Empat

BEBERAPA bulan lalu, saat Ikram menelepon dan mengatakan, "Sepertinya aku menemukan ayah kamu, Ca.", Yashica langsung berseluncur di internet untuk menindaklanjuti penemuan Ikram. Selama ini dia selalu gagal menemukan laki-laki yang membuat ibunya patah hati sampai meninggal karena persoalan nama. Nama yang tertulis di akta kelahiran Yasika sebagai ayah adalah R. Jati. Saat dimasukkan di mesin pencarian internet, tidak ada wajah yang cocok dengan nama itu. Yashica sangat hafal dengan wajah dalam foto-foto yang dipandangi ibunya dengan penuh kerinduan nyaris setiap hari ketika dia masih hidup.

Yashica tahu kalau perbedaan waktu lebih dari 20 tahun akan membuat banyak perubahan pada sosok itu, tapi dia yakin bisa mengenali wajah dalam foto itu dalam kondisi penuh kerutan sekalipun. Orang tidak akan melupakan wajah untuk dua alasan. Karena sangat mencintainya, atau sebaliknya, karena membencinya dengan segenap jiwa.

Benar saja, ketika Yashica membuka tautan yang dikirimkan Ikram, dia langsung mengenali laki-laki itu. Orang yang menjadi alasan dia dilahirkan di dunia. Yang juga mengirimkan ibunya ke liang kubur di usia yang masih sangat muda.

Yashica mungkin akan maklum jika artikel yang dibacanya menyebutkan bahwa laki-laki yang bernama lengkap Resmawan Jati Wardoyo itu adalah pengemis yang tertangkap razia satpol PP di jalan raya, karena dia bisa punya pembenaran bahwa laki-laki itu tidak kembali kepada perempuan yang menunggunya dengan setia karena malu tidak bisa memberikan kehidupan yang layak pada istri dan anak yang dicintainya.

Tapi sialnya, artikel itu malah menyanjung laki-laki bejat tersebut karena telah sukses membangun pabrik pupuknya menjadi salah satu yang terbesar di tanah air. Jumlah kekayaannya luar biasa. Hanya dengan membacanya, kemarahan Yashica lantas semakin berkobar. Bisa-bisanya ibunya digantung, ditinggalkan tanpa kepastian padahal laki-laki itu sangat sukses.

Setelah tahu nama lengkap laki-laki itu, Yashica menemukan lebih banyak artikel lagi tentang dirinya. Hanya saja, artikel-artikel itu hanya fokus pada kesuksesannya, tidak menyebutkan tentang keluarganya. Tidak ada foto yang menyertakan anak dan istrinya. Yashica yakin bahwa dia sudah menikah lagi. Laki-laki sukses tidak mungkin hidup melajang. Selain punya istri, dia mungkin punya banyak simpanan juga. Yang tidak diinginkannya hanyalah istri dan anak yang ditinggalkannya di kota lain.

Sekarang, setelah Yashica tahu bahwa laki-laki itu punya anak yang lebih tua dari dirinya, semua teori yang tersusun di kepalanya berantakan. Apakah ibunya bukan istri pertama, dan karena itulah dia ditinggalkan?

Teori baru ini terasa masuk akal mengingat Yashica tidak pernah menemukan akta nikah ibunya. Yang membuat Yashica yakin bahwa ibunya dan laki-laki itu menikah adalah foto-foto buram acara ijab kabul. Juga ucapan Tante Ilona yang konsisten menghujat laki-laki yang sudah menghancurkan hati sahabatnya.

"Aku harap dia membusuk di neraka karena sudah menelantarkan kalian," umpat Tante Ilona setiap kali Yashica menanyakan seperti apa laki-laki itu. "Kamu harus belajar dari pengalaman pahit ibumu, Ca. Jangan gampang tertarik pada wajah ganteng. Orang yang kelihatannya baik-baik seperti ayahmu ternyata bisa setega itu pada ibumu. Laki-laki itu dinilai dari kemampuannya bertanggung jawab dan menjaga keluarga, bukan hanya modal tampang dan isi celananya saja."

Kata-kata Tante Ilona terkesan vulgar setiap kali menyuntikkan kebencian, tapi Yashica memahaminya. Tante Ilona sudah bersahabat dengan ibunya sejak mereka masih kecil. Tante ilona juga yang membesarkan Yashica ketika ibunya berpulang. Wajar kalau kemarahannya membara dan menularkannya pada Yashica.

**

Aroma kopi yang wangi menguar di udara saat Ikram meletakkan dua cangkir di atas meja bar. Satu untuknya, dan satu untuk Yashica.

Kopi kental, tanpa gula. Yashica mengamati isi cangkirnya yang pekat. Minuman ini cocok untuk percakapan mereka malam ini. Panas dan pahit.

"Dia punya anak yang lebih tua daripada aku," kata Yashica tanpa basa-basi. Pandangannya tetap tertuju pada cangkir, mengamati uap panas yang melarikan diri dari dalam cangkir. "Kayaknya dia nikah siri sama Ibu, jadi emang gampang banget untuk pergi."

Ikram diam saja, tidak mengatakan apa-apa.

"Apa dia nggak punya hati nurani? Walaupun hanya nikah siri, tapi bisa-bisanya dia pergi begitu saja untuk melanjutkan kehidupan bahagianya dengan keluarganya." Yashica tertawa pahit. "Kamu jangan jadi laki-laki berengsek dan pengecut kayak gitu ya, Ram. Aku nggak akan mau kenal kamu lagi kalau kamu sampai mengkhianati Nenna."

"Kenapa jadi ke aku sih?" gerutu Ikram. "Kita lagi ngomongin ayah kamu. Lagian, aku nggak mungkin mengkhianati Nenna. Aku cinta banget sama dia. Kalau ada yang berkhianat di antara kami, kemungkinan besar itu Nenna. Dia ada di LA, tempat bule-bule ganteng se-Amerika berkumpul. Godaannya jauh lebih besar. Di sini aku seharian di kantor yang isinya hampir semua laki-laki. Ada sih perempuan, tapi udah ibu-ibu. Masa sih aku mau selingkuh sama istri orang yang umurnya jauh lebih tua daripada aku? Ada-ada aja!"

Yashica tersenyum masam. "Sori. Emosinya malah aku lemparin ke kamu."

"Orang yang emosian emang cenderung membabi buta sih," ujar Ikram maklum. "Jadi, kamu sudah ketemu anak ayahmu, kakakmu?"

Yashica mendelik. "Aku nggak punya kakak!"

"Kalau ayah kalian sama, mau diakui atau tidak, orang itu tetap saja kakak kamu," sambut Ikram santai. "Laki-laki atau perempuan?"

"Laki-laki. Dia direktur marketing di kantor." Yashica mendesis miris membayangkan pertemuan dengan laki-laki itu. "Aku ketemu dia di atap kantor. Dia pikir aku mau bunuh diri, sampai dia malah ngasih kartu nama psikiater. Temannya." Yashica mengangguk saat melihat alis Ikram terangkat. "Iya, tentu aja aku sudah cari tahu. Ada foto mereka berdua di Instagramnya."

"Instagram siapa, kakakmu atau psikiater itu?"

"Dua-duanya." Yashica enggan meralat lagi. Dia menyesap kopinya. Tidak sulit menemukan orang di internet kalau tahu nama lengkap dan wajah mereka. Internet pernah gagal menemukan cinta mati ibunya karena persoalan nama. Sakti Prawira Wardoyo dan Petra Gunawan sama seperti kebanyakan laki-laki dewasa lain yang menggunakan nama asli mereka di media sosial. Bagi mereka, media sosial bisa jadi sarana branding diri. Pengikut Petra Gunawan hampir satu juta orang. Selain sebagai seorang psikiater, tampaknya dia termasuk dalam golongan kaum influencer. Sakti Prawira Wardoyo tidak seaktif Petra. Pengikutnya tidak sampai tiga ribu lima ratusan orang. Unggahan terakhirnya sudah empat bulan lalu. Foto dirinya yang tersenyum lebar saart memamerkan ikan yang berhasil dipancingnya. Caption-nya pendek saja, "Big catch"

"Jadi, gimana rencanamu selanjutnya?" tanya Ikram lagi.

"Masih sama. Kamu pikir aku akan melepaskan dia begitu saja hanya karena tahu kalau ibuku mungkin saja adalah istri kedua yang dinikahi secara siri?" Yashica mendengus keras. "Tentu saja tidak! Maaf saja, tapi aku nggak sebaik hati itu."

"Kadang-kadang aku nyesal sudah ngasih tahu tentang ayah kamu." Ikram melirik Yashica dengan tatapan prihatin. "Kalau aku nggak kasih tahu, kamu nggak akan ada di Jakarta, mencuci piring dan gelas orang lain. Kamu bisa kerja di mana pun, tempat yang kamu mau. Kamu bisa ke Raja Ampat atau pedalaman Halmahera biar berasa liburan tiap hari. Atau kalau kamu nggak mau kerja, kamu bisa naik kapal pesiar keliling dunia biar uang dalam rekeningmu bisa berkurang. Atau kamu bisa ke Afrika, membantu orang-orang di sana. Sesekali, aku dan Nenna akan mengunjungimu. Lakukan apa saja, Ca, asal kamu bisa melupakan dendam dan amarahmu karena yang akan menderita dan sakit hati itu akhirnya hanya kamu sendiri. Bahagialah, Ca. Kamu butuh itu untuk dirimu sendiri."

Dagu Yashica bergetar. Beberapa butir air mata lantas meluncur turun di pipinya. Tetesan yang tidak lantas berhenti walaupun dia berulang kali menghapusnya dengan kasar.

"Aku butuh penutup ini, Ram. Aku benar-benar membutuhkannya. Di antara semua orang, seharusnya kamulah yang paling mengerti."

"Aku ngerti, Ca. Sangat ngerti. Aku minta kamu melupakan dendam karena ingin melihat kamu bahagia. Itu saja. Karena yang aku lihat, kamu semakin jauh dari kebahagiaan itu. Aku sedih, Ca. Aku berada di posisi ini, bisa kuliah dan akhirnya mendapatkan pekerjaan yang bagus karena bantuanmu. Rasanya nggak adil karena aku bisa merasakan kebahagiaan, tapi kamu tidak."

Yashica enggan melanjutkan percakapan. Dia buru-buru menghabiskan kopinya yang masih panas. Kerongkongannya protes, tapi dia tidak peduli. Setelah itu dia bangkit. "Aku pulang ya. Salam buat Nenna kalau kalian telponan."

Yashica mengawasi hujan yang turun sangat deras dalam perjalanan pulang ke apartemennya. Kaca taksi daring yang ditumpanginya tampak buram sehingga Yashica bisa melihat bayangannya sendiri.

Bahagia. Dia mengeja kata itu dalam hati. Dia pernah bahagia waktu kecil. Dia melompat kegirangan saat melihat ibunya menjemputnya di sekolah. Dia tertawa keras ketika dibolehkan memesan es krim sebanyak yang dia mau oleh ibunya.

Semakin besar, Yashica semakin menyadari jika ibunya tidak bahagia. Jadi bagaimana mungkin dia bisa bahagia kalau ibunya tidak? Bagaimana dia bisa tersenyum saat melihat ibunya mengawasi foto laki-laki yang meninggalkannya dengan raut sedih sambil mengusap air mata.

"Ayahmu akan pulang, Ca," kata ibunya yakin. Selalu begitu. "Dia pasti pulang. Dia sayang sama Ibu. Sayang banget."

Yashica kembali mengusap mata. Tidak lama lagi, setelah dia mendapatkan penutup yang dicarinya, dia akan melakukan apa yang dikatakan Ikram. Dia akan berkeliling dunia naik kapal pesiar, lalu memilih pedalaman Yahukimo atau salah satu wilayah yang menjadi sentra kemiskinan di Burundi dan membuat dirinya berguna di sana.

Dan saat itu, dia akan bahagia seperti yang diharapkan Ikram. Semoga.

**

Buat yang mau baca cepet, bisa ke Karyakarsa ya. Di sana udah tamat.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top