40. Game Over -END
Hari ini mungkin hari yang di tunggu tunggu para siswa siswi SMK Bulan, karena hari ini pembagian rapor semester ganjil diadakam. Seperti biasa, semester ganjil tidak perlu membawa orang tua untuk mengambil rapor.
Alvia dilanda rasa khawatir berlebihan. Jika hari ini ia tidak mendapat peringkat sepuluh besar, bisa bisa ia selama satu semester ke depan mendapat ceramah dan perbandingan dengan Kakaknya.
"Yang dapet juara satu sekarang siapa ya?" Tanya Villia penasaran.
"Ya, kayaknya gak salah satu dari kita deh. Biasanya yang peringkat tiga besar pas SMP jadi kandidat kuat buat dapet lagi." Jawab Willia
"Bisa jadi sih, gua dulu pas SMP kandidat juara kelas itu itu mulu. Jadi gua gak bakalan ngarep sih." Komentar Klea
"Kalau lu Vi?" Tanya Villia
"Hah? Gua, kenapa?" Tanya balik Alvia
"Lu raga di sini tapi jiwa masih di kamar," Kata Villia "kita lagi ngomongin kandidat juara kelas lu malah ngelamun."
"Sorry, sorry. Lagi mikirin sesuatu." Ucap Alvia
"Kandidat kuat sih kayaknya yang peringkatnya bagus pas SMP deh." Komentar Alvia
"Ya iya lah, apalah gua yang butiran debu piala juara." Ujar Villia
"Sabar bung." Ucap Klea yang membuat keempatnya tertawa.
"Omong omong tentang peringkat, pacar lu Vi jadi langganan juara pertama di kelasnya ya?" Tanya Willia
"Hooh, gua aja ampe merinding pas chatan atau telponan dia lagi pegang buku pelajaran. Merasa tertampar njir." Jawab Alvia membenarkan
"Serem juga." Komentar Willia
Alvia terkekeh dan kembali mendengarkan obrolan mereka yang melenceng ke arah Drama Korea, ia kembali panik saat wali kelasnya sudah terlihat mendekat ke arah mereka.
Kelas X TKJ I bergegas memasuki kelas setelah di perintah oleh Ketua Kelas, Wali Kelas memberi salam dan pembukaan untuk pembagian rapor hingga tiba saatnya penyampaian peringkat juara kelas.
Alvia sedari tadi cemas karena di sepuluh besar ia tidak dipanggil sama sekali, tiba lima besar tetap ia tidak terpanggil, hingga putus lah harapannya mendapat peringkat semester ini karena tidak ada harapan untuk tiga besar.
"Langsung saja ke peringkat pertama di semester ini Ibu umumkan." Ucap Wali kelas Alvia mendramatisir keadaan.
"Juara pertama diraih oleh Alvia Hellea, Ibu ucapkan selamat."
Eh,
Eh?
HEH?
Alvia membeku di tempatnya. Keempat temannya memusatkan penglihatan mereka kepada Alvia, dan yang lainnya bertepuk tangan memberikan selamat.
Alvia berjalan ke depan untuk menerima sertifikat dan piala tanda dirinya menjadi juara kelas. Ia masih terkejut tidak menyangka akan mendapat peringkat sejauh ini, dan jujur saja ia senang sekali.
Setelah selesai dengan pembagian rapor, mereka semua diizinkan pulang kembali dan menjalani hari libur 2 minggu.
"Gila gak nyangka lu dapet peringkat satu, Vi." Ucap Klea
"Ternyata selama ini dia pura pura bego ya." Ujar Villia
"Katanya pas SMP lu gak pernah dapet peringkat satu, enak juga lu dapet sekarang." Kata Willia
Alvia menunjukan wajah lelah, senang, dan kembali cemas hingga akhirnya muram. Ketiga temannya bingung mengapa wajahnya begitu muram padahal mendapat peringkat bagus.
"Beban njir." Celetuk Alvia sambil menghela nafas
"Ha?" Tanya ketiganya.
"Seneng sih seneng, tapi beban juga kalau Mama sama Teteh gua tau." Keluh Alvia
Anggota keluarga perempuan Alvia sangat memperhatikan peringkat gadis ini. Sebenarnya peringkat atas dan bawah tidak ada bedanya, sama sama merepotkan nantinya.
Klea, Villia dan Willia mengangguk paham setelah mendengar penjelasan itu. Mereka sontak langsung menepuk nepuk kedua pundak dan kepala Alvia untuk bersabar beserta tawa mereka yang menggelegar.
"De Alvi." Panggil seseorang di depannya
"A Nadbi?" Tanya Alvia
"Boleh minta waktunya gak?" Tanya Arjun
Alvia menengok ke arah teman temannya lalu mendapat anggukan sebagai jawaban.
"Lagian kita mau main setelah ini, lu pacaran aja." Ucap Klea yang dibenarkan Willia dan Villia.
Alvia mengangguk dan mengikuti Arjun dari belakang.
<*Game Over*>
Alvia sebenarnya agak bingung. Sikap Arjun jauh berbeda dari biasanya, seperti ada pembicaraan yang penting hingga raut wajahnya berbeda.
Mereka sampai di tengah lapangan voli yang lebih kecil dari lapangan upacara, tempatnya berada di samping parkiran dan tidak jauh dari sana gerbang sekolah terlihat.
"A-anu, ada apa ya A?" Tanya Alvia. Ia memainkan tas yang tersampir di pundaknya sedikit takut.
Mereka berdua sedikit menyita perhatian orang, hingga beberapa diantara mereka berkumpul melihat Alvia dan Arjun.
Arjun menghadap ke arah Alvia dengan raut wajah dingin, entah kenapa Alvia sedikit gugup dilihatnya.
"Kita putus." Ucap Arjun tanpa basa basi
Alvia melebarkan matanya terkejut, seharusnya ia sudah mengetahui hal ini pasti akan terjadi setelah mendengar percakapan Arjun dan teman temannya tempo hari. Bahkan ia sudah berlatih bersama Silvi yang mengetahui ini untuk menjawab pernyataan putus dari Arjun, namun meskipun bergitu..
"Kenapa?" Pertanyaan itu yang akhirnya meluncur dari mulut Alvia
"Kenapa? Masin nanya kenapa?" Tanya balik Arjun dengan nada meninggi
"Bukannya udah jelas ya? Lu itu membosankan." Jawab Arjun
Alvia diam mendengar hal itu, dan rasanya sakit di hati.
"Di ajak jalan suka gak mau, pas di ajak jalan malah gak bisa jalan jauh, terlalu patuh sama orang tua lu." Lanjut Arjun
Apakah Alvia salah?
"Apalagi pacaran cuma pas di sekolah aja, gak ada variasinya, sok sibuk padahal kagak sama sekali."
Padahal kita sering jalan akhir akhir ini, dan Alvia benar benar sibuk saat itu.
"Pengganggu, banyak omong, cerewet, suka asal ngomong padahal itu masalah pribadi gua."
Alvia meminta izin terlebih dahulu, Arjun sendiri yang bercerita. Apa salahnya jika mendengarkan dan berkomentar?
"Gak perhatian sama sekali, gatel sama temen temen gua. Pendek, jelek, gak bisa ngerawat diri sendiri, bodoh, gampang dipengaruhi, sok tau segalanya padahal masih polos." Terang Arjun
Alvia diam, ia tidak bisa membantah jika ia tidak cantik sama sekali.
"Sok cari perhatian, apalagi sama orang orang. Udah gak cantik sama sekali tapi keluarga lu masih aja sok ngancem gua ini itu, gak ngotak emang keluarga lu." Tambah Arjun
Alvia langsung menarik kerah baju seragam Arjun dan amarah menguasai dirinya dengan sedikit menunduk. Ia terima jika hanya merendahkan dirinya saja, tapi jika keluarganya, jangan harap ia diam saja. Sedangkan Arjun yang terkejut dengan aksi Alvia terdiam.
"Lu jangan sok bener njing," Umpat pelan Alvia "Gua--"
"Sabar Vi!!!" Teriak seseorang
Alvia sedikit terkejut dengan teriakan itu, lalu mencari cari asalnya. Lalu ia mendapati temannya sedang berlari menuju gerbang sekolah tanpa melihat dirinya, itu Silvi.
"Sabar Vi!!!" Lagi, ia meneriakan hal yang sama
"Tenang Vi, jangan emosi, tenang!!" Silvi meneriakkan itu kembali
"Apaan sih Vi?" Tanya teman Silvi yang duduk di atas motor matic di gerbang menunggu, "Kedengeran kali, jangan teriak teriak." Ucapnya
"Tenang Vi, udah pernah kan kayak gitu, tenang!!" Tetap saja Silvi berteriak seperti itu
"Berisik Vi!" Ucap teman Silvi
Silvi sudah berada di samping temannya menoleh ke arah Alvia yang masih sedikit menunduk, setidaknya itu yang bisa ia lakukan, mencampuri urusan orang lain secara langsung itu merepotkan. Jadinya, ia melakukan hal ini.
Alvia terkekeh pelan di tempatnya
"Thanks, Vi." Bisiknya
Ia kemudian melepas cengkraman di kerah Arjun
"Maaf Kak, aku kebawa emosi." Ucap Alvia, lalu ia menarik nafas lalu menghembuskannya pelan agar lebih tenang dan terkendali.
"Kita putus? Baik Kak." Katanya
"Tapi jangan sampe Kakak ngelukai hati aku lagi." Lanjut Alvia
"Ya, meskipun salah aku sendiri karena nanya. Maaf Kak." Ucapnya sambil tersenyum
Bukan, bukan ini yang Arjun ingin dengar. Bukan perkataan menasihati seperti biasanya, bukan perkataan maaf ini, bukan.
Alvia membisikan sesuatu kepada Arjun, yang membuat Arjun terkejut bukan main.
"Sebenernya, aku udah tau Aa cuma manfaatin Dede doang. Kalian berenam bikin taruhan dengan pionnya Dede kan? Aku udah tau A."
"Sakit sebenernya. Tapi kalau komisi uangnya dipake buat hal baik atau masa depan seseorang, Dede ikhlas dan bakal lupain hal itu." Lanjutnya
"Maaf Dede cuma bisa bantu dengan jadi taruhan doang, gak bisa apa apa. Semoga Aa bahagia setelah ini, kejar apa yang Aa impikan dan Dede juga bakal kejar apa yang Dede impikan." Ujar Alvia
Bukan, bukan ini yang Arjun mau. Yang ia mau adalah Alvia menamparnya karena sudah bertindak kurang ajar, yang ia mau adalah Alvia menghinanya kembali karena sudah berani merendahkannya. Bukan permintaan maaf dan nasihat beserta ucapan senang, bukan.
"Dede--"
"Sh, biar Dede yang ngomong sekarang." Potong Alvia
"Kayaknya Dede gak bisa lagi nahan sakit hati ini. Setelah pembicaraan ini selesai, anggap kita gak pernah kenal, jangan pernah anggap Dede orang yang pernah jadi pacar Aa, anggap Dede adik kelas biasa yang cuma kenal nama Aa sebagai kakak kelas semata."
"Kita cuma sebatas itu, bukan mantan pacar atau kenalan lainnya." Ujar Alvia
"Ta-tapi De--" Arjun berusaha menyanggah sesuatu namun, Alvia memotongnya.
"Maaf A, hati Dede udah gak bisa nerima Aa lagi. Dede beneran sakit hati dan gak bisa maafin Aa dalam waktu dekat, jadi Dede mohon." Ucap Alvia
"Jaga Umi, jaga Efan dan Lean, jaga diri Aa sendiri, jaga pertemanan Aa. Jaga semuanya sebelum hilang, ya?" Pinta Alvia
"Makasih udah mau jadi pacar Dede meskipun Dede jelek, pendek, gak asik, dan sebagainya. Aa bikin Dede dapet kenangan berharga, makasih." Ucap Alvia
"De.." Arjun tidak kuat lagi. Ia berada diambang batasnya
"Sesuai janji ya, setelah ini kita gak bakalan saling kenal lagi." Ucap Alvia tetap sambil tersenyum, namun itu senyum kesakitan.
"Dede punya permintaan terakhir sebelum kita pisah, boleh?" Pinta Alvia
Arjun hanya mengangguk dengan kepada menunduk.
Alvia mengambar bentuk hati di dahi Arjun dengan telunjuknya, lalu menarik hidung mancungnya, dan terakhir mengacak ngacak rambut Arjun.
"Mata ne*." Ucap Alvia
Alvia berniat meninggalkan Arjun, namun laki laki itu menahannya dengan memeluknya dengan erat.
Gadis itu terkejut bukan main, namun ini pelukan pertama dan terakhir mereka. Alvia mengusap ngusap punggu Arjun dengan rasa sakit tidak tertahankan di hatinya, Arjun malah mempererat pelukannya.
Alvia mengurai pelukan mereka dengan paksa, Arjun menunduk lalu menaikan tangannya melalukan apa yang dilakukan Alvia tadi.
Menggambar bentuk hati di dahi Alvia, menarik hidung pesek Alvia, lalu mengusap ngusap kepala yang tertutup hijab itu.
"Mata ne*" Bisik Arjun.
Alvia meninggalkan Arjun yang masih berdiri di tempatnya menuju motornya, sesaat ia berhenti lalu meneriakan sesuatu
"Arigatou!!**" Teriaknya lalu berlari menuju motornya lalu pergi dari sana
Arjun tersenyum mendengar itu.
"Arigatou.**" Bisiknya
Alvia meneteskan air matanya setelah menjauh dari sekolahnya, ia akui cinta pertamanya menghilang begitu saja.
Arjun menunduk dan tetap diam di sana, ia juga mengakui sudah jatuh cinta untuk pertama kalinya namun harus kandas karenanya.
Ya, tidak ada yang menang di permainan ini. Semuanya kalah dalam permainan hati dan rasa, terkalahkan oleh ego dan tidak ingin terluka. Semuanya berakhir, namun cerita mereka tetap berjalan seiring waktu berlalu.
________________
Selesai
Rabu, 12 Mei 2021
Terima kasih
Adv85sv
:)
*Sampai jumpa
**Terima kasih
Tunggu ya, ada ekstra partnya wkwk.
Oh iya satu lagi,
SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI
1 Syawal 1442 H
Minal 'Aidin Wal-Faizin
Mohon maaf lahir batin!!!
↖(^v^)↗↖(^v^)↗
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top