Chapter 6 : Second War!!
Tamaki berjalan mendekatiku sambil melenyapkan senjata bertahan hidup miliknya.
Aku menatapnya nanar.Beraninya dia lancang dengan Irie.
"Ami, kali ini kamu memang berpihak pada si Irie itu tapi pada akhirnya kau akan berpihak padaku dan menyesalinya" ujar Tamaki dengan tatapan merendahkan.
Anak ini punya kepribadian ganda, ya!? Kupikir tadinya dia adalah anak yang baik.Tapi sekarang, lihatlah sikap sombongnya itu.
Cih! Rasanya aku ingin menghabisinya dalam sekali tebas.
Eh..? Menghabisi? Apa yang baru saja kupikirkan?
Selagi aku melamun, tiba - tiba Tamaki bergerak cepat mencium pipiku.Ia membuatku diam terpaku.
"Apa yang...!?" gumamku kesal sembari menjauh beberapa langkah darinya.
"Tidak ada.Jaa ne~" ujar Tamaki lalu berbalik pergi.
Sementara itu, Irie hanya bisa terdiam melihat kejadian tersebut.Matanya membelalak lebar karena tidak menyangka.
Sedangkan kedua telapak tangannya mengepal kuat menahan emosi.
"Kupikir...akulah yang akan pertama kali menciumnya" pikir Irie.
"Irie-kun, kalau kamu tidak keberatan...kita bisa.." ujarku pelan.Aku berniat mengajaknya pulang bersama seperti dulu.
"Lebih baik tidak" sela Irie cepat lalu berlalu dari hadapanku dengan dinginnya.
"Ada apa dengannya?" pikirku bingung.
***
Sementara itu disebuah ruangan pengendali yang gelap, seorang pria paruh baya nampak sedang duduk di sebuah kursi putar.
Pandangannya tertuju pada layar - layar LED di depannya.
Kemudian masuklah seorang anak laki - laki yang berusia kurang lebih 15 tahun ke dalam ruangan itu.
"Ayah, kau sedang mengamati lagi?" tanya anak itu.
"Iya, mau bergabung?" tawar pria paruh baya itu.
"Hmm...tidak juga.Habisnya tontonan ayah itu hanyalah video anak SMA tawuran.Membosankan" tolak anak itu tak tertarik.
"He? Kamu tidak tertarik dengan dunia yang ayah ciptakan ini? Nanti kamulah yang akan jadi penerus ayah, lho.." ujar si pria paruh baya kaget.
"Itu sih...aku juga masih memikirkannya" gumam anak tadi.
"Sudahlah, lanjutkan saja tugasmu.Masih banyak yang harus kau amati di dunia ayah, nak!" ujar pria paruh baya lalu kembali fokus pada layar - layar LED di hadapannya.
***
Keesokan harinya, Kou senpai mengadakan pertemuan jurusan kembali.Ia mengatakan, kalau ia akan terus mengadakan pertemuan jurusan sampai semua anak baru benar - benar mengerti situasi saat ini.
"Jika kita menekan tombol merah di balik papan tulis ini, maka otomatis kita telah berada di Dimensi Dewa. Tugas kita adalah melakukan patroli di sekitar gedung jurusan bahasa." jelas Kou senpai.
"Jika ada yang melihat tanda - tanda orang dari jurusan matematika, maka yang harus kalian lakukan adalah menghubungi senpai terdekat dengan walkitalky yang baru saja dibagikan tadi.Mengerti?"
Kemudian kami semua menjawab "Iyaa!!".
Mendengar jawaban dari para murid baru yang cukup meyakinkan, Kou senpai tersenyum mantap.Lalu ia menyuruh kami semua berbaris dan pergi keluar.
Kami dibentuk menjadi beberapa tim yang terdiri dari tiga orang.Kelas A dan B disatukan dengan tujuan agar kami cepat berbaur.
Aku satu tim dengan dua orang dari kelas A, yaitu Rika dan Takeo.Mereka adalah orang yang sangat bersemangat dan enerjik.
Kurasakan hawa membunuh mereka sudah melekat pada aura mereka.
" Ami, jika kita bertemu musuh...kita harus langsung membunuhnya" bisik Rika.
"A..apa? Tapi kita kan, belum boleh melakukannya" protesku.
"Ck! Apa kamu tidak mau dipuji Kou senpai? Ayolah, ini sangat mudah! Hanya dengan beberapa trik saja maka mereka yang bersenjata akan kalah dengan kita yang bertangan kosong" ujar Takeo memudahkan.
"Ehm..." gumamku ragu.
"Sudahlah, kita pasti selamat! Musuh kita tidaklah lebih dari orang - orang bodoh!" bisik Rika enteng.
"Baiklah, kalau itu mau kalian" ujarku pelan.
Apakah tidak apa, kalau aku tidak memberitahu mereka tentang kekuatanku yang sebenarnya?
Rasanya aneh juga sih, jadi salah satu pengguna senjata legendaris.
Lebih baik aku tidak memberitahu mereka saja.Dan aku berharap trik mereka berhasil, setelah itu kami bisa pulang dengan selamat.
Aku harap murid - murid matematika itu memang tidaklah lebih dari hanya sekedar orang bodoh.
Yah..walaupun pada kenyataannya Irie selalu dapat ranking satu diatasku.
***
Kami bertiga berpatroli mengelilingi halaman gedung jurusan bahasa namun tidak ada tanda - tanda dari musuh.
Aku mulai menguap tanda kebosanan mulai menyerangku.Kemudian Takeo duduk di hadapanku dan Rika.
Ia menyilangkan lengannya di depan dada seperti orang kesal.
"Ada apa?" tanyaku.
"Ini sama sekali bukan patroli! Ini hanyalah sekedar latihan bodoh yang dibuat para senpai untuk kita" keluh Takeo.
"Memang begitu, kan?" tanyaku balik.
"Ini sama sekali tak ada tantangannya! Aku ingin musuh asli! Kalaupun disini ada musuh, pastilah hanya para senpai yang berpakaian aneh dan mudah untuk dikalahkan!" keluh Takeo.
"Aku rasa Takeo benar" ujar Rika.
"Hei, apa kalian benar - benar ingin membunuh?" tanyaku ragu.
"Tentu saja" jawab Takeo cepat.
"Hmm..senjata saja kalian belum punya tapi kalian sudah berambisi untuk membunuh" pikirku.
SHING!
Tiba - tiba kilatan cahaya yang menyilaukan menghalangi pandangan mataku.
Dalam waktu sepersekian detik kemudian, cahaya itu redup dan kulihat anak laki - laki tengah bersiap menghunuskan pedang ke arah Takeo.
"Awas!!" jerit Rika.
SRASH!
Takeo berhasil menghindari serangan itu.Sementara anak laki - laki tadi nampak kesal.
"Kau membutuhkan refleks yang bagus saat bertarung!" ujar Takeo pada si anak laki - laki asing.
"Kau hanya beruntung!" ujar anak asing sembari mencabut pedangnya dari tanah.
Kemudian terdengar suara dari walkitalky milikku.Suara itu adalah suara Ayane yang sekarang berada di wilayah barat daya.
"Ini keadaan darurat! Kita diserang, untuk semua murid kelas 1 harap kembali ke ruangan bawah..Sekali lagi, ini keadaan darurat!...".
"Astaga, ini bukan permainan lagi" gumamku.
Kulihat anak asing itu tersenyum menyeringai ke arah kami bertiga.Tangan kanannya bersiap mengayunkan pedang itu kapan saja tanpa kami tahu.
"Akan kuserang dari yang paling lemah!" serunya, menunjukku.
Kemudian dia melesat ke arahku dengan pedangnya tapi Takeo melindungiku.Ia mengapit pedang si anak asing dengan kedua telapak tangannya.
"Takeo!!" ujarku.
"Jangan khawatir, aku sudah belajar ilmu beladiri dari pamanku tahun lalu" ujar Takeo lalu mendorong pedang dan pemiliknya hingga jatuh.
"Keterlaluan kau!" umpat si anak asing.
"Kau yang keterlaluan!!" balas Rika lalu dengan cepat menyerang si anak asing yang baru saja bangkit dari posisinya.
"Rika? Kamu...gila?" pekikku kaget.
"Tidak juga.Aku adalah mantan atlet aikido, lho" balas Rika nyengir.
He...? Bahkan di situasinya yang seperti itu ia masih bisa tersenyum.
Apa - apaan anak itu?
Ketika Rika nampak kesulitan, Takeo memutuskan bergabung dalam perkelahian itu.
Satu pedang melawan dua tangan kosong.Menarik juga.
Pertarungan mereka sangat sengit sampai - sampai tak ada ruang untukku bergabung.
Kombinasi Takeo dan Rika sangatlah hebat.Mereka mampu bekerja sama dengan baik.
Namun ketika mereka akan berhasil memojokkan si anak asing..
SRASH!!
Lagi - lagi darah....
Sial!
"Ta...Takeo..? Ri...Rika...?" gumamku syok.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top