Chapter 11 : Watashi to Green Flash

Aku berdiri terpaku menatap buruanku. Pikiranku kacau.
Si jubah hijau yang sedari tadi hanya diam, kini mulai menggerakan bibirnya.

"Ami, maafkan aku" ujarnya pelan. Nada suaranya dipenuhi dengan rasa penyesalan.

Aku menggeleng pelan diiringi isak tangis.

"Inilah aku. Kuharap kau bisa membunuhku sekarang juga karena inilah tujuanku" ujarnya lagi, tersenyum simpul.

"Aku tidak benar - benar ingin membunuhmu. Aku hanya memancingmu agar kau berhasil membunuhku tanpa harus mengetahui siapa aku sebenarnya"

"Aku tidak keberatan harus menanggung semua rasa bencimu asalkan kau tetap hidup, Ami. Aku tidak tega melihatmu menderita dan menangis. Ketika kamu menangis... entah kenapa aku juga ikut merasakan sakitnya".

Kemudian aku menurunkan katana-ku dari wajahnya. Aku lanjut menatapnya masih dengan air mata yang bercucuran di wajahku.

" Kenapa kau melakukan semua ini, Irie Baka!!??" bentakku kesal.

Mendengar bentakanku, si jubah hijau malah tersenyum. Kemudian ia menjawab "Semua itu kulakukan karena aku menyukaimu".

DEG!

Sakit. Refleks, aku memegangi dadaku. Berharap rasa sakit itu bisa kubendung. Namun usahaku sia - sia, isak tangisku malah semakin kencang.

"Kenapa kau menangis?" tanya si jubah hijau pelan.

"Baka!! Aku... aku.. tidak bisa.." jawabku terbata.

"Aku mohon berhentilah menangis, Ami. Setelah itu bunuhlah aku" pinta si jubah hijau lembut.

Aku menggeleng cepat sambil berusaha menahan isak tangisku. Aku tidak percaya. Selama ini ternyata sosok si jubah hijau yang kubenci adalah sosok yang paling kucintai.

Irie-kun.

KREK...

Tiba - tiba terdengar suara retakan kecil dari bawah tanah. Aku segera mengusap air mataku dan berpindah posisi menjadi siaga.
Begitu juga dengan Irie.

1 detik... 3 detik...

Tak ada hal aneh yang terjadi. Aku rasa suara retakan tadi tidak menimbulkan kekacauan.

"Ami! Di bawah kita!" seru Irie lalu melompat ke udara.

Aku yang masih bingung, perlahan menatap tanah yang kupijaki sekarang.
Kulihat retakan berbentuk melingkar yang mengelilingi posisiku dan Irie.

BRAK!

Sebelum aku bisa menghindar, retakan tanah tersebut seketika ambruk ke bawah dan menciptakan lubang gelap yang aku tidak tahu dimana ujungnya.

Aku ikut terperosok ke dalam lubang itu bersama kepingan - kepingan tanah.
Kulihat Irie diatas nampak panik dan gelisah.

"Baka.." gumamku tersenyum.

Lalu tanpa bisa kuduga, Irie melompat ke dalam lubang tanpa alat penahan apapun.
Ia melompat tanpa terlihat perasaan ragu di wajahnya.

Aku terbelalak. Aku sungguh tidak menyangka ia akan melakukan hal segila ini.

Aku terdiam ketika ia berhasil menggapai tanganku. Kemudian ia menarik badanku ke arahnya dan memelukku.

"Aku tidak akan membiarkanmu pergi lagi." bisik Irie lembut.

Aku masih terdiam.

"Jika kamu harus pergi, maka aku akan ikut bersamamu. Kemanapun itu" bisiknya lagi.

Hatiku tersentuh. Aku mulai menangis lagi. Dan kini tangisanku lebih kencang dari sebelumnya.

Mendengar tangisanku, Irie hanya mengelus rambutku pelan dan tersenyum. Seakan - akan ia berkata 'Jangan menangis karena aku akan selalu ada untukmu'.

BRUK!!

Punggung Irie menghantam keras dasar lubang ini.
Saat itu aku berhenti menangis.
Aku menyadarinya.., Irie baru saja melindungiku.

Dan aku menyadarinya..., Irie mungkin baru saja mengorbankan nyawanya untukku.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top