1 : Gagak Jalanan

Siang ini teduh, lantaran mentari disembunyikan oleh gerombolan awan-awan hitam. Erhan duduk di sebuah warung kopi tendaan pinggir jalan sambil menatap gedung pencakar langit di sebrang jalan.

Mobil pajero hitam memasuki area tersebut. Erhan mengacuhkan kopinya yang terlanjur menggigil dan bangkit dari duduknya.

"Berapa, Teh?" tanya Erhan pada teteh penjaga warung. Ia mengeluarkan dompet cokelat, bersiap mengeluarkan sejumlah uang untuk menebus kopi yang bahkan hampir tak ia sentuh.

"Udah ambil aja," balas wanita itu tersenyum. Ia tampaknya terjerat dengan paras Erhan. Terlihat jelas dari caranya menatap pria dingin tersebut. Namun, Erhan meletakkan lima ribu rupiah di atas meja, lalu pergi menyebrang jalan.

"Giliran yang ganteng dikasih gratis, dasar genit!" celetuk seorang pria buncit yang sedang duduk membaca koran. Diam-diam ia mengamati gelagat si teteh pada Erhan.

"Yeee, sirik!" balas teteh dengan ketus.

Terhitung sudah tiga hari gagak kembar mengambil pekerjaan kotor ini. Erhan dan Erik mempelajari targetnya yang merupakan seorang komisaris perusahaan. Hari ini Erhan datang dengan batik hitam dan celana bahan berwarna selaras dengan batiknya. Ia berjalan menghampiri scurity yang berjaga di depan.

"Ada yang bisa dibantu, Pak?" tanya satpam itu.

Erhan mengeluarkan kartu nama. "Saya ada janji dengan Pak Guswanto."

Satpam itu membaca kartu nama yang diberikan Erhan. "Bapak Hamdan dari PT Gagak Sakti. Silakan masuk, Pak." Erhan dan pria itu masuk ke dalam gedung. "Ditunggu dulu sebentar." Erhan duduk di lobi, sementara satpam itu berbicara dengan seorang resepsionis.

Tak lama berselang, satpam itu pergi ke posnya kembali. Sementara wanita di meja resepsionis berbicara dengan seseorang di telpon. Sepertinya ia sedang berbicara dengan Guswanto. Setelah mematikan panggilan, ia berjalan menghampiri Erhan.

"Mari ikuti saya," tuturnya lembut pada Erhan.

Erhan tersenyum. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan masuk ke dalam lift bersama wanita itu. Di dalam lift, wanita itu melirik ke arah Erhan. Sesekali Erhan menangkap lirikan tersebut dengan senyum manisnya, membuat wanita itu tersipu malu.

Lift berhenti di lantai sepuluh. Erhan dibawa ke ruangan Komisaris. "Maaf, toilet di mana, ya? Saya mau buang air dulu. Maklum grogi," ucap Erhan.

Wanita itu menunjuk ke arah toilet lantai sepuluh. Erhan berjalan pergi, sementara wanita itu menunggu di depan pintu ruangan Guswanto.

Erhan masuk ke kamar mandi dan mengambil ponsel Nokia jadul. Ia memberikan sebuah pesan SMS pada Erik.

Tak berlama-lama, Erhan segera keluar dan kembali pada wanita yang menunggunya.

Tok ... tok ... tok

"Masuk," ucap suara berat di dalam ruangan.

Erhan masuk ke dalam ruangan Guswanto setelah dipersilakan, sementara wanita itu tertahan di depan pintu.

"Saya permisi dulu." Wanita itu pergi setelah selesai mengantarkan tamunya.

Di ruangan itu Guswanto tidak sendirian. Ia ditemani dua orang pria kekar yang berdiri di belakangnya. Menyadari Erhan memperhatikan mereka, Guswanto tersenyum.

"Jangan takut, ini penjaga saya."

Erhan tersenyum. "Oh, baik, Pak Guswanto."

"Saya sudah baca proposal yang Pak Hamdan berikan, dan saya merasa tertarik dengan produk yang bapak tawarkan. Bisa bapak presentasikan lebih detailnya sekarang?"

"Tentu, Pak." Erhan mengeluarkan laptop dan mempresentasikan sebuah produk semu pada Guswanto.

Erhan merupakan pria dengan intelektual yang tinggi. Ia juga memiliki banyak koneksi dengan berbagai orang dari kalangan bawah sampai kalangan atas. Bukan hal sulit berpura-pura menjadi seorang sales yang menawarkan sebuah produk menarik pada targetnya.

***

Di sisi lain Erik membaca SMS yang masuk ke ponselnya. Hari ini ia mengenakan seragam office boy, berjalan membawa pel dan ember ke kamar mandi lantai sebelas. Gedungnya berada tepat di depan gedung tempat Erhan berada.

Erik mengambil topi yang ia simpan di kamar mandi, bersamaan dengan tas pancingnya. Sejenak ia melihat situasi di luar, lalu setelah dirasa aman, ia berjalan ke rootop yang berada di lantai dua belas.

Gedung tempatnya berada merupakan gedung lama yang hendak ditinggalkan. Kebanyakan perusahaan hanya menghuni hingga lantai lima. Lantai enam ke atas sudah kosong karena banyak perusahaan pindah karena arsitektur bangunan yang miring.

Kepulan awan hitam menyambut kedatangan Erik. Pria itu memasang senapan runduknya dan menatap pada titik koordinat yang dikirimkan oleh Erhan. Erik memang banyak tingkah, tapi dia adalah pria yang sabar. Menunggu adalah makanan sehari-harinya.

Sebuah pesan masuk kembali. Erik membaca pesan itu, rupanya Erhan sudah selesai dengan urusan presentasinya. Erhan memberitahu warna pakaian dan ciri-ciri fisik Guswanto. Sengaja mereka pilih ponsel lama, karena tak bisa diretas, atau dicari lokasinya.

Tak lama berselang, di gedung sebrang tempat senapannya membidik. Seorang pria cepak duduk di kursi. Terlihat jelas dari teropong milik Erik. Ia berbincang dengan salah satu dari dua orang penjaganya yang berdiri di depan mejanya.

"Kenapa orang-orang jaman sekarang suka duduk di tempat yang terbuka kayak gitu, ya? Kepala mereka taruhannya," gumam Erik.

Erik menarik napas panjang, lalu menahannya. Fokusnya sangat tajam, setajam pandangannya yang membidik Guswanto. Targetnya tak sadar bahwa gagak-gagak sedang berputar-putar di atas langit untuk menjemput jiwa yang hampir mati.

Tak ada yang sadar kecuali dua orang bertubuh kekar, bahwa seseorang baru saja tewas akibat kepalanya dilubangi peluru runcing senapan runduk yang diberi peredam suara.

Erik langsung membungkus senapannya lagi dan segera pergi dari lokasi tersebut secepat mungkin setelah berhasil menghabisi Guswanto. Arah pelurunya menjadi satu-satunya cara melacak keberadaan penembak jitu.

***

Di sisi lain Erhan baru saja keluar dari lift, ia memberikan senyum pada wanita resepsionis dan berjalan keluar. 

Tak lama berselang, gedung itu digemparkan oleh pengumuman bahwa Komisaris baru saja tewas terbunuh akibat kepalanya dilubangi peluru. Dua orang penjaga segera melapor pada pihak berwajib. Mereka juga bergerak menuju lokasi gedung sebelah untuk mencari si penembak jitu.

Raut wajah Erhan perlahan datar kembali ketika keluar dari pintu utama gedung. Ia berjalan menyebrang jalan, lalu berbelok ke kanan melewati warung kopi tendaan. Tangannya bersembunyi di balik kantong celananya. Tiba-tiba seorang pria dengan kemeja putih lengan pendek dan celana bahan hitam berjalan di sampingnya. Pria itu mengenakan topi dan membawa tas pancing. Mereka berjalan dalam posisi sejajar tanpa perbincangan. Berselang dua ratus meter, mereka berdua berbelok masuk ke Stasiun.

Erhan dan Erik berdiri di peron hingga kereta api jurusan Jakarta Kota datang menjemput. Mereka menaiki kereta tersebut dan berpencar ke arah yang berbeda ketika masuk ke dalam gerbong. Erhan mencari pojok untuk bersandar, sementara Erik duduk di kursi yang masih kosong.

Setengah jam berlalu, kereta tiba di ujung perjalanan. Erhan turun dan berjalan membeli minum di super market, lalu duduk di kursi panjang menikmati minumannya. Sementara Erik sudah duduk terlebih dahulu di kursi panjang tersebut.

Erhan memberikan botol minumannya pada Erik. Erik menyambutnya dan meminum air yang diberikan Erhan.

"Kirim seekor gagak pada client, target berhasil dihabisi. Berikan sisa uangnya malam ini juga," tutur Erhan. "Dua puluh persen dari projek ini adalah milik Taksaka. Tanpa bantuan para ular itu aku tidak punya akses masuk untuk bertemu Guswanto."

"Ya, bagian kita empat puluh, empat puluh. Enggak masalah," balas Erik.

Mereka beranjak dari duduk, lalu berjalan menuju parkiran yang menyimpan kendaraan mereka. Gagak-gagak jalanan kembali ke sarang setelah puas memuaskan haus darahnya.

.

.

.

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top