Gara-gara Cinta Belum Kelar || 02

Perbincanganya dengan Arka beberapa waktu lalu, kini menjadi beban pikiran bagi Asya. Perempuan 25 tahun tersebut bahkan tidak dapat tidur dengan nyenyak karena memikirkan laki-laki itu.

Keluh kesah yang Arka sampaikan membuat Asya merasa sakit hati.  Ia pikir semuanya perlahan-lahan akan membaik. Nyatanya, meski bertahun-tahun telah berlalu, Arka masih belum diterima di tempat tinggalnya.

Masyarakat sekitar masih menunjukkan ketidaknyamanannya akan kehadiran Arka. Ibu-ibu di sana kerap kali bergunjing, menyindir, hingga membandingkan Arka dengan Raka.  Beberapa orang bahkan terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya, terlebih setelah Arka membuka usaha sendiri setelah tiga tahun bekerja di tempat Om Japra.

Sebenarnya, bisa saja Arka memilih pindah dan mencari tempat tinggal lain di Jakarta. Namun, rumah peninggalan sang ibu dan bengkel yang berdiri dari modal yang diberikan Raka selalu menjadi alasan Arka untuk menetap di sana, padahal  Raka sama sekali tidak keberatan bila kakaknya melepas itu semua. 

Memikirkan soal Arka membuat Asya menjadi pusing sendiri, perempuan asal Sulawesi itu pun menghela napas panjang guna menenangkan diri.  Sungguh, ia bingung harus bagaimana untuk membantu Arka saat ini.

Asya yang selama ini menjadi tempat Arka menumpahkan segala keluh kesahnya, sangatlah memahami perasaan laki-laki itu. Asya pun pernah merasakannya saat menetap di sana, beruntung Raka mengambil keputusan untuk pindah. Jika tidak, Asya tidak tahu akan seperti apa keadaan mentalnya sekarang.

Sesuai dengan saran dari Tante Leni, Raka dan Asya memilih pindah ke Bandung, menyusul Tante Leni dan Tian setelah beberapa bulan menikah. Keduanya tentu ingin memulai hidup yang baru dan menjauhkan anak mereka dari makian orang-orang yang bisa saja memberikan dampak buruk mental Raska nantinya.

Sebagai orang tua, tentu mereka ingin yang terbaik untuk anaknya. Mereka ingin melindungi sang buah hati bagaimana pun caranya, termasuk memberikan lingkungan yang baik untuk anaknya berkembang. Tanpa harus tahu apa yang terjadi di masa lalu orang tuanya.

Di sini, tidak ada yang mengetahui tentang masa lalu mereka sehingga semuanya menerima dengan baik.  Para tetangga hanya mengetahui bila Asya dan Raka adalah pasangan muda yang diberkahi anak menggemaskan. Warga sekitar pun tidak keberatan dengan kehadiran Arka yang mereka ketahui hanyalah paman dari Raska, dan memaklumi panggilan Papa yang Raska sematkan pada laki-laki itu.

Tidak tahan dengan pikirannya yang kacau, Asya pun memilih untuk mendiskusikan hal ini dengan Raka. Berharap laki-laki berkacamata itu akan kembali membujuk Arka untuk meninggalkan Jakarta dan tinggal di sini. Lagi pula, Raka pasti tidak akan keberatan jika Arka tinggal bersama mereka.

"Raka," ucap Asya pelan. Mengalihkan fokusnya dari wortel yang berada di atas talenan, lalu menaruh pisau di sampingnya.

Asya kini menatap sepenuhnya laki-laki berkacamata sampingnya. Sejak beberapa saat lalu keduanya memang berada di dapur untuk menyiapkan sarapan, tetapi baru sekarang Asya memulai percakapan dengan suaminya.  Sejak tadi pun Raka hanya diam.

"Sya, kurasa kita harus paksa Arka buat tinggal di sini."

Asya yang baru saja akan mengatakan hal yang sama tentu terkejut.  Mendadak ia tidak tahu harus berkata apa, bahkan harus bereaksi bagaimana. Perempuan itu hanya dapat diam sambil mendengarkan apa yang Raka katakan.

"Om Japra bilang nggak ada yang berubah dari orang-orang sekitar, meski telah bertahun-tahun. Mereka masih memperlakukan Arka seperti orang paling berdosa dan tidak pantas untuk ada di sana." Raka menghela napas kasar,  mengingat kembali percakapannya dengan Om Japra beberapa waktu lalu.

Raka tidak habis pikir dengan sikap orang-orang di sana. Jika mereka dapat menerimanya dengan baik, lantas mengapa perlakuan terhadap Arka berbeda? 

Lagi pula, kesalahan Arka saat itu harusnya telah perlahan dilupakan. Masalah yang terjadi dulu semestinya telah selesai. Arka juga tidak merugikan mereka sama sekali, tetapi mengapa sampai sekarang dia diperlakukan seperti itu?

"Aku nggak tahan, Sya, melihat Arka harus bertahan di sana. Lagi pula, rumah ibu bisa ditinggalkan,  kita hanya perlu melihatnya sesekali. Bengkel juga tidak apa-apa kalau memang harus ditutup," kata Raka yang sambil menatap Asya yang sejak tadi hanya diam dan mendengarkannya.

Perlahan Raka kemudian menggenggam kedua tangan istrinya, menatap perempuan cantik itu begitu dalam. "Kamu nggak keberatan kalau Arka tinggal sama kita, kan?"

Sejak semalam Raka telah memikirkan hal ini. Melihat reaksi Arka saat menjawab pertanyaannya membuat Raka tidak tahan lagi. Tidak ingin Arka semakin tersiksa, Raka pun memilih untuk mengambil keputusan ini.  Namun, ia tidak dapat bertindak lebih jauh tanpa persetujuan Asya.  Sebab, Raka tidak ingin Asya merasa tidak nyaman.

"Aku sama sekali tidak keberatan. Memang seharusnya Arka juga tinggal bersama kita. Jakarta terlalu menyakitkan," jawab Asya yang kembali mengingat hal-hal menyakitkan yang pernah terjadi di sana.

Walau sebenarnya, Jakarta tidak akan semenyakitkan itu jika ia tidak melakukan kesalahan. Andai dirinya maupun Arka dapat menahan diri, mungkin Jakarta tidak akan menjadi begitu kejam.  Bila saja saat itu tidak pernah terjadi,  tentu baik dirinya,  Arka,  ataupun Raka tidak akan melarikan diri dari sana.

Mengingat kembali kesalahannya beberapa tahun silam, Asya kembali merasa sesak hingga tak kuasa menahan air matanya. Hidupnya juga kehidupan saudara kembar itu pasti akan baik-baik saja. Sayang,  apa yang sudah terjadi tidak dapat ia ulang untuk diperbaiki.

"Tidak apa-apa, bukan salahmu."

Asya sempat terkejut saat Raka memeluk sambil mengusap belakang kepalanya. Perlahan-lahan ia pun merasa nyaman dan membalasnya.  Memeluk erat Raka yang selalu membuatnya nyaman dan menghilangkan beban.

Padahal, sebelumnya Asya sempat ragu, takut Raka justru merasa janggal kalau dia yang meminta Arka untuk tinggal bersama mereka.  Namun, untung ada saja Raka memutuskan itu lebih dulu, sehingga ia tidak harus memutar otak untuk mencari alasan agar Raka memaksa Arka menetap di sini.

"Terima kasih, Raka." Asya berucap pelan sambil mengeratkan pelukannya. 

Tidak ada jawaban dari Raka, laki-laki itu hanya tersenyum lalu mencium kepala sang istri dengan penuh perasaan. Ia mencintai Asya lebih dari apa pun, perasaannya semakin dalam setiap harinya. Jadi, ia akan selalu memikirkan kenyamanan Asya.  Kini, Raka sangat bersyukur karena hubungan Arka dan Asya semakin membaik.

Untuk beberapa saat Raka dan Asya masih tetap dalam posisi saling mendekap satu sama lain, hingga tak menyadari dua orang yang berdiri di ambang pintu dapur. Arka dengan cepat menutup mata Raska yang belum pantas melihat adegan yang tersebut, lalu membawa sang putra kembali ke teras belakang.

"Kalian terlihat begitu bahagia."  Arka berucap dengan pelan setelah kembali ke teras belakang.

Bohong bila Arka baik-baik saja melihat kemesraan mereka. Meski telah bertahun-tahun,  ia masih belum dapat terbiasa melihat perempuan yang dicintainya bersama sang adik. Hatinya selalu sakit saat melihat itu, tetapi ia bisa apa selain memendam rasa sakit tersebut?

___

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top