Dua Belas
SAKTI menghampiri Yashica yang sedang membersihkan meja Cellia yang sudah pulang. Sakti sengaja menyuruhnya pulang duluan. Dia tidak ingin memberi penjelasan panjang lebar kepada kakak sepupunya itu saat melihatnya berinteraksi dengan Yashica.
Cellia sangat kompeten dalam bekerja, tapi sama dengan perempuan lain, Cellia juga suka bergosip. Sakti tidak mau diinterogasi ibunya karena laporan Cellia yang mengatakan bahwa dia menaruh perhatian pada seorang office girl. Tidak masalah kalau benar, tapi yang terjadi sekarang kan tidak seperti itu.
"Kalau kamu sudah selesai, kasih tahu saya ya. Kita pulang sama-sama." Sakti baru memikirkan hal ini tadi siang, ketika mendengar percakapan antara Yashica dan Cellia. Dia menemukan celah untuk menyelinap masuk dan memecahkan teka teki yang ditebar Yashica.
"Maaf, Pak...?" sorot mata Yashica langsung waspada. Pundaknya seketika tegak.
"Ada yang mau saya bicarakan, tapi karena itu bukan urusan kantor, jadi sebaiknya kita obrolin di luar kantor saja." Sakti tentu saja bisa memindai keberatan Yashica. "Jangan berpikir yang tidak-tidak. Saya nggak bermaksud kurang ajar. Saya juga nggak tertarik sama kamu. Kita hanya melanjutkan percakapan tentang Aldrin tadi siang."
Kalimat Sakti membuat Yashica lega. Laki-laki itu mendekatinya karena penasaran, bukan karena tertarik padanya. Dia mengatakannya dengan gamblang karena tidak mau Yashica salah paham dan berharap. Yashica menyumpah dalam hati. Siapa juga yang akan tertarik pada anak dari laki-laki yang dibencinya sepenuh hati? Orang yang memiliki garis darah yang sama. Kemungkinan seperti itu terlalu menjijikkan untuk dibayangkan sekalipun.
"Tentang Aldrin, anak Bu Cellia?" ulang Yashica. Ajakan itu sebenarnya membuat Yashica merasa semakin dekat dengan tujuannya. Tapi dia tidak boleh langsung menerimanya. Penolakan akan membuat Sakti makin penasaran. "Kenapa nggak dibicarakan di sini saja, Pak?"
"Karena sekarang sudah waktunya pulang dan saya sudah lapar banget. Tadi siang saya nggak makan berat. Kita makan sambil ngobrol. Saya biasanya berhasil mendapatkan apa yang saya inginkan saat negosiasi di meja makan."
Yashica tidak membantah lagi, khawatir Sakti benar-benar menerima penolakannya. Dia tidak ingin melewatkan kesempatan untuk perlahan menyusup masuk dalam keluarga laki-laki keparat yang sudah meninggalkan ibunya. Pelan-pelan, Yashica akan mencari tahu bagaimana orang itu melalui sudut pandang anak kesayangan yang dipeluk dan dirawatnya sejak lahir. Semua itu akan menjadi tambahan bahan bakar untuk kemarahan yang akan Yashica tumpahkan ketika akhirnya bertemu laki-laki itu.
Sakti mengajak Yashica ke Robot & Co di Pasific Place Mall yang dekat dari kantor mereka. Sengaja, tentu saja. Bukan hendak mempermalukan Yashica dengan table manner, tapi untuk membuktikan bahwa Yashica memang terbiasa di tempat seperti itu. Ini adalah kesempatan untuk membuktikan bahwa asumsinya benar.
"Kalau begitu, saya pesan steak aja untuk kita berdua," kata Sakti saat Yashica menggeleng ketika dia menyodorkan menu. Ternyata tidak mudah menjebak perempuan itu. Tadinya Sakti berharap Yashica akan memesan makanan sesuai dengan keinginannya. Sayangnya Yashica ternyata lebih lihai dan memilih terlihat polos seperti orang kikuk yang tidak terbiasa berada di restoran mewah. Atau mungkin dia hanya ingin membuat kesan baik seperti layaknya seorang bawahan yang diajak makan atasannya. Entahlah, Sakti tidak bisa memutuskan mana dari kedua dugaannya itu yang mendekati kebenaran.
"Saya dan Mbak Cellia itu sepupu," mulai Sakti setelah pelayan yang mencatat pesanan mereka meninggalkan meja. "Kakek saya dan Nenek Mbak Cellia bersaudara."
Itu fakta menarik. Yashica ingin tahu apakah kakek yang dimaksud Sakti berasal dari ayah atau ibunya, tapi pertanyaan itu tidak relevan untuk percakapan ini, jadi dia diam saja.
"Walaupun bukan sepupu sekali, tapi hubungan kami sangat dekat," lanjut Sakti.
Hebat sekali, pikir Yashica. Orang yang bisa mendidik anaknya untuk dekat dengan keluarga besarnya adalah orang yang sama dengan yang mengabaikan anak kandungnya sendiri. Suami bunya itu jelas punya standar ganda dalam menilai sesuatu.
"Mbak Cellia adalah single mother yang berusaha menjalankan peran sebagai seorang ibu dan wanita karier dengan seimbang. Tidak selalu berhasil, tapi sebisa mungkin dia mencoba memenuhi semua kebutuhan Aldrin." Sakti menjeda kalimatnya untuk meyakinkan jika Yashica yang sedari tadi diam saja menyimak kata-katanya. Sepertinya begitu, jadi dia melanjutkan. "Sekarang Aldrin butuh seorang guru les, dan menurut Mbak Cellia, kamu bisa mengisi tempat itu."
"Saya hanya suka matematika, tapi tidak kompeten memberikan les, Pak," Yashica akhirnya membuka suara. "Yang seharusnya memberi anak Bu Cellia les adalah orang yang punya dasar ilmu matematika yang mumpuni dan punya gelar akademis untuk itu. Saya tidak punya itu."
"Aldrin nggak butuh les formal yang harus dibuktikan dengan setifikat kok. Kamu hanya perlu membantunya belajar. Itu aja sih yang sebenarnya diharapkan Mbak Cellia."
Sebenarnya, semakin Yashica pikirkan, ide itu semakin menarik. Bu Cellia adalah sepupu Sakti. Itu artinya, sumber informasi Yashica tentang laki-laki yang dikejarnya ke Jakarta ini akan semakin bertambah. Memang belum pasti kalau Bu Cellia punya hubungan darah dengan laki-laki itu karena Bu Cellia mungkin saja keluarga dari pihak ibu Sakti. Tapi hubungan mereka dekat, jadi Bu Cellia pasti tahu banyak hal tentang laki-laki yang menjadi obsesi Yashica.
"Saya harus memikirkannya dulu, Pak." Yashica akhirnya membuat keputusan, tetapi tidak mau terlihat bimbang dalam waktu sekejap mata. "Saya juga harus membicarakannya dengan teman saya."
"Mbak Cellia akan kasih kamu gaji yang bagus," desak Sakti.
"Itu akan masuk dalam pertimbangan saya." Seorang office girl harus terlihat menyukai tambahan penghasilan, jadi Yashica melanjutkan, "Saya memang perlu uang tambahan. Tapi kalau hanya untuk membicarakan hal ini, kita bisa melakukannya di kantor, Pak."
Sakti berdeham. "Ada hal lain yang saya ingin bicarakan. Saya nggak mau ikut campur urusan pribadi kamu, tapi sebaiknya kamu kembali ke tempat Petra."
"Mungkin nanti, Pak." Membantah berarti memperpanjang pembahasan tentang dr. Petra. Meskipun tidak mengatakan kebohongan apa pun, setelah memikirkan kembali kunjungannya ke tempat praktik dr. Petra dan membahasnya dengan Ikram, Yashica merasa sedikit bersalah. Mengunjungi dr. Petra berarti mengakui kalau dia punya masalah kejiwaan. Itu tidak etis.
Sekarang Yashica menyadari jika obsesinya terhadap seorang laki-laki ternyata bisa melibatkan banyak orang yang tidak tak tahu apa-apa dan tak punya hubungan dengan dendam itu. Dr. Petra dan Aldrin, anak Bu Cellia, contohnya. Secara tidak langsung, Yashica menggunakan mereka sebagai alat untuk menjangkau orang yang ditujunya.
Yashica tidak pernah melihat dirinya seperti sekarang. Selama ini dia berpikir bahwa meskipun dia memiliki banyak kekurangan, tetapi dia baik. Ternyata dia salah. Dia jahat. Dia sama saja dengan semua pemeran antagonis di film-film. Orang yang akan melakukan apa pun untuk mencapai tujuannya.
Sakti mengawasi Yashica yang menyantap hidangannya dengan tenang dalam diam. Sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu sehingga Sakti tidak mengajaknya ngobrol lagi. Apa pun yang sedang berenang dalam benak Yashica, hal itu jelas membuat penyamarannya kendur. Sakti bisa melihatnya dengan jelas. Yashica memang tidak terlihat menikmati makanannya. Gesturnya juga jauh dari nyaman. Tapi dia jelas tahu table manner dan tidak terintimidasi dengan jenis makanan yang dipesan Sakti untuk mereka.
Setelah keluar dari restoran, Yashica berkeras memisahkan diri untuk pulang sendiri, tapi Sakti akhirnya berhasil memenangkan perdebatan dan menggiring perempuan itu kembali masuk mobilnya.
Sakti tidak terkejut ketika Yashica menyebutkan alamat yang berbeda dengan STC, tapi dia mengikuti permainan Yashica. Memecahkan sebuah kasus tidak pernah mudah. Agatha Christie butuh lebih dari dua ratus lembar halaman untuk melakukannya. Semua detektif butuh kesabaran.
"Kamu tinggal di situ?" tanya Sakti seolah tidak tahu.
"Tidak, Pak. Saya numpang sementara sama saudara saya sambil mencari tempat kos yang sesuai dengan bujet saya."
"Kenapa nggak tinggal sama orangtua kamu?" pancing Sakti.
"Orangtua saya sudah meninggal, Pak."
"Oohh... maaf."
"Nggak apa-apa. Sudah lama banget."
"Pasti sulit hidup tanpa orangtua."
Yashica memilih diam. Suasana hening itu bertahan sampai mereka tiba di tempat tujuan.
"Terima kasih, Pak. Maaf merepotkan." Yashica melompat turun dari mobil Sakti begitu kendaraan itu berhenti di depan gedung apartemen yang disebutkan perempuan itu sebagai tempat tinggalnya. Yashica bergegas menuju gedung apartemen.
Sakti menatap gedung apartemen sederhana yang kelasnya jauh dari STC itu, meskipun masih tak terjangkau untuk gaji office girl baru yang nilainya hanya sedikit di atas UMR. Dia lalu memutar mobilnya dan menjauh dari tempat dia menurunkan Yashica. Di tempat yang dirasa aman, Sakti menghentikan mobil dan diam menunggu. Tidak lama, sebuah mobil kemudian berhenti di depan apartemen. Sakti melihat muncul Yashica dari arah apartemen dan memasuki mobil itu.
Sakti menyeringai. Kejadiannya sama persis dengan skenario yang ada dalam kepalanya. Meskipun sudah tahu arah kendaraan yang dibuntutinya, Sakti tetap mengikutinya dengan sabar. Ketika akhirnya mobil di depannya berbelok masuk STC, Sakti melanjutkan perjalanan pulang ke rumahnya sendiri.
Tahap pertama rencananya berjalan mulus. Tidak mudah, tetapi juga tidak sulit. Dia berhasil mendekati Yashica. Kepingan puzzle-nya memang masih berantakan dan membingungkan, tapi ketika sebuah kotak puzzle sudah dibuka, orang tidak punya pilihan kecuali memainkannya sampai gambarnya terpasang sempurna.
**
Untuk yang pengin baca cepet, bisa ke Karakarsa ya. Di sana udah lama tamat. Tengkiuuu
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top