GAME 04





Joss tertawa melihat sosok Metawin yang sungguh begitu manis dihadapannya. "Ayo kita berkencan!"

Sebab yang Joss tahu mereka masing-masing telah mengerti untuk apa pertemuan ini diadakan, mengapa kedua orangtua mereka ingin keduanya lebih dekat sebelum mereka resmi di tunangkan. Mereka tahu, maka dengan ini Joss hanya perlu memastikan sampai di mana kepasrahan dari seorang Metawin untuk menerima perjodohan yang tengah membelit mereka.

Dia, Win Metawin. Dia hanyalah seorang pemuda yang belum lulus sekolah. Pemuda manja yang sudah sering Joss lihat di sudut manapun dunia. Pemuda naif yang sudah pasti egois serta memiliki seseorang yang ia sukai.

Pemuda yang cukup menarik, dan polos.

"Pakai ini." Joss mengulurkan syal putih untuk Metawin, pemuda itu menatap sekilas sebelum terkekeh pada hamparan langit. "Terima Kasih." Ucap Metawin singkat sebelum mengambil dan berjalan mendahului Joss menuju mobil hitam yang telah terparkir tak jauh dari keduanya.

Musim dingin telah tiba, musim dimana dia harus mengerti jika Bright dan dirinya tak akan pernah bisa selamanya bersama. Metawin akan bertunangan dengan Joss dan Bright akan tetap bersama dengan orang lain. Lantas, denyut kesakitan yang bersarang dalam rongga dadanya itu memanglah telah sia-sia sejak dia mendeklarasikan kekalahannya, tentang siapa dan dimana dia berada, Bright tetap memandangnya dalam diam meskipun hatinya telah meranggas bersama dengan cerita keduanya yang tak akan pernah bisa bersuara.

♥♥♥

Bright menghela napasnya kasar ketika mengingat dengan siapa Metawin akan pergi, disampingnya seorang perempuan tengah bersandar nyaman dalam dada Bright. Tak ada satupun bersuara─seperti halnya biasa- Bright hanya akan ada disampingnya, membuatnya nyaman tanpa perlu dia itu meminta sebab itu adalah tugasnya. Tugas yang pantas untuk harga sebuah nyawa yang hilang demi dirinya.

"Kau banyak menghela napas hari ini, apa yang terjadi dengan Metawin?"

Metawin dan seluruh atensinya yang tak pernah bisa Bright abaikan begitu saja.

"Tidak ada, aku hanya lelah." Tukasnya tanpa mau memperpanjang pembicaraan. Bright selalu tak ingin basa-basi dengannya, dia hanya akan datang saat dibutuhkan dan pergi saat dia meminta. Metawin adalah urusannya dan dia tidak punya satupun urusan dengan itu semua.

"Pulanglah, kau hanya akan memperburuk hariku jika menunjukkan wajahmu." Pemuda itu bergeser untuk memunggungi Bright. Ada banyak persoalan yang bermula sejak kecelakan sialan itu, semua akhir yang memberi awal bagi keduanya untuk bertemu. Bright dan dirinya, entah bagaimana Tuhan membawa keduanya dalam takdir yang begitu aneh hanya karena satu nyawa yang sekarang tak berupa apa-apa. "Tontawan.." Bright menumpukan dagunya pada samping wajah Tu, membawa tubuhnya dalam satu rengkuhan lantas kembali berujar. "Maafkan aku."

Tu masih datar, dia tak lagi menanggapi apapun yang Bright katakan dan memilih menutup matanya. Derit ranjang selalu menjadi awal di mana seorang Bright memilih pergi. Bright memang bukan miliknya, Bright bahkan mungkin hanya mengasihani dirinya selama ini karena merasa bertanggungjawab. Bright, Bright Vachirawit...

Seandainya waktu itu kau tidak terlibat, maka Tu tidak perlu larut dalam perasaan konyol yang hadir dalam dadanya kini.

♥♥♥

Metawin tidak pernah menyangka jika Joss ─manusia yang akan dijodohkan dengannya itu- adalah pemuda kekanakan yang sangat konyol, serius. Metawin bahkan tak tahu di mana letak otak pemuda itu karena menyeretnya menuju penjual arum manis yang dikelilingi bocah ingusan macam ini. Astaga, Metawin bahkan tak berniat sama sekali untuk jalan-jalan karena gempuran Bright sialan beberapa jam lalu. Dan kini, sudahlah. Kenapa nasibnya sial sekali? kenapa juga dia harus ikut mengantri hanya untuk sebuah permen kapas?

"Kalau kau pikir ini romantis, lupakan!" Metawin berteriak saat Joss tiba-tiba menyodorkan sejumput arum manis tepat di wajahnya.

"Siapa juga yang mau memberimu, aku hanya mau mengatakan kau harus mengantri dan membeli sendiri juga kalau menginginkan ini. Tch, terlalu percaya diri." Joss terkekeh, membawa arum manis itu kedalam mulut dan tersenyum saat manis permen itu leleh dan melebur dalam penjuru mulutnya. Metawin berdecak kesal, mendengus menatap riuh keramaian taman di sore hari dengan otak dipenuhi persoalan semacam kemana Bright sekarang? Kenapa dia tak menghubungi Metawin? Apa Bright sudah kembali kerumah? Apa Bright masih bersamanya?

"Hari yang begitu indah bukan?"

Metawin diam, coba tak menghiraukan sang calon tunangan dan lebih memilih untuk menghela napas lelah. Netranya bertaut lekat pada lembayung senja yang kian temaram, bersama semua keramaian yang terdengar begitu menyenangkan ini Metawin coba enyahkan semua pikiran tentang Bright dan segala permainan konyol mereka. dia akan segera bertunangan dengan Joss dengan atau tanpa bantahan. Metawin tak akan pernah punya alasan untuk menolak kehendak orang tuanya bahkan meski Metawin bertindak nekat sekalipun. Tch, memangnya apa yang bisa Metawin lakukan? Kabur? Orang suruhan Ibunya pasti akan dengan cepat menangkapnya. Bunuh diri? Hm, tidak. Metawin pikir itu malah akan merugikannya jika dia berakhir koma dan malah dinikahkan saat tengah tak sadar. Itu akan lebih berbahaya. Jadi, akan jauh lebih baik Metawin menerima saja nasibnya. Joss Wayar. Dia mungkin tidak seburuk yang Metawin pikirkan bukan?

"Ayo pergi, aku berjanji pada Ibumu akan memulangkanmu sebelum matahari menghilang." Joss berdiri, tubuh tegapnya sukses menghalau sinar matahari jingga yang selalu indah meski berbaur dengan hiruk pikuk beton menjulang. "Apa kau mau kugendong?" Dia tersenyum, "Aku tahu badanmu pasti kesakitan setelah berperang habis-habisan tadi."

Metawin menatap uluran tangan Joss kesal, dia memang aneh. Pemuda ini terlampau aneh. Sudah tahu Metawin begitu bobrok kenapa dia masih saja tersenyum seolah itu bukan hal besar. Mereka adalah calon tunangan, mereka tak bisa menolak keadaan. Bukan hanya karena terpaksa namun karena mereka juga tak berniat untuk mengacaukan pertunangan ini. Tapi tetap saja. Jika Metawin berada di posisi Joss sekarang, dia tidak akan pernah mau ditunangkan dengan pemuda semacam dirinya. "Kau benar-benar idiot, Tuan Joss Wayar."

Metawin pergi menjauh, meninggalkan Joss dengan senyum hangat yang berkembang dengan begitu indah mengiringi gelap yang mulai merangkak naik ke angkasa. Jejak langkah Metawin tertinggal, ia mengikutinya hingga sosok itu masuk kedalam mobil dan duduk dalam diam.

Pertunangan ini mungkin tidak berarti apapun bagi Metawin, tak peduli bagaimana sikap Metawin terhadapnya, tak peduli bagaimana kelakuan pemuda itu. Joss tidak akan pernah berniat membatalkan pertunangan mereka. tidak, dengan alasan apapun juga.

♥♥♥

Metawin menyeret kakinya dengan separuh nyawa saat mobil Joss tiba di rumah. Sialan dia benar-benar lelah hari ini. Dia bahkan menghiraukan Joss yang entah berkata apa dibelakang. Biarkan, biarkan saja toh Metawin juga tak peduli. Tubuhnya yang berharga ini lebih membutuhkan kasih sayang serta perhatiannya daripada si idiot Joss calon tunangan yang mungkin merangkap calon pendamping hidupnya kelak. Haish, kenapa juga otaknya jadi kacau seperti ini. Persetan, lebih baik Metawin segera menyeret kakinya untuk masuk dan berguling sampai kamar.

Metawin tak berpikir apapun ketika kakinya menapak pada ambang kamar, pintu kamar telah terbuka dan Metawin bahkan tak ambil pusing dengan itu semua. Yang ada di benaknya hanya ia ingin cepat jatuh dalam pelukan ranjang dan berguling hingga esok kembali datang. Tubuhnya terlalu letih, dan hatinya pun demikian hingga Metawin sama sekali tak menyadari sepasang netra hitam yang mengawasinya tajam sejak dia mulai merangsek masuk sembari mencopoti atribut sekolahnya serampangan.

"Aku tak tahu kalau kau begitu menyukai calon tunanganmu itu." Metawin tersentak, berbalik dan menatap tajam Bright yang telah berbaring nyaman di atas ranjang.

"Kenapa aku harus tak suka?" Metawin membalas tak kalah sengit. Ya, kenapa Metawin harus tak suka, toh Bright juga tak peduli dengan apa yang terjadi dalam hidupnya. Bright tak akan ikut andil dalam semua masalah yang kini membelitnya, Bright tidak akan menjadi bagian apapun dari hidupnya.

Metawin bisa melihat rahang Bright mengeras seiring dengan tatapan tajam itu menghunus maniknya, Metawin tak gentar. Dia tak punya alasan untuk gentar sebab permainan yang mereka mainkan harusnya berakhir sejak lama. Sejak keduanya tahu jika mereka tak akan pernah bisa bersatu bukan hanya karena mereka saudara. Bukan hanya karena mereka jelas ditentang karena semua hal itu. namun, lebih karena dua hati itu tak pernah bisa mengesampingkan ego yang telah menjelma menjadi tembok kokoh menjulang di antara keduanya.

"Jangan memulainya, Bright." Peringat Metawin ketika Bright bangun. Tatapan tajam Bright membuat Metawin tercekat, ia bahkan sudah berusaha menghindari tatapannya namun semua hal itu percuma. Percuma saat jemari tangan itu mulai menjalar menggapai sisi wajahnya dengan semua kenikmatan yang selalu sama.

Metawin mencintai pemuda sialan ini, Bright namanya. Sepupu yang hanya berbeda beberapa bulan darinya. Bocah menyebalkan yang sejak keduanya masih duduk di bangku kanak-kanak selalu saja memonopoli nya, membuatnya tak punya teman, membuatnya menangis karena terlalu sering dilecehkan, membuatnya berkali-kali jatuh pada kesalahan yang sama. Metawin begitu mencintainya hingga melupakan jika sang pemuda tak akan pernah memilihnya..

Bright menghempaskan tubuh Metawin hingga tersudut di antara tembok dan kukungan kuat dirinya, keputusasaan mengerikan yang begitu sering melanda Metawin kini kembali datang. Dalam sapuan bibir hangat Bright yang menginvasi leher telanjangnya yang penuh kissmark Metawin memilih untuk mengatupkan bibirnya erat. Mencoba menahan tangis yang entah bagaimana ingin menyeruak, permainan yang telah mereka mulai tidak akan pernah bisa berakhir dengan mudahnya. Tidak hanya karena Metawin memilih menerima pertunangan, tidak hanya karena Bright telah memiliki seseorang yang berharga baginya, tidak hanya karena status keduanya─saudara ataupun sebatas teman seks- semuanya kacau.

Entah bagaimana semua perasaan itu kini menyakiti Metawin secara nyata. Ciuman yang intens dan menuntut itu tak lagi membuatnya terbuai, pelukan Bright dan rengkuhannya kini tak lagi membuatnya merasa nyaman. Semua hal itu, semuanya kini bersekongkol untuk menyakiti Metawin bersama-sama.

"Maaf, aku tidak bisa..." Bright memandangi wajah Metawin sendu, menyatukan kedua dahi masing-masing dan kembali bersuara.

"Maafkan aku... Win, maafkan aku... aku belum siap, aku tidak akan pernah siap."



♥♥♥

[note : Happy Eid Mubarak man teman, okey, kabar baiknya FF ini sudah kelar. tapi... kabar buruknya saya hanya akan menyediakan Full version dalam bentuk PDF. nah bagaimana cara mendapatkan PDF nya? PDF GAME bisa kalian miliki dengan membayar sejumlah 20k melalui form yang nnti akan saya sediakan. kapan bisa di beli? nnti kalau PDF sudah siap di distribusikan ya, akan saya up beberapa chapter lagi. jadi untuk kalian yang berminat memiliki anak aku yng satu ini bisa nabung mulai sekarang.

detail PDF akan menyusul nnti yaaa, yang jelas akan ada 300 halaman lebih kurang dengan jumlah word 30k word untuk PDF satu ini. terima kasih sudah menunggu. aku mau cicil update yang lain, salam sayang Badut]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top