GTB 13: Tersadar
Ansell
Ansell cukup terkejut ketika Aldric mengajak Viona keluar basecamp dengan menarik tangan gadis itu. Rupanya hubungan mereka berdua sudah seakrab itu, pikirnya. Namun, daripada ikut campur masalah keduanya, Ansell memilih fokus memotong kue ulang tahunnya lalu membagikan ke teman-temannya yang berada di Bikini Bottom termasuk Diandra. Namun, mereka justru menolak kue itu dengan alasan lebih baik Ansell bawa pulang saja untuk dimakan bersama ibunya. Ansell menyetujuinya demi menghormati pemberian mereka semua. Ia juga bersyukur karena di malam pergantian tahun usianya ini masih bisa berkumpul bersama orang-orang yang mencintai dan dicintainya.
"Gue beneran enggak nyangka kalian ngerencanain hal kayak begini." Ansell kembali bersuara saat ayam goreng pesanannya sudah sampai di depan mereka untuk dinikmati sebagai menu makan malam. Ayam goreng ini mungkin tidak ada apa-apanya dibandingkan perhatian yang mereka berikan kepadanya. Ansell harus bersyukur sekali lagi. "Tumben banget gitu gue enggak dapet spoiler," katanya seraya melirik ke arah Melvin. Masalahnya, tiap ada acara kejutan yang dirahasiakan bersama maka akan terbongkar oleh Melvin.
Ketika masih duduk di bangku kuliah, mereka pernah gagal memberi kejutan pada hari jadi Aldric. Padahal mereka sudah meminta Aldric untuk datang ke rumah Widhy pada waktu itu, tetapi Aldric lebih memilih pulang ke rumahnya. Itu karena Aldric sudah lebih dulu mendapatkan clue dari Melvin, ditambah lelaki itu tidak terlalu suka hal-hal yang berbau kejutan.
"Gue mati-matian nahan buat enggak bilang sama lo, Sel." Lelaki yang disindir Ansell itu pun pada akhirnya angkat bicara. "Lagian kalau rencana ini sampai bocor, gue bisa diamuk Viona." Tawa Mevin terdengar sumbang, karena pada saat itu suasana di dalam ruangan luar biasa canggung. Dan Ansell bisa merasakan tatapan penuh arti Viona ke arah Melvin.
Ada yang tidak beres, pikir Ansell. Namun, ia tidak ingin bertanya malam ini kepada Melvin. Lagi pula, kalau sudah seperti ini biasanya Melvin akan bungkam bila ia masih berusaha mengorek informasi. Usai menghabiskan makanan masing-masing, Viona pamit pulang kepada semua orang. Ansell merasa gadis itu agak murung malam ini, padahal biasanya luar biasa ceria.
"Gue enggak lihat mobil lo. Mau gue pesenin taksi online, Vi?" Ansell menawarkan saat mereka mengantar Viona keluar.
"Gue bareng Aldric," jawab Viona pelan. Senyumnya kali ini terkesan dipaksakan.
"Oh, gitu. Lo bawa helm cadangan, Al?"
"Bawa." Lelaki itu lalu menyerahkan jaket yang dikenakannya kepada Viona. Ansell langsung melirik ke arah Diandra untuk memastikan pemandangan di depan mereka. Namun, sepertinya gadis itu baik-baik saja.
Selesai acara, satu per satu di antara mereka berpamitan pulang. Ansell menawarkan diri untuk mengantar Diandra pulang, tetapi gadis itu menolak dan memilih ikut dengan mobil Melvin. Diandra beralasan ada perlu dengan Krystal. Ansell tidak mau ambil pusing, karena ia juga ingin segera pulang dan membagi potongan kue ulang tahunnya bersama sang ibu.
Ansell masih mengantuk saat Arini membangunkan dan memintanya segera mandi. Pikirannya masih belum terkumpul sempurna, tetapi tubuhnya langsung bereaksi ke kamar mandi dan melakukan aktivitas yang diminta sang ibu. Lagi pula, ini kan hari libur. Untuk apa Arini memintanya bangun pagi-pagi begini? Tumben sekali.
Selesai mandi, Ansell mencium aroma masakan ibunya yang membuat rasa laparnya memuncak. Rambut basahnya bahkan masih menetes-netes di lantai saat lelaki itu menarik kursi di ruang makan. Ansell melihat Arini meletakkan ayam goreng yang baru diangkat sebagai pelengkap menu sarapannya.
"Wah, nasi goreng cabe ijo." Ansell tersenyum senang sambil berusaha menyeka air yang menetes ke dagu dari rambutnya.
"Rambut kamu masih basah, Sel. Seka dulu sampai kering dong, Nak!" Lelaki itu hanya menyengir sambil mengambil piring dan menyendok nasi goreng kesukaannya.
"Ibu tumben bangunin aku pagi-pagi begini. Memangnya Ibu mau diantar ke mana sih?"
"Hmm, ada deh." Ansell mengerutkan keningnya sekaligus bertanya-tanya. Tidak biasanya sang ibu melemparkan teka-teki kepadanya seperti ini. Dan bodohnya ia bahkan tidak bisa menebaknya sedikitpun. "Sudah. Pokoknya kamu cepetan makannya terus rapi-rapi!" Setelah mengatakan itu, Arini masuk ke kamarnya meninggalkan Ansell yang masih berpikir keras.
Detik berubah menjadi menit, Arini muncul dari kamarnya dengan pakaian rapi sementara Ansell sedang duduk di ruang tamu. lelaki itu ternayata sudah rapi dengan pakaian kasual favoritnya. Kaus berwarna putih dan jins denim.
"Kamu sudah rapi." Arini berujar lalu menyerahkan kunci mobilnya kepada Ansell.
"Memangnya Ibu enggak kepengin gitu sekali-kali naik motor aku?" goda lelaki itu sambil menahan senyum.
"Duh, Sel, bisa sakit pinggang Ibu naik motor kamu. Ayo ah, keburu macet!" Keduanya berjalan menuju halaman depan.
Untuk sampai ke tempat tujuan, mereka membutuhkan waktu satu jam dua puluh menit. Ansell yang terbiasa mengendarai motor cukup emosi mengalami kepadatan kendaraan di tol tadi. Hal tersebut menjadi salah satu alasan, karena sampai saat ini ia belum ingin membeli kendaraan beroda empat.
Ansell menggandeng Arini menuju tempat yang diinginkan perempuan itu. Kendati belum mengerti kenapa sang ibu mengajaknya ke tempat tersebut, Ansell menahan diri untuk bertanya lebih banyak. Ia hanya tidak ingin Arini mengatakan kalau ia anak yang cerewet, karena tidak sabar menunggu penjelasan.
"Sana pilih yang kamu suka, Sel!" Ansell masih mencerna kata-kata sang ibu, meski begitu langkahnya membawa Ansell menuju rak pakaian laki-laki.
"Jadi, kita jauh-jauh ke sini cuma mau beli baju, Bu?"
"Ini bukan sekadar cuma beli baju, Sel. Kita kan, sudah lama enggak menghabiskan waktu berdua. Ibu lagi sibuk akhir-akhir ini, kamu pun begitu. Lagi pula, Ibu belum kasih kado ulang tahun buat kamu. Jadi, anggaplah ini sebagai hadiah dari Ibu, ya!"
"Hmm, oke deh. Ibu jangan menyesal lho, karena aku bakalan pilih yang paling mahal." Ansell bisa melihat sang ibu hanya tertawa sambil menepuk bahunya pelan. Ia kemudian memilih beberapa kemeja yang menarik perhatiannya. Arini ikut membantu Ansell mencari beberapa model kemeja di rak lainnya.
Ketika hendak mencari ibunya untuk menunjukkan baju pilihannya, Ansell mendengar suara yang amat familier di dekatnya. Ia mencari ke sumber suara dan benar saja gadis itu sedang berada di rak pakaian laki-laki. Ansell bahkan bisa mendengar suara gadis itu dengan jelas.
"Yang ini papa bakalan suka atau enggak, ya?"
"Setahu gue papa udah punya banyak warna itu, Vi. Cari yang lain deh!"
"Lo bantu cari juga dong, malah main game melulu."
Ansell memperhatikan dengan serius saat Viona berusaha menarik tangan lelaki di depannya agar bangkit dari tempat duduk. Ansell berniat kembali mencari sang ibu, tetapi Viona justru melihat ke arahnya. Ansell melihat gadis itu diam beberapa detik lalu berusaha tersenyum dan menyapa dirinya.
"Siapa, Vi?" tanya lelaki si samping Viona.
"Temen gue." Ansell akhirnya mendekati Viona agar bisa menyapa juga.
"Gue pacar Viona." Ansell memperhatikan dalam diam ketika tangan Viona begitu ringan menoyor kepala lelaki di sampingnya. Ia lalu menerima jabatan tangan lelaki itu dengan santai.
"Ini Vion. Abang gue," ralat Viona seolah tidak ingin membuat Ansell salah paham.
"Jangan-jangan lo yang bikin Viona nangis kemarin, ya. Soalnya, kalau bukan Aldric ya, siapa lagi kan?!"
"Jangan ngaco! Udah ah, mending kita ke toko sebelah, yuk! Kayaknya di sana warnanya lebih bervariasi deh! Gue duluan, Sel." Ansell hanya mengangguk ketika Viona berpamitan secara buru-buru sambil menarik lengan lelaki yang katanya sang kakak itu.
Ansell bahkan baru tahu kalau Viona mempunyai kakak laki-laki. Tadi lelaki itu mengatakan kalau Viona menangis karena dirinya. Ansell berusaha kembali mengingat kejadian saat bersama Viona. Ia memang lebih banyak tak acuh terhadap gadis itu. Apa karena hal itu Viona akhirnya menangis. Tidak mungkin, kan.
"Sejak kapan kamu suka bikin anak orang nangis, Sel?"
"Yah?" Ansell terkejut saat menyadari Arini sudah berdiri di belakangnya. Rupanya sang ibu mendengarkan obrolan singkatnya dengan Viona tadi. "Aku juga enggak ngerti, Bu, maksud kata-kata cowok tadi."
"Mungkin secara enggak sadar kamu pernah bikin perempuan tadi sakit hati. hati-hati, Sel! Ibu enggak mau ya, anak laki-laki Ibu menyakiti hati perempuan. Itu sama saja dengan kamu menyakiti hati Ibu, lho!"
Kata-kata Arini seolah menjadi nasihat keras untuknya. Ansell baru menyadari kalau selama ini sikapnya terhadap Viona kurang menyenangkan, tetapi sebaliknya gadis itu selalu baik kepadanya.
22 Agustus 2023
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top