Dua Puluh Dua
APARTEMEN Yashica tampak seperti apartemen sewaan yang baru dimasuki pada umumnya. Tidak ada sentuhan pribadi yang Sakti tangkap saat mengedarkan pandangan mengelilingi ruangan. Sepertinya Yashica tidak merasa perlu meletakkan foto diri atau pernak-pernik lain untuk menggambarkan kepribadiannya. Kesan bahwa apartemen ini hanya digunakan sebagai persinggahan terasa sangat kental.
"Kamu mau makan apa?" Sakti duduk di sofa, menyusul Yashica sebelum dipersilakan. Dia tidak perlu bersikap formal untuk mengikis jarak yang masih tersisa. Hubungan mereka toh sudah melampaui tahap basa basi setelah sering menghabiskan waktu bersama setelah pulang kantor. "Biar saya saja yang pesan."
"Sup ayam aja." Orang yang tidak enak badan biasanya kehilangan nafsu makan. Yashica mempertahankan skenario yang dimainkannya dengan memesan makanan ringan hangat berkuah bening yang minim bumbu.
Sakti mengutak-atik ponselnya beberapa saat. "Done. Makanannya udah saya pesan." Dia meletakkan ponselnya di atas meja. "Nggak minum obat dulu? Atau obatnya harus diminum setelah makan?"
"Oh iya, obatnya ada di kamar." Yashica akhirnya punya alasan untuk menghilang sejenak. Menghabiskan waktu bersama Sakti di restoran atau di dalam mobil berbeda dengan bersamanya di apartemen ini. Sakti tampak santai, tapi Yashica merasa canggung. Ternyata rencana tidak selalu seiring sejalan dengan kesiapan mental menjalankannya.
Sakti menahan lengan Yashica yang hendak bangkit. "Biar saya yang ambil. Kasih tahu aja di bagian mana obatnya kamu simpan."
"Saya bisa sendiri kok, Mas," tolak Yashica. Dia butuh berpindah tempat karena ruang tengah ini mendadak terasa sempit. "Saya hanya pening dikit aja, bukan sekarat," katanya mencoba bercanda. Penulis artikel di internet menyebutkan bahwa laki-laki menyukai perempuan yang pembawaannya santai dan suka bercanda. Tipe serius dan getir seperti dirinya tidak terlalu diminati karena menebarkan aura kelam dan tegang. "Sekalian mau ke kamar mandi."
Sakti kembali mengamati apartemen Yashica dengan saksama setelah si empunya tempat tinggal menghilang di dalam kamar. Di bawah meja, di bagian yang tadi tidak tertangkap matanya, dia melihat tumpukan buku. Tanpa ragu, Sakti memindahkan tumpukan itu ke atas meja. Dua buku berbau medis tampak sudah agak lecek karena sering dibaca, sementara dua buku lain tentang investasi masih tersegel rapi. Sakti membaca blurb buku itu. Ternyata Yashica tertarik pada investasi. Kelihatannya dia bukan pemula karena buku itu membahas tentang cryptocurrency. Pemula biasanya memilih jalur aman seperti reksadana untuk menjamin keselamatan uang mereka.
Sakti menunjukkan buku yang dipegangnya ketika Yashica akhirnya kembali setelah cukup lama berada di kamar. "Suka investasi juga?"
Yashica tersenyum tipis. "Hanya iseng, Mas. Sepertinya itu bacaan berat, makanya segelnya belum saya lepas. Entah apa yang saya pikirkan waktu membelinya."
"Pasti lebih berat membaca textbook kedokteran. Petra kelihatan seperti orang hangover setiap kali meriset untuk bikin jurnal. Padahal dia pintar banget."
"Semua orang pasti menganggap profesi yang digeluti orang lain sulit karena dasar ilmu yang dipelajari saat kuliah berbeda. Untuk Mas, investasi bukan hal rumit karena Mas belajar tentang hal itu dan dan bergelut di dunia bisnis."
"Investasi bisa dipelajari sendiri, atau kalau mau serius, bisa ikut kelasnya. Itu pun nggak menjamin seseorang akan langsung pro karena selalu ada risikonya. Tapi orang nggak bisa jadi dokter hanya dengan membaca buku atau menguliti internet, karena untuk jadi dokter perlu banyak praktik. Profesi dokter itu menuntut kesempurnaan karena sistem trial and error nggak berlaku di situ. Kesalahan bisa berimbas pada kehilangan nyawa pasien." Sakti tertawa saat melihat alis Yashica terangkat. "Saya hanya mengulangi kata-kata adik saya yang segera akan jadi dokter. Sori kalau kamu merasa dikuliahi tentang profesi kamu sendiri."
Meskipun tidak ingin Yashica akui, adik Sakti adalah adiknya juga. Mereka terhubung oleh garis darah yang diwariskan Resmawan Jati.
"Bagaimana rasanya punya adik?" Yashica tidak punya pengalaman berinteraksi dengan seseorang yang lebih muda darinya setiap hari. Dia tinggal bersama Ikram cukup lama bersama Tante Ilona, tapi Ikram sepantaran dengannya. Ikram adalah gambaran kakak yang selalu mengalah pada adiknya yang keras kepala. Keinginan Yashica jauh lebih penting dari apa yang dibutuhkan atau diinginkan Ikram.
Nenna mengatakan kalau punya adik itu sering kali menyebalkan karena adik adalah alasan mengapa dia tidak selalu mendapatkan apa yang dia inginkan karena pengeluaran keluarga harus dipikirkan secara matang untuk membiayai tiga orang anak, bukan hanya dirinya sendiri. Adik membuat Nenna sering kehilangan es krim yang disembunyikannya di balik tumpukan es batu di kulkas. Adik membuat barang-barang pribadinya berpindah kamar dan sudah rusak ketika dibutuhkan. Singkatnya, adik adalah ujian kesabaran dan alasan utama seorang kakak berubah dari seekor kucing anggora menjadi singa yang siap bertarung untuk mengamankan wilayah kekuasaannya.
"Adik-adik saya bukan tipe pemberontak." Senyum Sakti terbit membayangkan kedua adiknya. "Mereka tipe rumahan yang setelah sekolah lebih suka pulang ke rumah daripada nongkrong, jadi ya, gampang banget untuk jadi kakak mereka."
"Nggak ada sibling rivalry?" Yashica mencoba membandingkan pengalaman Sakti dan Nenna sebagai kakak.
"Antara saya dan adik-adik saya?" Sakti balik bertanya dan segera menggeleng sebelum Yashica menjawab. "Sama sekali nggak ada. Mungkin karena jarak umur antara saya dan adik-adik saya cukup jauh. Saya sudah SD ketika adik saya yang pertama lahir. Saya ingat banget karena waktu dia lahir, sopir yang menjemput saya di sekolah langsung ngantar ke rumah sakit tempat Ibu melahirkan."
Yashica bisa membayangkan peristiwa itu. Senyum ibu Sakti pasti tidak lepas dari bibirnya. Dia melahirkan didampingi suami tercinta. Lalu anak lelaki kesayangannya melompat-lompat kegirangan menyambut kehadiran adik barunya di dunia. What a happy family! Sementara ibu Yashica harus berjuang sendiri di ruang persalinan dan disambut kekecewaan ayahnya karena tidak diberi cucu laki-laki sebagai pewaris dinasti perkebunan tembakau terluas di pulau Jawa.
"Pasti menyenangkan punya saudara yang hubungannya dekat banget." Yashica mencoba menghalau gambaran yang bermain di benaknya. Dia tidak ingin terlihat muram dan sinis di mata Sakti.
Sakti bisa menangkap senyum Yashica yang dipaksakan, jadi dia buru-buru menutup percakapan tentang keluarganya. "Setiap kali ngomongin keluarga, saya selalu terkesan menyombongkan keluarga saya. Kita ngobrolin hal lain aja ya? Gimana sakit kepala kamu?"
Tentu saja Yashica tidak akan membiarkan Sakti mengalihkan topik keluarga dengan mudah. "Saya suka mendengar cerita tentang keluarga orang lain. Terutama versi keluarga ideal karena saya nggak pernah punya pengalaman itu. Ayah saya menghilang sejak ibu saya hamil. Saya kemudian dibesarkan sebagai anak tunggal dari ibu yang patah hati. Waktu itu, pasti menyenangkan kalau saya punya saudara yang dekat banget karena kami bisa berbagi perasaan tentang kesedihan dan harapan-harapan kami."
Sakti teringat ekspresi Yashica sebelum mereka mulai dekat seperti sekarang. Waktu itu Yashica terkesan sangat dingin. Cara dia dibesarkan pasti sangat mempengaruhi perkembangan kepribadiannya.
"Mungkin apa yang saya bilang ini klise, tapi menurut saya, ketika kita tumbuh dalam keluarga yang tidak ideal, maka kecenderungan membentuk keluarga ideal versi kita sendiri akan semakin kuat, karena kita nggak mau anak-anak kita merasakan apa yang kita alami dulu."
Yashica kembali mengulas senyum. "Itu kalimat yang cocok untuk saya karena Mas nggak punya kenangan masa kecil yang menyedihkan. Mas tumbuh dalam keluarga yang sangat harmonis."
"Nggak juga, sebenarnya saya...." Sakti menggeleng dan memilih menelan kata-kata yang menggantung di leher. Belum saatnya menceritakan hal sepribadi itu pada Yashica."Nggak apa-apa. Saya memang beruntung."
**
Yang mau baca cepet bisa ke Karyakarsa ya, jangan minta fast update di sini karena jadwalnya emang hanya sekali seminggu aja. Dan yang pengin nanya dan dijawab cepet, bisa DM ke Instagram @titisanaria karena saya aktif di IG dan Hanya sesekali buka Wattpad, jadi nggak bisa fast respons di sini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top