Bab 7

Pagi ini, ketiganya sedang makan di meja sarapan. Pak Aron sedang menemani Anna untuk berbelanja pakaian. Karena itu, mereka sedang dilayani oleh pelayan lain.

Saat makan Rio bertanya, "aku kaget kamu akrab sekali dengan Pak Aron."

"Iya, seolah - olah kalian sudah kenal lama, padahal dari reaksi awal saja ketahuan baru bertemu," sambung Rin.

Ruto mengunyah ayam goreng dengan santai, mengabaikan pertanyaan dari kedua temannya dan membuat mereka kesal.

"Ruto, seenak itukah ayam itu?" tanya Rio. Rin menatap datar ke Rio yang ditanggapi dengan tawa kecil. "Apakah kamu masih marah?" lanjut Rio.

"Hm? Marah? Marah kenapa?"

"Kamu tidak mau menjawab pertanyaan. Kupikir karena kejadian di bus kemarin."

"Memangnya kita naik bus?" tanya Ruto. Rin dan Rio kaget.

"Iya, kita menaiki bus hingga setengah perjalanan. Baru setelahnya bus itu mengalami kendala dan kita dijemput oleh Pak Aron."

"Oh ya? Aku tidak ingat."

Saat Rio bingung mau menjelaskan bagaimana lagi, dia menoleh ke arah Rin yang memanggilnya. Rin berbisik, "kita lupa Ruto suka melupakan dan mengabaikan hal buruk yang dia alami."

Rio teringat, "benar juga, lalu kenapa dia masih marah?"

Rin berpikir, "um ... mungkin karena ayam?"

"Hah? Ayam?"

Dari belakang Ruto memegang pundak keduanya, "kenapa ayam?"

"Huah!" mereka berdua kaget. Ruto semakin heran. "Oh iya, aku sudah memikirkannya!"

Rin dan Rio saling menatap. Sambil Rin bersiap - siap, Rio bertanya. "Memikirkan apa?"

"Ayo kita jalan - jalan ke gedung pusat! Kebetulan kita lagi di ibukota!"

"... oke," jawab Rio. Rin mengembalikan konsol game ke dalam sakunya. Rio melanjutkan, "tapi biayanya dari mana?"

"Iya, tidak mungkin 'kan kita merepotkan Anna lagi," jawab Rin.

Ruto terkekeh, "sebenarnya aku menang undian kemarin. Hehe, jadi kita bisa jalan - jalan sepuasnya!"

Mendengar kata undian Rin dan Rio merengut. Rio bicara, "Ruto, kamu tahu undian itu tidak baik, 'kan?" Rin melanjutkan, "berapa banyak uang yang sudah kamu keluarkan?"

"Gratis."

Mereka berdua terdiam. "... gratis?!"

"Yap, gratis."

Rio terheran - heran, "bagaimana caranya?"

"Ini undian dari pemerintah khusus untuk para peserta lomba. Aku menang, walau hadiah no. 7, sih."

Rin bertanya, "memangnya ada berapa hadiah? Dan sebenarnya berapa banyak peserta yang ikut?"

Ruto mengingat - ingat sebentar. "Hadiahnya ada 10 ... pesertanya ada 322 yang ikut undian, yang tidak ikut 117. Totalnya ada 439 orang!"

Rin berusaha menahan kaget, sementara Rio malah takjub. "Woah ... lalu hadiah jalan - jalan apa yang kita dapatkan?"

"Gratis memakai seluruh fasilitas pemerintah."

"...."

Sepertinya mereka berdua kecewa. Ruto lanjut menjelaskan, "fasilitas pemerintah, bukan fasilitas umum. Termasuk transportasi, alat komunikasi, tiket masuk dan tempat wisata yang dikelola oleh pemerintah."

Rin bernafas lega, "maaf, aku agak shock. Kukira fasilitas pemerintah itu juga fasilitas umum tadi."

Setelah diam sesaat Rio kembali bertanya, "berapa banyak orang yang bisa ikut?"

"Di kuponnya bertuliskan 5 orang. Kita hanya perlu satu orang lagi."

"Bagaimana dengan Pak Aron? Selain dekat dengan Anna, dia juga bisa menjaga kita 'kan?" usul Rio.

Rin menjawab, "Pak Aron pasti sibuk mengurus rumah. Kelihatannya dia belum menyelesaikan beberapa tugas sebab dia bersiap untuk menyambut kita kemarin."

"Tapi Pak Aron juga butuh istirahat," balas Rio.

"Iya sih ...."

Ruto kembali berbicara. "Aku sudah menawari Pak Aron kemarin, tetapi dia menolak. Alasannya sama seperti yang dikatakan Rin."

"Yah ...," Rio kecewa. Rin membalas dengan pertanyasn, "jadi bagaimana? Biarkan saja slot itu kosong?"

Ruto mengangguk. "Siapa tahu Pak Aron berubah pikiran, kita perbolehkan dia untuk bergabung."

"Hm ... ide bagus," ucap gadis kecil di belakang mereka.

"Eh?" Rin terkejut, "sudah pulang? Secepat ini?"

Anna tertawa kecil, "aku bukan gadis yang menghabiskan waktu lama untuk berbelanja~ instingku hebat!"

"Wah, berarti Anna tidak akan tumbuh menjadi gadis yang merepotkan seperti Rin!"

Tatapan kesal diarahkan oleh Rin kepada Rio. Rio tertawa kecil, dia agak takut. "Hehe ...."

Di sisi lain Ruto menatap datar ke arah Pak Aron namun terlihat berharap. "Aman 'kan, Pak?"

"Maafkan saya, saya sudah berusaha sebaik mungkin," ucap Pak Aron menghela nafas.

Rin dan Rio bingung apa maksudnya.

Ruto menjelaskan, "Anna, dia ...," mereka menoleh ke arah Anna yang sedang mengeluarkan pakaian dari kantong belanjaan. Rin dan Rio terkejut, "... suka membeli pakaian laki - laki."

Anna memperlihatkan jaket jeans, "kak, kak, lihat ini! Keren sekali!"

Di suasana absurd itu, Pak Aron memotong. "Maafkan saya, tapi pertama - tama bisakah tuan - nona menghabiskan makanan? Tolong hargai setiap masakan dari para pelayan kami."

Mereka bertiga kaget. "Baik, segera kami santap!"

Pak Aron dan para pelayan tersenyum. Anna tertawa dan ikut duduk untuk memakan sarapannya. "Selamat makan~ !"

Ruto berteriak, "Rin, salah! Auh! Tanganku!"

***

Usai makan, mereka melihat berita di televisi. Rin berdiri saat melihat kendaraan dalam berita. "Itu 'kan bus yang kita tumpangi kemarin!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top