22. Alvia

"Udah." Ucap Klea setelah membalut luka Alvia dengan rapi

Sejak tadi Alvia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Pandangannya terlihat kosong, membuat Arjun yang berdiri di samping Klea khawatir. Glean tidak bisa mengatakan apapun karena ia juga tidak menyangka akan ada yang terluka seperti ini.

"Lu bisa luka kayak gini kenapa?" Tanya Klea sambil membereskan peralatan untuk mengobati tangan kiri Alvia. Tidak ada nada apapun, hanya nada datar karena ia juga terkejut melihat darah yang bergitu banyak di tangan kiri Alvia.

Diam.

Alvia tidak tertarik untuk menjawab pertanyaan Klea, ia lebih tertarik dengan melihat luka di tangannya. Otaknya terus memutar apa yang terjadi tadi, membuatnya sedikit sakit kepala dan kembali memutar kata kata yang keluar dari mulut orang orang akhir akhir ini.

"Dih baperan."

"Dah sana lu cewek jelek."

"Payah."

"Apalagi orang sombong sok kebut kebutan padahal motor lembek kayak gitu."

"Jangan gitu dong, nanti gua bayar deh."

Emangnya gua cewek murahan ya?

"Jadi mending langsung tunjukin aja sifat lu yang gatel."

"Cewek gatel gak bakalan ngaku kegatelannya."

"Lu cukup jadi cewek gatel apa susahnya sih?"

"--cuma jadi cewek gatel buat hiburan gua,--"

Cewek gatel? Gua maksud kalian?

"Sakit Vi."

"Jangan ikut campur!"

"---dan gak nyampurin urusan pribadi gua?"

Oh iya, akhir akhir ini gua emang gak tau sopan santun. Sampe ikut campur masalah pribadi orang lain, bego emang.

"Alvia, mau gak jadi pacar Arjun?"

"Gua suka lu."

"Ini, buat kamu."

"Aa suka sama kamu,"

Emangnya gua siapa sih? Sampe bisa dapet pengakuan sama orang lain

"Lu seharusnya diem dan gak ngerusak permainan kita."

"Apa susahnya lu ngikutin alu permainan gua--"

Gua jadi bidak permainan gitu? Permainan apa? Hey!

"--Hey Alvia Hellea!!" Klea menaikan nada bicaranya sambil menguncang guncang bahu Alvia

"Eh, ya?" Tanya Alvia baru bangun dari lamunannya

"Lu kenapa?" Tanya Klea lagi

"Eh, hah? Emangnya gua kenapa?" Tanya balik Alvia

"Lu ngelamun terus." Jawab Klea

"Ah iya, gua emang mainan dunia kan?" Batin Alvia berbicara

"Eh, masa?" Tanya Alvia, "Maaf maaf, gua lagi mikirin tugas jadinya ngelamun deh." Ujarnya sambil mengusap ngusap belakang kepalanya.

"Mana ada tugas sampe minggu depan." Ucap Klea yang langsung membuat Alvia terdiam

"De?"

Alvia menoleh ke arah panggilan itu dan mendapati Arjun sedang menatapnya, dengan raut wajah apa itu? Khawatir? Karenanya atau dirinya?

"Ah, iya Kak?" Jawab Alvia

Arjun tidak berkata kata lagi, ia terkejut dengan panggilan Alvia kepadanya.

"Alvia." Panggil Glean

"Ya?" Sahut Alvia

Glean tidak mengucapkan apapun. Posisinya yang berada di lawang pintu dan sedikit jauh dari kursi yang di duduki Alvia, membuat gadis berkacamata itu tersenyum kecil. Ah, ia paham sekarang.

"Anu, Kle." Panggil Alvia

"Hm?" Sahut Klea

"Luka ini, satu hari bisa langsung sembuh?"

"Kalau goresan mungkin iya, tapi luka lu cukup memakan waktu buat sembuh."

Alvia tersenyum mendengar itu sambil melihat tangan kirinya yang di balut kasa.

"Sakitnya bisa sembuh lebih cepat?"

"Kalau lu bisa lupa akan rasa sakit, bisa langsung hilang. Tapi kayaknya bakalan agak lama."

Alvia mengangguk sekali mendengar jawaban Klea dan berdiri. Sontak membuat Klea ikutan berdiri dan kembali menanyakan sesuatu.

"Vi, Alvia."

"Gua mau pulang, udah gak ada lagi pelajaran kan?" Tanya Alvia sambil tersenyum

"I-iya sih, tapi belum waktunya. Emang gak papa?" Tanya Klea

"Gak papa lah, palingan jalan jalan bentar." Jawab Alvia membenarkan lengan seragamnya menjadi melipat sedikit ke atas.

"Tangan lu masih luka, emang bisa lu megang stang motornya?" Tanya Klea

"Bisa kok, santai aja." Jawab Alvia sambil menepuk nepuk bahu kiri Klea

"Aa anter aja ya?" Tawar Arjun

Alvia mengalihkan penglihatannya kepada Arjun lalu tersenyum kecil

"Gak perlu, lagian Kakak bawa motor sendiri kan? Mending pulang sendiri." Ucapnya

"Tapi De--"

"Nggak papa."

"Kalau gitu, gua duluan Kle." Pamit Alvia kepada Klea

Glean yang berada di lawang pintu diam saja saat ia melihat Alvia akan melewatinya.

"Permisi Kak." Pamit Alvia kepada Glean yang masih diam

Alvia berhasil keluar UKS dan berjalan menuju kelasnya, ia menunduk diam memikirkan sesuatu.

"Sakit oi."

"Beneran nih lukanya bakalan sembuh cepet?"

"Pulang naik angkot aja kali ya? Lagian megang stang motor aja susah. Tar minta A Aldi yang jemput motornya, toh satpam di sini nginepnya."

"Duit buat ongkos masih ada kan? Kalau tau mau kayak gini mending jangan di beliin bensin."

"Kalau tau gua bakalan kayak gini, mending gak usah pac--"

"Alvi." Panggil seseorang yang berlari menuju Alvia

"Alvi, Alvi. Lu gak papa kan?" Tanya Willia dengan khawatir setelah berada tepat di depan Alvia

Tanpa di sadari ternyata Alvia sudah berada di dekat kaca jendela yang pecah tadi, ia melihat ada noda darah yang masih menempel di sana.

"Lu goblok apa gimana? Udah tau gua luka malah nanya 'gak papa' ya pasti ada apa apanya lah pea." Kata Alvia yang dihadiahi pukulan di kepalanya.

"Sakit asem." Ringis Alvia

"Lu yang goblok, ampe luka kek gitu." Desis Willia

"Ya kan gua juga gak tau bakalan luka." Sahut Alvia

"Gua mau pulang duluan ya, gak papa kan? Lagian jamkos ampe pulang." Alvia meminta izin

Willia langsung menatap Alvia dingin, yang ia tatap langsung menegakan tubuhnya ketakutan.

"A-apa? Kan gak salah pulang duluan, lagian gak ada yang harus dikerjain kan?" Tanya Alvia. Mode marah Willia sangat menakutkan, jauh menakutkan dari pada membantu emosinya menjadi stabil.

Willia akhirnya hanya menghela nafas lelah. Ia sadar tidak bisa menarik orang yang ingin melarikan diri dari jalan yang tengah ia buat, jadi lebih baik berikan ia tanda agar ia bisa kembali ke jalannya

"Yaudah sana." Usir Willia

Alvia memamerkan deretan giginya setelah mendengar gadis eksotis di depannya tidak ngomel, jujur saja ia sangat lelah karena terkejut. Ia baru pertama kali merasakan tekanan seperti ini.

Alvia berlari menuju kelasnya meninggalkan Willia di belakang, lalu ia mengambil tasnya dengan menjawab pertanyaan pertanyaan daru teman sekelasnya yang menanyakan perihal lukanya.

"Gua gak papa kok, santai aja. Gua duluan mau pulang, yang mau ngikut hayuk." Ucapnya lalu keluar dari kelas X TKJ I

Saat ia berada di lawang pintu, Alvia terkejut melihat Klea sudah ada di depannya dengan raut wajah khawatir. Alvia kemudian menepuk sebelah bahu Klea menandakan ia tidak perlu khawatir, lalu pergi dari sana.

Niat awalnya ia melewati taman belakang adalah ia harus ke ruang guru untuk mengambil buku tulis yang di kumpulkan tempo hari dan pulang setelah itu. Namun setelah mengambil buku tersebut dan bel pulang sekolah dibunyikan, ia dihadang 6 orang laki laki yang beberapa hari kebelakang selalu ada di sekitarnya.

Senyum yang Alvia tampilkan untuk menyapa orang orang seketika luntur berganti dengan tatapan dingin melihat keenam orang gila di depannya.

"De, kita perlu bicara." Ujar orang yang menguncir sebagian rambutnya yang panjang kebelakang.

Alvia mengabaikan ucapan Aksan dan berusaha untuk pergi secepatnya dari sini, namun salah satu pergelangan tangannya di tahan oleh orang berkalung.

"Kita perlu bicara Alvia." Tegas Glean

Alvia berusaha melepaskan tangannya tetapi tidak bisa, ia terlalu lelah untuk semua ini. Payah memang tapi ia hanya bisa pasrah dengan apapun yang takdirnya tuliskan.

"Tunggu lebih sepi, gua gak mau masalah ini membesar dan malah tambah ribet. Kita bicara di taman belakang." Ucapnya yang diangguki Glean.

Setelah menunggu selama 30 menit, akhirnya sekolah lebih sepi dan mereka bisa berbicara lebih bebas.

Alvia tidak menunjukan raut wajah ceria seperti biasa, ia hanya menatap datar keenam orang yang ia kategorikan gila. Sedangkan yang ia tatap tidak berani menatap balik.

"Ada yang perlu gua ketahui?" Tanya Alvia

Diam.

Keenam orang tersebut diam tidak menjawab.

"Kalau nggak gua mau balik, males gua liat muka orang orang gila." Ujar Alvia lalu berniat berbalik munuju parkiran

"Maaf." Ucap salah satu dari mereka

Alvia menatap orang yang mengucapkan sesuatu yang bahkan selalu ia dengar setiap hari.

"Maaf udah bikin lu luka, gua gak sengaja." Lanjut Zreal

Alvia tersenyum miring mendengar itu.

"Kalau emang sengaja mungkin lu udah bunuh gua dari awal." Ucap Alvia yang berhasil membuat ia menjadi pusat perhatian.

"Jangan ngomong gitu De." Ucap Nebara

"Terus gua harus ngomong apa? Iya gak papa kok, cuma luka kecil. Gitu iya? Munafik banget idup lu." sindir Alvia

Nebara kembali diam, ia paham apa yang gadis itu ucapkan.

"Gua udah minta maaf, seenggaknya terima dikit, jangan sok jadi yang teratas cuma gua minta maaf." Cetus Zreal. Ia tidak tahu apa yang ia rasakan, segala macam emosi sedang menunggu untuk meledak.

"Oh, terus gua harus jadi yang terendah buat jadi bidak permainan kalian gitu? Enak banget lu ngomong." Tukas Alvia

"Lu pikir dengan minta maaf semuanya clear gitu aja, lu udah berapa lama hidup di dunia? Gak semua masalah lu selesai cuma karena minta maaf." Lanjutnya.

Diam lagi. Semuanya diam kembali tanpa ada yang memulai pembicaraan.

Alvia lagi lagi menghela nafas, ia kemudian menunjukan lukanya ke arah mereka.

"Ini ulah kalian kan? Jelasin."

_______________
Tbc :)
See you
Rabu, 31 Maret 2021
Adv85sv

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top