35. Everything Sucks
Rasi menolehkan kepalanya ke samping kiri. Memandang Aries yang sedari tadi terdiam setelah melalui berbagai pemeriksaan oleh penyidik di kantor polisi--terkait kasus pelecehan yang dilakukan Draken. Di sana Aries dipaksa untuk mengingat kembali kejadian yang sangat ingin dilupakannya. Genggaman erat Aries tidak pernah terlepas dari tangan kiri Rasi semenjak menapaki pelataran kantor polisi. Membuat Rasi begitu mengkhawatirkan keadaannya.
"Mau beli es krim?" tanya Rasi yang sedang berusaha membuat Aries kembali ceria.
Aries menggeleng, lantas menyandarkan kepalanya di bahu Rasi, "Pulang."
"Pulang ke rumah Mama, ya?" tawar Rasi yang langsung dibalas anggukan kepala oleh Aries.
Perlahan kedua mata Aries memejam. Mengistirahatkan keletihan raganya karena pertanyaan-pertanyaan penyidik yang mampu menguras tenaga. Tangan kanan Rasi terulur. Mengusap kepala Aries dengan penuh sayang, lalu mengecup kening sang istri untuk menenangkan. Tidak mengacuhkan Pak Deni yang hari ini menjadi supir pribadinya. Membiarkan sang papa dengan supir lainnya.
"Pak Deni, kita pulang ke rumah Mama Trisha dulu," ujar Rasi sopan. "Setelah itu kita ke klub."
"Baik, Den," sahut Pak Deni patuh.
Sementara tangan kiri digenggam erat oleh tangan Aries, tangan kanan Rasi terlihat sibuk mengetik sesuatu kepada seseorang. Seseorang yang sedang berada di rumah Aries bersama mama dan ibu sambung Rasi--Rachel.
♡♡♡
"Assalamu'alaikum," salam Rasi sebelum memasuki rumah Aries.
Semua yang berada di ruang tengah serempak menyahut, "Wa'alaikumsalam."
"Sini," ajak Rachel sebelum menarik tangan Aries yang berada di gandengan Rasi, "Kita lagi memilih dekorasi buat acara resepsi lu dan Bang Rasi."
"Sini, Bang," panggil Happy--mama Abhra.
"Abang sama Aries mau yang kayak gimana?" tanya Trisha yang sedang memerhatikan beberapa gambar dekorasi sederhana di layar tablet.
"Hari ini Ibu, Mama Happy sama Mama Trisha akan meeting lagi dengan wedding organizer kalian untuk acara besok," terang Juli yang sedang mengoperasikan tablet.
"Terserah Ibu sama mama-mama aja. Rasi ikut," jawab Rasi sambil memandang Aries yang sedang diajak bicara oleh Rachel.
"Ini anak kebiasaan, deh," tutur Happy sebelum mencubit lengan Rasi.
"Auw...." keluh Rasi. "Mama pasti lebih tahu yang bagus itu seperti apa. Rasi nggak paham yang begituan."
"Benar terserah Mama?" ulang Trisha.
Rasi menyahut kembali, "Iya. Terserah Mama, Ibu dan Bunda gimana. Tapi yang sederhana saja."
"Kita ke kamar dulu, ya," ucap Rachel yang akan membawa Aries menaiki tangga.
"Makan siang dulu," perintah Trisha kala jam dinding sudah menunjukkan pukul satu lebih.
"Nanti aja, Tante," pekik Rachel menjawab.
Trisha, Happy dan Juli memandang Aries serta Rachel dalam diam. Begitu juga Rasi. Rachel pasti telah bercerita tentang apa yang terjadi dengan Aries pada para ibu itu. Rasi meminta Rachel untuk menenangkan Aries yang sepertinya sedang takut dan gelisah selama berada di kantor polisi.
"Ma, tolong jaga Aries. Rasi mau ke klub sebentar," kata Rasi sebelum berpamitan.
"Abang nanti pulang lagi ke sini, kan?" tanya Trisha memandang Rasi yang bersiap untuk pergi.
"Rasi pulang, kok, Ma." Rasi berpamitan sembari mencium tangan ibu-ibunya.
"Jangan lama-lama, Bang. Aries cuma mau menurut sama kamu," tutur Trisha yang dibalas anggukan kepala dan seulas senyum dari Rasi.
"Anak-anak sekarang tu aneh-aneh. Nggak nurut sama orang tua, malah nurut sama pacarnya. Ngeselin emang," gerutu Happy setelah Rasi beranjak pergi.
"Kayak kamu dulu, kan?" ejek Juli.
"Dih. Mon maaf, Kakak. Aku kalau nggak nurut sama ayah ibu, bakalan langsung dikawinin," sahut Happy.
"Jadi karena itu, kamu menikah cepat sama Arash sebelum lulus?" Juli mengenang pernikahan Arash dan Happy yang hanya berjarak beberapa bulan dari pernikahannya dengan Archie.
"Iyakah?" sela Trisha terkejut.
"Itu, sih, Bang Arash aja yang udah nggak sabaran. Katanya, takut khilaf kalau menunggu sampai wisuda," kelakar Happy yang membuat Juli geleng-geleng kepala.
Rasi dan Aries memang tidak merencanakan pesta apa pun setelah menikah. Di kepala Rasi hanya ingin menikahi Aries sesegera mungkin. Kesibukan sebagai gamer ditambah pekerjaan di klub telah membuat Rasi menyingkirkan urusan-urusan yang menurutnya tidak penting. Pun dengan Aries. Begitu cuek dengan hal yang sudah diatur oleh mamanya. Ia merasa sungkan untuk mengurusi hal yang tidak direncana sebelumnya.
Sementara itu di kamar Aries, Rachel terlihat sabar menemani sang sahabat ke kamar mandi. Menggantikan tugas rutin Rasi jika berada di sisi Aries. Rachel selalu menjadi teman Aries ketika kembali dari pendidikannya di luar negeri. Tak jarang ia kadang pulang ke rumah Aries di Thailand dulu. Ia sangat bersyukur, karena doanya terkabul--menjadi saudara dengan Aries setelah nanti menikah dengan Riyu.
"Lu baik-baik aja, kan?" tanya Rachel memastikan.
Aries menggeleng, "It's a bad day."
"Kita jalan-jalan, yuk, besok. Berdua aja, tanpa abang-abang ganteng. Gimana?" usul Rachel yang tidak langsung dijawab oleh Aries.
Rachel menawarkan ide yang lain, "Sekalian kita ke butik. Bukannya lu mau ambil gaun buat resepsi nanti? Habis itu kita shopping. Lu pernah janji sama gue, mau ajak gue shopping pakai black card lu. Mau gue ingetin omongan lu waktu itu?"
"Aku ingat. Siangan aja, ya. Jangan lupa jemput," ujar Aries sebelum berbaring ke tempat tidur bersama dengan Leo.
"Beres," sahut Rachel bersemangat.
"Meow. Meow...." Leo bersuara ketika Aries menciumnya dengan gemas.
"Muka Leo nggak woles tuh. Sebel dia," tutur Rachel menyusul berbaring di sebelah Aries.
"Ibu kangen tahu," tutur Aries gemas pada Leo.
"Miau...."
"Lu baca pesan gue nggak kemarin malam?" tanya Rachel sebelum memulai bercerita.
"Yang mana?" tanya Aries bingung.
"Lu, mah, gitu. Gue mau curhat malah nggak dibalas pesan gue. Digarap lu sama Bang Rasi kemarin malam?"
"Aku lagi datang bulan."
"Kasihan Bang Rasi."
Aries duduk setelah menempatkan Leo di kursi kesayangan sang kucing. Kursi dari rotan berbentuk kepala kucing yang lucu. Di atasnya terdapat bantalan empuk, dan di bagian bawahnya berlubang untuk tempat tidur sang kucing.
"Jadi curhat, nggak?" tanya Aries yang sudah bersiap mendengarkan cerita Rachel, mengesampingkan kegelisahannya.
Rachel ikut duduk bersandar di kepala ranjang, "Hampir home run. Itu pesan gue kemarin malam."
"Home run? Kamu main base ball sama Bang Riyu malam-malam?" tanya Aries polos, dan langsung mendapat toyoran di kepala dari Rachel.
"Ish!" Aries tidak mau kalah, tangan kanannya segera menoyor kepala Rachel untuk membalas.
"Hampir kebobolan gue," ungkap Rachel serius.
"Heh?!"
"Hmmm. Bang Riyu hampir khilaf."
"Kok, bisa? Bang Riyu??"
"Ingat nggak waktu pada main dice drinking game?"
"Masa Bang Riyu mabuk? Kan, cuma nyicip white wine doang."
"Lu kira Bang Rasi yang kadang minum alkohol. Bang Riyu nggak pernah minum tahu. Makanya kemarin gue yang nyetir mobil."
"Terus gimana? Kamu apakan Bang Riyu sampai bisa berhenti?"
"Gue siram pakai air."
"Hah?!"
"Ya, gimana. Gue udah takut banget."
Aries tertawa keras, "Kasihan, Bang Riyu. Nggak enak tahu kalau lagi on terus berhenti."
"Gue bukan lu! Tinggal beberapa bulan lagi kita menikah. Ya, kali gue sama Bang Riyu mencicil. Dikira mau beli rumah apa, pakai acara mencicil segala," gerutu Rachel yang kembali mendapat sahutan tawa dari Aries. "Diam, lu!"
"Bang Riyu nggak marah?"
"Sempat marah. Terus ending-nya, kita petting."
Aries langsung menoyor kepala Rachel, "Stupid! Itu sama aja. Kenapa nggak sekalian jebol gawang?!"
"Bedalah. Itu, kan, main di luar. Enak aja jebol gawang, pengaman aja nggak ada. Ogah! Lagian kita sudah janji kalau mau melakukan itu setelah menikah."
"Apa bedanya ML sama petting? Apa kamu nggak tahu kalau petting juga bisa membuat hamil?"
"Masa?? Serius lu?!"
"Percuma kamu sekolah di luar negeri kalau kayak gitu aja nggak tahu."
"Aries, gue serius! Beneran bisa bikin hamil?!"
"Serius. Makanya kalau mau main begituan, tanya-tanya dulu. Atau minimal kamu baca-baca referensi gitu. Biar nggak bodoh!"
Rachel segera mengambil smartphone-nya. Kemudian ia membuka situs pencarian di sana. Mengetik beberapa kata yang ingin diketahuinya--petting dan kehamilan. Kedua matanya melotot sembari membaca beberapa artikel yang muncul. Tubuhnya terasa lemas seketika, kala apa yang Aries katakan benar-benar tertulis jelas di sana.
"Petting dan aktivitas seksual tanpa penetrasi ternyata tetap dapat berpotensi kehamilan karena tidak ada jaminan sperma tidak melekat di vagina ataupun adanya cairan praejakulasi. Sperma yang terkandung sudah cukup untuk membuahi sel telur." Rachel membaca tulisan tersebut dalam hati.
Rachel melanjutkan untuk membaca, "Jadi jika petting dilakukan sampai menimbulkan adanya sperma yang melekat pada vagina dan masuk ke rahim maka ada kemungkinan hamil. Namun jika yakin vagina pasangan bersih dari sperma maka tidak ada kehamilan. Untuk itu anda dapat sarankan teman wanita anda guna memastikan kehamilan dengan melakukan pemeriksaan testpack dan USG di dokter spesialis kandungan ketika ada gejala terlambat haid lebih dari 10 hari."
"Aku dan Bang Rasi bisa hidup bebas karena kita sudah tahu resikonya. Kita juga sudah mempersiapkan berbagai macam pengaman sesuai arahan dokter. Bang Rasi nggak sebodoh itu menjalani free life denganku. Persiapan dia banyak," terang Aries.
"Gimana kalau gue hamil?" tanya Rachel takut.
"Kamu bicarakan sama Bang Riyu nanti. Kalian bisa tanya Bang Rasi lebih banyak lagi. Bang Rasi sudah expert untuk urusan seperti itu."
"Malu."
"Bang Riyu yang tanya sama Bang Rasi. Bukan kamu. Bodoh!"
Aries memeluk Rachel yang saat ini hanya terdiam membisu di hadapannya. Menampilkan wajahnya yang mulai tampak memucat karena cemas dan takut.
"Jangan diulangi lagi! Atau kamu tahu akibatnya." Aries memberi nasihat.
"Punya test pack?" tanya Rachel lirih.
"Ada. Nanti aku kasih. Jangan dibawa pulang, atau orang tua kamu kena serangan jantung," canda Aries mencairkan suasana. "Kecuali kamu pulang ke apartemen."
"Bilang aja, itu punya Aries."
"Sejak kapan ayah sama bunda kamu jadi bodoh?!"
"Sial!"
"Bodoh!"
"Lu juga bodoh!"
"Kamu lebih bodoh!"
"Diem!!!"
"Diam!"
Tawa Aries kembali menggema. Suara tawa terbahak-bahaknya membuat Leo yang hampir tertidur menjadi kaget. Hal itu juga membuat mama Aries menggedor pintu karena hari sudah hampir sore. Meminta Aries dan Rachel untuk turun dan segera makan siang.
♡♡♡
Kedua mata tajam Rasi menatap lurus Pak Ginting di hadapannya. Pak Ginting menjelaskan kemungkinan apa saja yang akan terjadi di persidangan nanti. Perlahan rahang Rasi mengeras, diiringi kedua alis terangkat ke atas ketika mendengar sesuatu yang membuat emosinya meradang.
"Draken dan Roro akan berusaha untuk terbebas dari semua tuntutan yang kita ajukan. Mereka memiliki banyak orang dalam di kantor polisi. Kemungkinan kita untuk bisa menang di persidangan nanti sangat kecil," terang Pak Ginting.
"Ini yang Om khawatirkan sejak awal. Mereka akan berbalik menyerang kita. Draken memiliki backing-an yang cukup kuat. Meski dia sering bermasalah, tetapi selalu lolos begitu saja," imbuh Ibra cemas.
"Apa yang bisa kita lakukan supaya menang di persidangan nanti?" tanya Rasi lugas.
"Jika Pak Rasi ingin memenangkan kasus ini, Bapak harus bisa bermain seperti mereka," jelas Ginting ragu.
Ibra tampak tidak setuju, "Maksud Pak Ginting, kita ikut bermain kotor?"
"Tidak, Pak. Kita harus bisa bermain lebih cantik lagi--tenang namun menghanyutkan. Pak Rasi dan Pak Ibra harus mencari koneksi yang tepat untuk bisa mengalahkan mereka. Kasus seperti ini hanya bisa diselesaikan oleh orang yang memiliki kekuasaan berlebih," ungkap Ginting.
"Seperti membeli hukum?" tegas Rasi yang langsung dibalas senyuman penuh arti oleh Ginting.
"Ini bukan soal Aries saja. Keberlangsungan RAN Esports akan menjadi taruhannya," sela Ibra mengingatkan.
"Pak Rasi mungkin bisa meminta tolong kepada Pak Alrescha. Beliau pasti tahu bagaimana cara memenangkan kasus ini. Pak Alrescha dan Almarhum Pak Tama tidak segan-segan menekan lawan jika musuh memang bersalah. Mereka akan bertindak tanpa ampun agar bisa menang," cerita Ginting.
Ibra memandang Rasi. Ia berharap Rasi tidak salah langkah dalam menghadapi kasus tersebut. Hingga dering suara smartphone Rasi mengalihkan perhatiannya sesaat. Papa--nama yang muncul di layar smartphone Rasi. Membuat Rasi menoleh untuk menatap Ibra dan Ginting sebelum mengangkat panggilan tersebut.
Rasi membasahi bibirnya sebelum bersuara, "Assalamu'alaikum, Pa. Ada apa?"
"Wa'alaikumsalam, Bang. Abang dimana?" tanya Alrescha.
"Rasi di klub sama Om Ibra dan Pak Ginting."
"Apa benar Olivia sudah menjual saham RAN Esports-nya pada kamu?"
"Iya, Pa."
"Apa imbalannya?"
"Rasi tidak mengharuskan Olivia untuk menceritakan hubungannya dengan Draken. Juga, memberi keringanan Olivia jika terseret ke kasus tersebut."
"Oke. Papa akan melaporkan Olivia sekarang. Ada bukti kejahatan baru untuk menjerat Olivia. Biar Papa yang mengurus sisanya. Tugas kamu menjaga Aries dan para korban Draken yang akan menjadi saksi nanti. Pastikan mereka tidak tergiur dengan tawaran apa pun dari pihak lawan."
"Apa yang akan Papa lakukan?"
"Kalian nggak akan bisa menang melawan mereka jika kalian bermain bersih seperti sekarang. Apa Abang mau melihat ada korban lain setelah Draken bebas?"
"Enggak, Pa."
"Papa yang akan urus. Ini salah satu cara untuk menyembuhkan kesakitan dan trauma Aries."
"Apa Papa sering melakukan hal seperti ini?"
"Hmmm. Jika lawan Papa benar-benar bersalah, Papa nggak akan tinggal diam."
"Hati-hati, Pa."
"Pasti. Papa akan selalu berhati-hati untuk kamu. Kalau ada apa-apa, kabari Papa."
"Oke."
Selesai memberi salam, Alrescha segera mengakhiri panggilannya. Detak jantung Rasi menjadi tidak menentu secara tiba-tiba. Ini kali pertama dirinya akan bermain curang selama menjalankan bisnis. Ia tidak menyangka jika ucapannya pada Aries akan menjadi kenyataan--membeli hukum.
"Papa yang akan mengurus sisanya," cerita Rasi.
Ibra mengangguk mengerti, "Kalau memang benar begitu, pengacara Papa kamu pasti akan menghubungi Pak Ginting nanti."
"Yang terpenting kita harus menjaga para saksi dan korban-korban lain agar tidak berbalik ke pihak lawan," kata Ginting mengingatkan.
Rasi hanya terdiam. Mendadak kepalanya terasa penuh dan hampir meledak. Ia tidak menyangka jika Draken dan Roro memiliki pengaruh sebesar itu. Semua kekayaannya ternyata tidak mampu untuk menandingi kekuasaan keluarga Draken dan Roro. Sudah menjadi rahasia umum jikalau hukum di negaranya memang akan selalu berpihak kepada yang lebih berkuasa.
♡♡♡
Lagi, helaan napas Aries berembus ketika langkahnya memasuki The Seasons Ballroom. Menutupi kegugupannya saat mendampingi Rasi untuk sebuah acara formal--Gala Dinner CEO Indonesia. Kali ini kehadiran Rasi untuk menggantikan omnya yang berhalangan hadir. Ia membawa serta Aries sebagai bentuk jawaban atas headline berita online yang sedang viral di kalangan penggemar Esports Indonesia hari ini.
Tangan kanan Rasi mengusap lembut tangan Aries yang mengapit lengannya kala berjalan ke meja undangan. Di sana tampak Rachel tersenyum sumringah menyambut kedatangan sang sahabat. Aries terlihat begitu cantik mengenakan gaun panjang tanpa lengan yang berwarna senada dengan pakaian formal Rasi--hitam. Warna hitam tidak pernah lepas dari sosok Rasi, dan saat ini ia mulai menularkannya kepada sang istri.
"Mau takziah, Bu," sambut Rachel saat Aries duduk di sebelahnya.
"Bangke," timpal Aries sebal.
Rachel terkikik, "Apa ini definisi pasangan kita adalah cerminan diri kita? Bang Rasi pakai pakaian hitam, terus lu juga pakai warna hitam?" ujar Rachel sambil membelai rambut panjang Aries yang terurai rapi.
"Kalau pakai warna cerah, Aries kelihatan imut-imut, Kak," sahut Rasi sebelum meminum air putih yang sudah disediaan.
"Iya, sih, Bang. Tapi kalau hitam kek begini jatuhnya seksi, Bang," tambah Rachel yang langsung mendapat cubitan kecil di paha dari Aries. "Aish."
"Sengaja," balas Rasi yang membuat wajah Aries semakin masam.
Rachel terkekeh, "Siapa yang mendandani? Ini rambut di hair extension?"
"Huum. Mama yang make up," jawab Aries singkat sebelum meminum air mineral yang diberikan oleh Rasi.
"Senyum, dong. Nanti cantiknya hilang kalau cemberut terus," goda Rasi yang sedari melihat bibir Aries mencebik sepanjang jalan.
"Iya. Entar dikira lagi berantem sama suami lagi," imbuh Rachel yang terpaksa membuat seulas senyum terpaksa dari Aries.
"Puas?" gerutu Aries.
"Belum." Rasi dan Rachel menyahut serempak.
Kedua mata Aries mengedar. Memandang sekitar yang ternyata membuat tubuhnya kaku seketika. Beberapa pasang mata sedang memerhatikannya sambil berkasak-kusuk. Tidak terkecuali Olivia dan Roro yang juga hadir malam ini. Kehadiran Aries tentu saja mengagetkan beberapa orang yang mengenal Rasi sebagai putra tunggal dari sosok Alrescha. Ditambah dengan rumor panas yang sedang beredar di kalangan Esports sekarang.
"Sudah lama?" Alrescha datang, mengembalikan pandangan Aries yang sedang menatap sebal ke arah orang-orang tersebut.
"Enggak, Pa. Baru beberapa menit lalu," kata Rasi santai.
"Aries, ada apa?" tanya Arlescha ingin tahu.
"Nggak ada apa-apa, Pa." Aries menjawab seadanya.
"Muka kamu jutek begitu. Dipaksa ikut sama Rasi tadi?" tebak Alrescha.
"Enggak, kok, Pa," ujar Aries malu.
"Aries dari dulu emang mukanya jutek begitu kali, Om. Makanya banyak yang heran, kok, Bang Rasi mau sama cewek jutek?" seloroh Rachel yang langsung mendapat tatapan tajam dari Aries.
"Cewek jutek itu menantang, Kak," sahut Rasi yang membuat Alrescha hanya bisa mengelengkan kepala melihat tingkah sang putra.
"It's okay, Aries. Biarkan semua orang tahu jika kalian sudah menikah. Kalau kamu risih, jangan dilihat balik. Abaikan," tutur Alrescha yang hanya disambut anggukan kepala dari Aries.
Acara pembukaan gala dinner diawali dengan makan malam bersama. Jamuan makan tersebut terdiri dari tiga hidangan berdasarkan jenis makanan dan urutan yang tepat untuk menyantapnya. Ada appetizer, main course, dan dessert; yaitu hidangan pembuka, makanan utama, dan hidangan penutup--tiga istilah untuk jenis makanan yang disajikan dalam bentuk, porsi, dan urutan yang berbeda. Ketiga hidangan ini juga biasa dikenal sebagai makanan kontinental.
Ketika acara telah berganti menjadi sambutan-sambutan, Aries meminta izin Rasi ke toilet bersama dengan Rachel. Dengan ragu Rasi mengizinkan. Ia memandang kepergian Aries dengan perasaan was-was.
"Biarkan dulu. Memangnya kamu mau ikut masuk ke toilet wanita? Tunggu beberapa menit lagi, setelah itu kamu susul," bisik Alrescha pada Rasi.
"Gimana kalau di toilet ada yang jahil lagi?" Rasi kembali khawatir.
"Ada Pak Agus dan Mbak Ranti yang berjaga. Sabar," peringat Alrescha menenangkan Rasi.
♡♡♡
Toilet khusus wanita tampak sepi kala Aries telah selesai membuang hajat kecilnya. Sembari menunggu Rachel, ia mencuci tangan di wastafel yang tersedia. Kepala Aries menoleh ketika mendengar suara seseorang yang tidak asing di telinganya.
"Jadi rumor itu benar, kalau Bang Rasi sudah menikah sama kamu?" olok Olivia yang tiba-tiba berada di sisi kanan Aries sambil mencuci tangan. "Kehadiran lu bikin Bang Rasi selalu menjadi headline berita di kalangan Esports. Padahal selama bertahun-tahun Bang Rasi berkarir di dunia Esports, nggak pernah ada skandal apa pun. Lu emang pembawa sial."
"Tutup mulut, lu! Lu yang pembawa sial," sungut Rachel yang baru saja keluar dari toilet. "Lihat aja CybrFox sekarang. Sudah berapa kali CybrFox menang di tahun ini? Nol."
"Gue nggak ada urusan sama lu," tegas Oilivia.
"Urusan Aries itu juga urusan gue. Mau apa lu?!" tutur Rachel lugas.
"Sekali kalian menyentuh gue, kalian akan masuk headline berita nanti," ancam Olivia.
Aries menahan Rachel yang akan mendekati Olivia, "Jangan! Jangan membuat masalah di sini."
"Shit! Awas lu!" peringat Rachel sebelum membawa pergi Aries keluar dari toilet.
"Saham RAN Esports gue sudah dijual kepada Bang Rasi. Bang Rasi bilang, dia akan membantu gue jika terseret dari kasus murahan lu," ungkap Olivia yang membuat langkah Aries dan Rachel tertahan.
Aries mendadak berbalik. Ia langsung menyerang Olivia dalam hitungan detik. Membuat Rachel terperanjat melihatnya. Tangan kanan Aries mencekik leher Olivia, dan menyeretnya ke dinding. Mengunci tubuh Olivia yang lebih kurus darinya hanya dengan jari-jari tangan kanan.
"Aries, dia bisa mati nanti!" peringat Rachel mencoba melepaskan cekikan Aries di lehar Olivia.
"Mungkin Bang Rasi bisa meloloskan kamu, tapi aku nggak akan pernah membiarkan kamu bebas begitu saja," geram Aries.
Olivia mulai kesulitan untuk bernapas. Kedua matanya mulai merebak, sembari mencoba melepaskan tangan Aries yang sedang mencekiknya.
"Sayang, lepas. Kamu bisa membunuh Oliv," ucap Rasi yang sedari tadi sudah menunggu di depan toilet wanita bersama dengan bodyguard perempuan kepercayaan papanya.
Mendengar suara Rasi, jemari Aries semakin mengetat di leher Olivia. Ia sangat tidak suka jika Rasi menghalangi untuk membalas perlakuan Olivia yang selalu menghina dan menjelekkannya. Tangan kiri Rasi memeluk erat perut Aries untuk mundur, sedang tangan kanannya mencoba melonggarkan jeratan jemari Aries di leher Olivia yang sudah memerah. Tiba-tiba Aries memekik sambil melepas jeretan tangannya dari leher Olivia.
"Auw!!" pekik Aries kesakitan.
"Sorry. Gue takut lu bunuh orang," ucap Rachel gugup.
Seulas senyum bersalah tercipta dari bibir Rachel setelah menggigit lengan tangan Aries. Membuat Aries mengaduh kesakitan, dan melemparkan tatapan tajam padanya. Saat itu Rasi langsung membawa tubuh Aries menjauh dari Olivia yang sedang terbatuk-batuk akibat cekikan Aries.
"Kita pulang," perintah Rasi.
Rachel mengikuti Rasi yang membawa Aries keluar dari toilet. Dengan arahan Mbak Ranti, Rasi membawa paksa Aries ke basement parkir untuk segera pulang melewati jalan darurat. Sementara Aries hanya terdiam saja menahan rasa kesal di dada atas kedatangan Rasi yang tidak terduga, dan juga karena ulah Rachel.
"Mbak Ranti, urus CCTV di sini. Jangan ada bukti rekaman yang tertinggal," tegas Rasi memerintah.
♡♡♡
"I need a space," ucap Aries setelah Rasi memarkirkan mobil sport-nya di depan rumah sang mama. "Buka pintunya."
"Oke. Abang akan kasih kamu waktu untuk sendiri. Tapi kita selesaikan masalah ini terlebih dahulu," tutur Rasi sabar.
"Aku nggak punya masalah sama Abang. Jadi nggak ada yang perlu kita bicarakan sekarang," tegas Aries penuh penekanan.
"Kamu sedang marah. Kalau kamu nggak marah sama Abang, kamu pasti mengajak Abang mengobrol sepanjang jalan tadi. Ada apa?" ulang Rasi bertanya.
"Nggak ada apa-apa. Aku capek. Cepat buka pintunya!" pekik Aries tidak sabar.
"Sekali lagi Abang tanya, ada apa? Kenapa kamu menyerang Olivia seperti tadi? Kalau kamu nggak cerita, kita akan tidur di mobil malam ini. Atau kamu bisa mencoba memecahkan kaca mobil kalau mau keluar," tantang Rasi.
Helaan napas kasar Aries berembus. Ia menyalangkan tatapan amarahnya kepada Rasi dengan begitu berani. Jika ia amnesia, mungkin tangannya sudah memukul Rasi sedari tadi. Sementara itu Rasi tampak masih sabar menghadapi kemarahan Aries saat ini. Ia hanya terdiam memandang sang istri yang terlihat ingin menerkamnya tanpa ampun.
"Kenapa Abang nggak cerita sama aku kalau Olivia memiliki hubungan dengan kasus itu? Abang masih belum bisa cerita sama aku? Abang anggap aku ini siapa?!" gerutu Aries.
"Kamu sedang trauma waktu itu. Gimana caranya Abang cerita sama kamu?" jawab Rasi tenang.
"Alasan! Kenapa Abang membiarkan dia lolos begitu saja? Abang melakukan itu bukan karena ingin saham 5% RAN Esports milik dia aja, kan?!"
"Bukankah waktu itu kamu sendiri yang bilang, saham 5% yang ada di Oliv itu juga bisa membuat kita semua kalang kabut nanti. Ingat? Abang cuma ingin mengambil alih saham itu. Dan sekarang saham itu sudah menjadi milik kamu. Saat ini kita adalah pemilik saham terbesar di RAN Esports. Nggak akan ada yang bisa macam-macam dengan kamu."
Aries terdiam mendengar penuturan Rasi. Kedua matanya merebak. Menatap Rasi yang juga sedang memandangnya.
"Kenapa Abang melakukan itu?! Aku nggak butuh semua harta Abang atau Papa! Aku cuma mau hidup tenang dan bebas. That's it!!" teriak Aries marah. "Kenapa Abang meloloskan dia? Why? Abang sayang sama dia?!"
"Abang nggak meloloskan dia. Abang hanya mengurangi tuntutannya, karena dia pernah menjadi anak Om Tama. Om Tama pernah berpesan untuk menjaga kamu, Mama Trisha dan Olivia. Hanya itu."
"Bullshit!!!"
"Siang tadi Papa melaporkan Olivia karena ada penggelapan dana di CybrFox Esports. Olivia nggak akan bisa lolos nanti."
"Bukan urusan aku!!!"
"Abang cuma cerita. Nggak ada yang sedang meloloskan Olivia," terang Rasi sebelum membuka kunci pintu mobilnya.
Aries segera turun dari mobil Rasi. Begitu pula Rasi. Menyusul Aries, dan menghalangi jalan Aries yang akan menaiki anak tangga teras rumah.
"Abang cuma mau pamit. Besok kita ketemu lagi. Cepat tidur, jangan marah-marah terus," ucap Rasi sebelum mengecup bibir Aries sekilas.
Senyum Rasi tersungging sambil mengusap kepala Aries dengan penuh sayang. Kemudian ia melangkah pergi meninggalkan Aries.
"Abang mau kemana?" tanya Aries dengan matanya yang masih merebak.
"Pulang. Kamu mau sendiri dulu, kan? Abang nggak mau mengganggu kamu. Besok bangunin Abang di rumah Papa, ya," kata Rasi seraya tersenyum, menampilkan lesung pipinya yang begitu manis.
"Nanti yang nemenin aku ke kamar mandi siapa?"
"Mama, dong."
"Maaf."
"Buat?"
"Capek. Everything sucks." Aries menangis setelah seharian ini menahan segala rasa tidak mengenakkan di hatinya.
Rasi menghampiri Aries kembali. Ia mengusap air mata Aries yang mengalir tanpa henti. Kemudian mendekap sang istri sambil menepuk-nepuk punggung. Mencoba menenangkan Aries yang masih menangis karena kesal dengan keadaan saat ini.
"Nope. I'm your everything, right? The one and only," kata Rasi yang semakin membuat Aries memeluknya dengan erat.
Tbc.
22.05.30
Hai semua...
Terima kasih untuk bintang dan semangatnya di part kemarin. Jejak kalian itu mood booster-ku.
Maaf, karena waktu itu sempat salah pencet publish. Aku nggak bermaksud PHP. Serius. ✌️
Next, aku mungkin agak lama update. Karena mau ngumpulin saudara-saudara Rasi untuk acara resepsi nanti. Mungkin juga bakalan bikin kalian bingung pas baca kalau keluarga besar Nataya kumpul semua. Hehehe.
See you next time.
Tabik.
🙏🏻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top