Dua Puluh Tiga

SAKTI menengadah saat menyadari jika Cellia tidak langsung meninggalkan ruangannya setelah meletakkan map berkas di atas mejanya. Tidak biasanya dia bertingkah seperti itu. Pasti ada yang ingin dia tanyakan.

"Ada apa, Mbak?" tanya Sakti. "Ada yang mau diomongin? Soal Aldrin?"

Cellia yang merasa diberi kesempatan langsung duduk di depan meja Sakti. "Bukan soal Aldrin. Dia baik-baik aja. Udah masuk sekolah juga. Aku mau nanyain gosip yang beredar. Katanya kamu sering jalan sama Yashica ya?"

Sakti melepas pulpennya. "Kata siapa?" Dia sudah berusaha meminimalisir kemungkinan beredarnya gosip dengan cara hanya keluar bersama Yashica setelah jam kantor berakhir. Biasanya Sakti yang menunggu Yashica karena jam kerja perempuan itu lebih lama darinya. Dan ketika jam kerja Yashica selesai, kebanyakan pegawai sudah pulang. Ternyata masih ada saja mata yang melihat. Memang sulit menghalau gosip karena berbagi informasi sudah menjadi sifat dasar manusia.

"Nggak penting aku dengar dari siapa. Intinya, kamu beneran sering ngajak Yashica keluar? Jangan macam-macam sama dia lho!" Nada Cellia langsung defensif. "Aku ngomong kayak gini bukan karena dia jadi guru les Aldrin aja, tapi karena dia baik banget. Orang sebaik dia nggak pantas kamu PHP-in!"

Sakti bersandar dan menggoyang-goyangkan kursinya. "Siapa bilang aku suka PHP perempuan? Aku nggak punya track record sebagai tukang PHP, dan nggak akan memulainya di umur segini, Mbak."

"Tapi kamu nggak mungkin serius sama Yashica!" tuduh Cellia.

"Kenapa Mbak mikir gitu?" Sakti menatap Cellia yang tidak menyembunyikan raut masam.

"Karena kalau kamu serius sama dia, kamu nggak akan melakukan apa yang sekarang kamu lakukan padanya. Kamu nggak akan menyembunyikan kalau kamu suka sama dia dari aku. Kamu udah kenalin Mazaya sama aku bahkan sebelum kalian resmi pacaran. Tapi kamu nggak bilang apa-apa tentang Yashica padahal kamu selalu menunggu dia pulang dan kalian pergi bersama. Nggak usah membantah karena info yang aku dapat valid banget! Kamu bukan tipe orang yang menyembunyikan ketertarikan kalau memang serius sama orang itu. Kamu nggak mau aku dan orang lain di kantor ini tahu kamu punya hubungan sama Yashica supaya lebih gampang mendepaknya setelah ketertarikan sesaat yang kamu rasakan hilang, kan? Kamu tahu kalau Yashica bukan perempuan yang suka bicara dan menggembar-gemborkan hubungan kalian yang entah apa namanya itu. Yashica bahkan nggak pernah tanya-tanya tentang kamu atau berusaha nunjukkin kalau ada sesuatu di antara kalian, padahal dia tahu kita keluarga dan hubungan kita sangat dekat. Kalau orang lain yang kamu dekatin, baru kamu kirimin pesan aja, seisi kantor akan heboh karena dia pasti pamer!"

"Astaga!" Sakti tidak menyangka Cellia akan melihatnya dengan pandangan senegatif itu hanya karena tidak diberi tahu tentang kedekatannya dengan Yashica. Meskipun begitu, Sakti menghargai kepedulian Cellia pada Yashica. "Aku nggak berniat mempermainkan Yashica kalau itu yang Mbak pikir. Lagian, menurutku, Yashica juga bukan orang yang bisa dipermainkan."

Ketegangan di wajah Cellia mengendur. "Kalau gitu, kenapa kamu menyembunyikan kalau kamu lagi dekat sama dia? Aku ngerti kalau kamu nggak mau orang lain di kantor tahu, karena gimanapun, seorang direktur marketing yang mendekati seorang OG pasti akan bikin orang bergosip. Kejadian kayak gitu kan biasanya hanya ada di drama Korea, film Hollywood, atau novel-novel yang jual kehaluan. Yang bikin aku curiga itu karena kamu juga nggak bilang-bilang sama aku."

Sakti tertawa kecil. "Apa juga yang mau dibilang-bilang kalau hubunganku sama Yashica masih sebatas teman. Masa aku harus laporan, 'Mbak, sekarang aku temenan sama Yashica.' Kalau kayak gitu malah aneh. Aku bukan anak TK yang harus laporin hal-hal remeh yang terjadi dalam hidupku setiap hari."

"Kamu bukan tipe orang yang akan mengajak teman perempuanmu keluar setiap hari karena kamu tahu mereka pasti akan berharap lebih. Perempuan paling bodoh sekalipun pasti tahu kalau laki-laki yang sering mengajak mereka keluar pasti nggak hanya mau berteman aja. Kamu suka sama Yashica, kan?" tembak Cellia langsung.

Sakti mengangguk. Dia tidak mungkin menampik. Cellia mengenalnya dengan baik. Sakti memang buka orang yang akan mendekati perempuan dengan gencar kalau tidak menyukainya. "Anehnya, aku suka. Padahal biasanya aku tertarik perempuan yang supel dan humoris, sedangkan Yashica orangnya serius, jarang memulai percakapan lebih dulu, dan kadang-kadang kikuk."

"Aku ngerti sih kenapa Yashica begitu," sambut Cellia. "Status sosial kan kalian berbeda, jadi dia pasti merasa inferior."

Sakti merasa sedikit bersalah karena tidak bisa memberi tahu Cellia tentang profesi Yashica sebenarnya. Dia sudah berjanji pada perempuan itu. Sakti tidak mungkin mengkhianati kepercayaan yang diberikan Yashica. Berbagi kepada Sakti pasti tidak mudah untuknya. Sakti harus menghargainya.

"Aku mengerti kenapa kamu suka Yashica. Aku kenal dia dengan baik karena kami nggak hanya berinteraksi di kantor, tapi juga di rumah saat dia datang ngajar Aldrin. Dia nggak banyak bicara, tapi sopan dan bisa membawa diri. Dengan kepribadian kayak gitu, aku bisa mengabaikan latar belakang sosial ekonominya. Tapi kalau kamu beneran serius mau deketin dia, kamu harus mikirin Ibu kamu. Dia memang nggak pernah mendiktekan kriteria calon menantu yang dia inginkan untuk kamu karena dia pikir kamu akan memilih perempuan yang juga akan disukainya. Kalau dia tahu kamu pacaran sama Yashica yang seorang OG, dia mungkin nggak akan nyuruh kamu putus, tapi dia pasti akan meminta kamu mempertimbangkan hubungan itu. Gimanapun, latar belakang yang berbeda akan membutuhkan penyesuaian."

"Masih terlalu dini untuk bicara tentang penerimaan Ibu, Mbak. Yashica juga belum tentu suka sama saya."

"Nggak usah sok merendah gitu." Cellia mencibir. "Mana ada perempuan yang akan nolak kamu? Yashica nggak mungkin beda."

"Bisa aja beda kalau dia udah punya pacar. Mungkin aja, kan?"

"Orang selalu berpendapat kalau perempuan selalu pakai perasaan saat memutuskan sesuatu, tapi sebenarnya perempuan itu jauh lebih realistis daripada laki-laki saat dihadapkan pada pilihan. Terutama ketika itu menyangkut pasangan hidup. Kalau Yashica beneran udah punya pacar, dia pasti akan membuat perbandingan antara kamu dan pacarnya. Dan aku yakin kamu akan memenangkan persaingan itu. Kalau kamu kalah cakep, kamu pasti menang di kategorid kemapanan, dan itu yang lebih penting untuk perempuan karena jaminan kestabilan ekonomi adalah poin yang nggak bisa ditawar. Cinta bisa memudar, tapi orang tetap akan membutuhkan uang selama masih bernapas. Jadi, kapan kamu akan nembak Yashica?" Berbeda dengan saat memulai percakapan, raut Cellia saat ini tampak semringah. Tampak jelas kalau dia menyukai Yashica.

"Tahu nggak, Mbak udah kayak wartawan infotainment," goda Sakti.

Cellia cemberut, tapi matanya tetap bersinar. "Anak orang jangan digantung lama-lama, kasihan. Cepetan kasih kepastian biar tidurnya lebih nyenyak setelah tahu dia nggak hanya dideketin terus ditinggalin karena perbedaan status sosial."

"Ini jam kantor lho, Mbak. Bukan saat yang tepat untuk seorang sekretaris ngajak bosnya bergosip."

Cellia semakin memayunkan bibirnya. "Iya, tahu, Bos. Jangan pelit info sama aku ya. Ingat, yang bisa bantuin kamu untuk meyakinkan ibu kamu kalau Yashica itu pasangan yang tepat buat kamu itu hanya aku!"

Sakti tersenyum lebar melihat Cellia beranjak enggan meninggalkan ruangannya. Sulit memisahkan Cellia dari rasa penasaran.

**

Kalau nggak suka ceritanya, di-skip aja ya. Nggak perlu ngatain kala tulisanku sampah seperti yang udah komen di cerita Melukis Asa kemarin. Kalau kalian nggak cocok dengan tulisan dan gaya bahasaku, berarti kalian bukan target pasar cerita-ceritaku.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top