GTB 14: Kembali Berpikir
Diandra
Cepatnya debaran jantung Diandra seolah menandakan bahwa gadis itu cukup gugup bertemu seseorang sore ini. Ditambah ekspresi gadis di depannya cukup terlihat kaget ketika berhadapan dengannya di kampus mereka. Atas bantuan Krystal, Diandra akhirnya bisa menemui Viona di Buana Megantara setelah pulang magang.
Diandra pikir, ia harus bicara empat mata dengan Viona perihal kejadian tempo hari di Bikini Bottom. Setidaknya, ia berharap bisa lebih lega setelah minta maaf.
"Lo mau pesan apa?" tanya Viona ketika mereka sudah mendapatkan tempat duduk di area kantin.
"Samain aja."
"Gue mau minum kopi dingin. Lo enggak masalah sama pilihan gue?"
"Iya."
Diandra melihat Viona berjalan menuju konter pemesanan yang tak jauh dari tempat duduk mereka sehingga ia masih bisa mendengarkan suara gadis itu ketika menyebutkan pesanannya. Sambil menunggu Viona kembali, Diandra memperhatikan ke sekeliling kantin yang masih terbilang cukup ramai sore ini. Ada yang mengerjakan tugas sambil makan camilan, ada yang memang niat untuk makan, ada pula yang hanya mengobrol santai.
Ia menikmati pemandangan itu sampai tidak sadar Viona sudah kembali di depannya.
"Diminum dulu es kopinya!"
Diandra meraih gelas yang Viona letakkan di hadapannya. "Makasih."
Viona duduk dengan santai sambil memeriksa ponselnya kemudian memasukkannya kembali ke dalam saku. Diandra bahkan belum menyesap es kopinya ketika gelas Viona sudah berkurang mulai berkurang.
"Jadi, ada perlu apa lo mau ketemu gue di sini?"
Diandra menarik napas dalam-dalam lalu mulai mengutarakan maksudnya. "Aku mau minta maaf sama kamu. Kemarin aku datang terlambat dan itu justru mengacaukan rencana kejutan kamu buat Ansell."
"Terus?"
"Aku salah. Aku minta maaf."
"Gue maafin."
"Tapi kamu baik-baik aja, kan?"
"Apa menurut lo gue bakal baik-baik aja lihat kejadian kemarin?" Diandra memperhatikan Viona yang menyesap kembali minumannya. Namun kali ini langsung ditenggak seolah mengabaikan sedotan di dalam gelasnya.
"Maaf."
"Jadi cuma kata maaf yang lo bisa bilang ke gue, ya? Enggak ada gitu penjelasan lain yang mau lo sampaikan!"
"Maksud kamu?"
"Selama ini, gue cukup penasaran sama sosok cewek yang disukai Ansell. Gue kadang bertanya-tanya, kenapa harus cewek itu yang dia sukai, bukannya gue." Diandra memandang Viona dengan mengerutkan dahinya. Ia sama sekali tidak bisa memprediksikan ke mana arah pembicaraan gadis di depannya. "Sebelumnya gue harus berterimakasih sama lo, karena mau nemuin gue di sini. Jadi, gue punya kesempatan ngobrol sama Lo berdua." Diandra hanya mengangguk. Ia bahkan tidak sadar lebih banyak diam sore ini.
Selama ini, ia tidak pernah kehabisan kata-kata saat berkenalan dengan orang baru, tetapi kali ini berbeda. Aura Viona sungguh membuatnya canggung. Gadis ini punya tatapan mata yang mengintimidasi, berbeda dengan cerita Krystal tentang Viona kepadanya.
Apa ini hanya penilaiannya saja?
"Diandra!" panggil Viona dengan tatapan serius. Gadis itu mendekatkan tubuhnya ke depan, lebih tepatnya ke arah Diandra. "Lo tahu kan, kalau Ansell suka sama lo. Naksir. Jatuh cinta. Kira-kira kata apa lagi ya, yang sekiranya bakal lo mengerti? Intinya, itu lah, ya."
"Tapi aku anggap Ansell cuma temen kok."
"Temen yang di-friendzone-in, begitu?" Diandra merasa kini ucapan Viona sudah lebih sinis dari sebelumnya.
"Kalau kamu belum tahu, aku sama Ansell udah lebih dulu berteman. Sebelum aku masuk kuliah kami udah berteman. Aku udah paham sifatnya, kelakuannya, bahkan kesukaannya. Maaf, tapi aku tersinggung kalau kamu menghakimiku seperti itu."
"Gue sama sekali enggak menghakimi lo. Gue bicara kenyataan. Kalau memang lo udah semengenal itu tentang Ansell, harusnya lo lebih tahu kalau dia suka sama lo dong. Tapi dibanding transparan tentang isi hati, lo lebih milih pura-pura enggak tahu. Lo memanfaatkan kebaikan dia, Darling!"
"Ansell memang anaknya baik. Sikap dia ke aku tentu aja sama kayak ke yang lain." Diandra memperhatikan wajah Viona yang berubah sendu. Apa kata-kata terakhirnya sudah membuat gadis itu sakit hati?
"Ya, dia memang baik ke semua orang." Diandra menunggu Viona kembali bicara ketika melihat gadis itu berdiri dari tempat duduknya usai menghabiskan minumannya. "Kecuali sama gue. Gue cuma mau bilang kalau lo naksir cowok lain, sebaiknya lo kasih batasan yang jelas sama Ansell. Aldric juga bakalan bingung kalau hubungan lo aja sedekat itu sama sahabatnya."
Diandra ikut berdiri ketika Viona membalikkan badan, tetapi ia melihat sosok lelaki yang menghentikan langkah gadis itu.
"Kalian berdua kenapa ada di sini?" Tatapan lelaki itu justru ditujukan kepada Diandra padahal sedang berdiri di depan Viona.
"Gue ingatkan lagi, ya. Ini kampus gue kalau lo lupa, Sel." Viona mengambil alih jawaban. "Jadi, gue ada di sini karena ada tamu."
"Iya juga sih. Terus, kamu ngapain ke sini? Mana telepon aku enggak diangkat terus." Ansell melirik ke arah Diandra meski masih berada di hadapan Viona.
"Aku yang minta Krystal biar bisa ketemu sama Viona di sini, Sel. Aku pengin kenal lebih dekat aja. Kamu sendiri ngapain ada di sini?"
"Aku memang janjian sama Widhy." Lelaki itu kemudian menunjukkan sosok Widhy di belakangnya yang sedang menerima panggilan telepon. "Kita mau ke Uptown nih. Anak-anak janjian di sana. Kamu mau ikut?"
"Gue duluan ya, Di. Pengin cepet-cepet mandi udah gerah banget. Sel, gue balik, ya!"
"Hati-hati lo! Bawa mobil kan?" Gadis itu mengangguk kemudian berjalan ke arah yang Diandra yakini sebagai tempat parkir kendaraan.
Diandra jadi makin merasa bersalah kepada Viona. Ia yakin gadis itu masih marah kepadanya. Apakah selama ini sikapnya kepada Ansell kurang tegas? Lalu ia harus bagaimana? Diandra juga tidak mungkin meminta Ansell menjauhinya hanya karena ia menyukai Aldric. Mereka sudah berteman lama.
Itu tidak masuk akal, pikir Diandra.
Lantunan musik bertema akustik memenuhi gendang telinga mereka ketika membicarakan banyak hal. Mulai dari kebiasaan para mahasiswa yang Widhy ajar, Melvin yang hari ini harus mendorong mobilnya karena lupa mengisi bahan bakar, Ansell yang belum berhasil menyelesaikan gaun pesanannya bulan ini, dan betapa senangnya Krystal karena bisa meliburkan diri dari penatnya pekerjaan paruh waktunya.
Malam ini, Diandra ingin jadi pendengar saja. Entah kenapa ia merasa lemah, letih dan lesu usai pertemuannya dengan Viona tadi. Agaknya gadis itu masih memendam kekesalan kepadanya. Diandra bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan ke restroom sebelum pesanan mereka tersaji.
Usai mencuci tangannya, ia mengirim pesan kepada seseorang. Tidak mau berharap banyak, sebab pesannya tempo hari saja tidak dibalas oleh lelaki itu. Namun, ia cukup terkejut saat sosok yang sedang chatting dengannya sedang berusaha mengetik balasan untuknya.
Aldric Ferdinand
Aku enggak bisa ikut, karena harus lembur. Ada deadline yang harus dikejar.
Diandra mendesah panjang. Ia kemudian membalas dengan mengirim kata-kata penyemangat. Malam ini ia merindukan Aldric. Andai saja Aldric bisa membuka hati untuknya, harapnya dalam hati.
Diandra kembali ke meja mereka dan pesanannya sudah tersaji, bahkan teman-temannya sudah makan lebih dulu.
"Aku makan duluan, Di. Udah lapar banget," cicit Krystal sambil menggigit udang goreng tepungnya.
"Iya, Beb. Makan yang banyak. Kamu makin kelihatan kurus tahu!"
Krystal menyengir lalu kembali berkata, "Kamu juga makan!" Diandra mengangguk kemudian menyesap teh lemon dinginnya sedikit. "Oh ya, tadi gimana, kamu udah ngobrol sama Viona?"
Diandra mengangguk lagi lalu menjawab, "Tapi kayaknya dia masih marah deh, Beb. Dia malah bahas hubunganku sama Ansell."
"Viona kan, memang suka sama Ansell dan kamu dekat sama dia. Coba kamu pikir deh, saat ada cowok yang kamu suka dekat sama cewek lain, kira-kira gimana perasaan kamu?"
"Jadi, kamu juga nyalahin aku karena dekat sama Ansell."
"Ya, enggak dong, Di. Maksudku, dekatnya kamu sama Ansell itu harus jelas. Aku tanya sama kamu deh, sejauh kamu mengenal Ansell, kamu menganggapnya hanya sebagai teman atau seseorang yang spesial? Aku rasa kamu harus pastiin perasaan kamu dulu deh, Di. Jangan-jangan kamu naksirnya sama Ansell bukan Aldric."
Diandra sama sekali tidak nafsu untuk menyantap makanannya setelah mendengar kalimat terakhir dari Krystal. Kata-kata sahabatnya itu seolah menjadi tamparan yang membuatnya kembali berpikir keras.
23 Agustus 2023
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top