul 9 malam. Viona sedikit merasa tenang karena ada Vion di rumah, karena kedua orangtuanya sedang ke luar kota guna memenuhi undangan kerabat yang mengadakan pesta pernikahan.

"Oh, jadi lo kerja di Black Velvet? Boleh atau enggak sih, kapan-kapan gue wawancara lo?"

"Wawancara?"

"Gue jurnalis. Ya, kadang gue ngisi kolom lifestyle gitu. Jadi, kemungkinan berita yang bakalan gue bahas itu tentang keberhasilan lo sekarang."

"Gue belum berhasil-berhasil amat, Bang." Ansel menggaruk teluknya beberapa kali.

"Man, arti keberhasilan kan, enggak melulu lo punya duit banyak dan rumah mewah. Ngelakuin hal yang lo suka banget tuh udah jadi arti dari keberhasilan lho. Jadi, boleh atau enggak kalau nanti gue wawancara lo?"

"Boleh aja, Bang." Viona menahan senyum saat tangannya menaruh teh hangat di atas meja. Ia memperhatikan tampang Ansell saat ini yang begitu berbeda dari biasanya.

Gadis itu lalu duduk di sebelah Vion yang langsung menyesap teh buatan Viona. "Diminum, Bro!" Ansell mengangguk lalu menyesap teh miliknya juga. "Ya udah, gue ke atas dulu, ya. Nanti gue kabarin lo ya, kalau udah ngatur jadwal wawancara. Gue minta nomor lo ke Viona enggak apa-apa kan?"

"Silakan, Bang!"

"Gue tinggal, ya! Jangan malem-malem pulangnya, Bro, takut ditangkep satpam." Vion menyengir sebelum meninggalkan mereka berdua menuju kamarnya.

"Siap, Bang!"

Hening beberapa menit membuat Viona tidak tahan. Gadis itu lalu memandang Ansell yang juga sedang melihat ke arahnya.

"Jadi, ada perlu apa lo kemari?"

"Sorry, kalau gue ganggu waktu lo dengan datang malem-malem begini, Vi. Gue cuma enggak sabar nunggu besok buat minta maaf sama lo."

"Minta maaf sama gue?"

"Gue udah tau kalau yang bikin acara kejutan buat ulang tahun kemarin itu lo, Vi, tapi gue malah ngasih terima kasih ke orang lain. Itu pasti bikin lo sedih kan. Sorry, Vi, dan makasih banyak, karena lo begitu perhatian sama gue."

"It's okay, Sel."

"Gue enggak enak lah, apalagi waktu abang lo bilang kalau lo sempat nangis. Itu pasti gara-gara gue kan?"

"Gue mencoba memahami lo, Sel."

"Jangan pahami gue terus, Vi. Sekali-kali maki gue kalau lo benci sikap gue."

"Enggak perlu disuruh, gue bakalan maki-maki lo juga kok." Viona berusaha untuk tertawa, tetapi suaranya sumbang.

"Tapi selama ini lo enggak ngelakuin itu."

"Ya, gimana ya, sekesal-kesalnya gue sama lo tetap aja gue enggak bisa benci sama lo, Sel. Lo udah tau lah alasannya."

"Gue bukan orang baik, Vi. Gue harap lo bisa dicintai sama cowok yang lebih baik daripada gue."

"Klise lo!"

"Gue serius! Gue sendiri juga enggak terlalu yakin sama perasaan gue."

"Termasuk perasaan suka lo ke Diandra?" Ansell mengangguk. "Gue berengsek, Vi. Gue lebih seneng ngejar cewek, terutama mereka yang susah buat dikejar. Rasa penasaran gue makin menggila saat ditolak. Itu kenapa gue enggak suka lo kejar."

"Lo sadar apa yang lo ucapin sekarang? Ini cuma cara lo biar enggak dikejar lagi sama gue, kan, Sel?" Ansell tersenyum tipis lalu memandang ke arah Viona.

"Lo tahu enggak, Vi, kenapa orang pacaran bisa merasakan bosan?"

"Karena sering ketemu?" Ansell menggeleng.

"Karena mereka baru tahu sifat masing-masing, terutama sisi buruknya. Gue takut lo benci sama gue setelah tahu begitu banyak keburukan dalam diri gue."

"Tapi kan, dalam hubungan ada yang namanya kepercayaan. Bosan memang sifat manusia, tapi gue yakin ada solusi buat masalah itu. Gue enggak tahu apa yang udah terjadi di hidup lo sebelumnya. Gue juga enggak tahu lo menjalani hidup seperti apa, tapi gue percaya satu hal. Manusia itu selalu berproses menjadi pribadi yang lebih baik. Gue yakin lo orang baik. Buktinya lo langsung minta maaf setelah tahu kesalahan lo sama gue. Perasaan yang gue punya buat lo akan menjadi urusan gue, Sel. Lo hanya perlu mengatur hidup lo sendiri aja. Gimana caranya menjadi Ansell Liandra versi terbaik yang lo bisa."

"Gue enggak nyangka, lo bisa ngomong bijak begini, Vi."

"Makanya kenal lebih deket sama gue. Jangan ngindar mulu. Seolah-olah gue penagih utang aja."

"Sorry." Viona melihat Ansell lalu menyesap lagi teh yang dibuatnya.

Seperti yang Viona tekankan barusan kepada Ansell. Perasaan yang ia rasakan akan menjadi urusannya seorang. Ia sadar, setiap perasaan tidak bisa dipaksa. Mau berapa kali pun Viona bilang menyukai Ansell, tetapi bila perasaan lelaki itu tidak demikian, yang terjadi hanya akan membuatnya makin terluka.

Jadi, mulai saat ini Viona akan menyimpan perasaannya untuk Ansell. Ia akan menjalani hari-harinya dengan fokus pada impiannya saat ini. Masalah cinta biar semesta yang akan menjawabnya.

Viona dan Krystal baru saja menyelesaikan bimbingan tugas akhir mereka dan memilih makan di kantin kampus. Viona menunggu pesanan makan siangnya sambil memainkan ponsel. Ketika tangannya sedang asyik bertualang di media sosial, ada panggilan masuk.

Gadis itu berdeham beberapa kali sampai Krystal yang baru kembali dari toilet bingung menyaksikan polah Viona. Ia lalu mengusap dadanya pelan kemudian menekan tombol terima.

"Lagi apa, Vi?"

"Hah? Gue. Itu, gue lagi mau makan siang sih."

"Di mana?"

"Di kampus."

"Oh, sama dong. Gue juga lagi mau makan siang sama Aldric di seberang kantor."

"Oh, gitu."

"Lo makan sama apa? Gue lagi bingung nih, mau makan apaan."

"Itu ... tadi sih, gue pesen ayam geprek."

"Ayam geprek kayaknya enak, ya. Yaudah, gue mau pesen itu juga deh. Kalau gitu, selamat makan siang, Vi. Bye!"

Setelah panggilan telepon terputus, Viona masih bengong. Yang barusan itu apa? Baru kali ini Ansell meneleponnya. Ditambah lagi, hanya bertanya soal makan siang. Ini benar-benar tidak masuk akal, pikir Viona.

19 September 2023

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top