5 | Aku ini Idealis!


Bangsa ini besar oleh orang-orang yang berjiwa besar. Itulah yang pernah diucapkan oleh para pendahulu kita. Para pahlawan di negeri ini telah menghabiskan waktu dan tenaga mereka agar kita yang menjadi para penerusnya menikmati hasil jerih payah kemerdekaan secara gratis tanpa perlu memanggul senjata dan mengorbankan darah. Indonesia memang telah menjadi bangsa yang besar sekarang ini. Dengan beragam kemajemukan dan beragam persoalan. Bisa dibilang Indonesia adalah negeri dengan seribu satu persoalan yang tiada pernah berakhir. Kalau dulu di jaman kolonial musuh bangsa Indonesia adalah para penjajah, maka sekarang musuh negeri ini  datang dari mana saja bahkan yang berasal dari dalam negeri pun ada. Musuh dari luar adalah mereka yang datang dengan bermuka manis untuk bisa mengeruk kekayaan Indonesia lalu memanfaatkannya untuk mengenyangkan perut mereka kemudian agar maksud dan tujuan mereka tercapai mereka pun mengancam dengan persyaratan-persyaratan aneh intinya agar mereka bisa terus mengeruk kekayaan di Indonesia hingga habis. Itu baru dari sisi kekayaan alam, bagaimana dengan sisi yang lain?

Indonesia tercatat telah menghabiskan triliyunan APBD untuk membangun negeri, membenahi infrastruktur, membuat program-program untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, kemudian menganggarkan dana tersebut untuk ketahanan pangan. Pajak-pajak di segala sektor adalah salah satu masukan terbesar yang didapat oleh negara ini. Tidak hanya pajak sebenarnya sumber devisa negara dari para TKI yang pergi ke luar negeri juga adalah salah satu hal yang tak bisa diremehkan. Ironis memang saat kita banyak yang protes terhadap para TKI yang bekerja sebagai pembantu di luar negeri, justru kita mendapatkan devisa yang besar dari TKI tersebut.

Berbagai keberhasilan pembangunan itu ternyata dibayang-bayangi oleh oknum-oknum yang sekarang duduk santai tanpa bekerja. Mereka adalah para koruptor yang tumbuh di instansi-instansi pemerintahan seperti benalu. Mereka mengeruk, menggerogoti uang-uang negara sehingga pembangunan yang dirasakan oleh rakyat Indonesia tidaklah maksimal. Jalan-jalan protokol yang seharusnya kokoh dan tidak tergerus oleh hujan dan panas, dalam waktu kurang dari sebulan sudah ambrol. Gedung-gedung sekolah yang rusak terbengkalai seolah-olah ditelantarkan oleh pemerintah. Tingginya nilai impor beberapa kebutuhan pangan padahal Indonesia adalah negara yang mampu berswasembada. Berbelit-belitnya birokrasi hingga akhirnya timbullah suap-menyuap di sana sini. Negeri ini termasuk negeri dengan kasus suap terbanyak. KPK saja telah menangkap banyak para tersangka, tapi korupsi sudah menjadi budaya di negeri ini. Mereka tak lagi melihat korupsi sebagai tindak kejahatan tapi sebuah budaya yang mana akan terus-menerus menurun ke anak cucu.

Dari sejak Indonesia merdeka, lalu beralih ke orde lama, orde baru, ke reformasi hingga ke sekarang ini, budaya korupsi tidak pernah berhenti. Korupsi akan terus ada sampai kapan pun selama manusia-manusia jahat dan serakah masih ada di dunia ini. Tingkat ekonomi yang menurun, tingkat kemiskinan yang tinggi, kesenjangan di antara manusia adalah salah satu faktor-faktor yang membuat tingginya angka korupsi. Bahkan orang-orang dengan penghasilan bermilyar-milyar pun masih tetap melakukan korupsi. Suap-menyuap di pejabat tinggi bukan hal yang asing lagi. Mereka adalah para penjahat berkerah putih, kuat karena uang tapi lemah di dalam sisi moral dan etika. Sebenarnya juga kalau masuk lebih dalam lagi kepada dunia para pejabat, maka akan didapati para pejabat tersebut melakukan berbagai kejahatan secara tersembunyi.

Di sebuah gedung yang cukup tinggi di daerah Kemang. Di salah satu lantai di gedung tersebut sedang diadakan perkumpulan untuk orang-orang tertentu. Mereka orang-orang dengan kemeja putih, berjas dan berdasi layaknya orang-orang penting. Beberapa wajah-wajah yang ada di tempat itu adalah para pengusaha, konglomerat serta beberapa orang pejabat penting yang mana pengaruhnya tak bisa diremehkan. Di jalanan ada preman-preman dengan tampang sangar bertatto dan terkadang membawa pisau untuk mengancam orang-orang, namun di jajaran orang-orang tinggi para preman adalah mereka yang berdasi dan berjas necis dengan bersenjatakan uang dan hukum yang mereka tarik ulur pasalnya sekehendaknya.

Samudra sedang mendengarkan dengan seksama dialog yang ada di televisi. Beberapa kali wajah sang gubernur disorot. Proyek baru yang sekarang sedang marak digarap oleh pemerintah DKI Jakarta adalah proyek reklamasi Pulau Epsilon atau yang dikenal dengan Pulau E. Letaknya antara Jakarta dan Kepulaun Seribu. Sejak proyek itu dicanangkan banyak menuai kontroversi. Ketika awal-awal menjabat, Ronald Wisnu Nugraha sama sekali tak terekspos tentang masalah ini. Namun entah kenapa malam ini terjadi pembahasan hal ini. Mungkin setelah kemarin dia mengumumkan kepada khalayak akan maju kepada pemilihan presiden tahun depan. Samudra sudah cukup umur, bahkan ia sudah memiliki E-KTP. Jadi dia sudah mempunyai hak untuk mengikuti pemilihan umum yang akan digelar tahun depan.

"Tumben kamu nonton politik, Sam," ucap ayahnya sambil menaruh secangkir kopi di meja.

Ruang keluarga itu terlihat luas, sekalipun sebenarnya lebarnya hanya 2,5 x 3 meter. Terlebih di ruang keluarga itu ada sofa, panjang, dua sofa kecil dan meja kaca plus televisi ukuran 20 inchi. Beberapa foto-foto terpajang di ruang tamu. Seperti foto sang ayah Bripka Haryono dengan pakaian lengkapnya dengan pigura yang didesain dengan logo POLRI. Foto mereka bertiga bertengger di sudut dinding yang lain. Sebuah lemari buffet terletak di belakang sofa berisikan piala-piala dan berbagai medali. Di antara piala-piala itu didapatkan oleh Bripka Haryono sebagai pemenang kejuaraan menembak serta tentu saja milik Teuku Samudra yang memenangi ajang kejuaraan pencak silat di berbagai kejuaraan, baik tingkat propinsi ataupun nasional seperti PON. Usianya memang masih muda tapi cukup berbakat.

Samudra hanya nyengir mendengar sindiran ayah angkatnya. "Sekali-kali ingin melihat perkembangan politik, siapa tahu nanti aku jadi presiden."

"Bagus itu, bagus!" puji Haryono. "Bagaimana keadaan tanganmu?"

Tangan kanan Samudra tampak sedang dibalut oleh pembalut gips. Tangan kanannya untuk sementara tak bisa digunakan, karena ototnya tertarik. Samudra tadi mendapatkan perawatan di rumah sakit. Dia kemudian pulang lebih cepat karena itu. Semua teman-temannya di kelas sampai heran dengan keadaannya. Padahal ketika olahraga ia termasuk pemuda dengan kejadian yang sangat fenomenal. Lompat jauh dengan rekor paling tinggi.

"Sementara tak bisa dipakai, yah. Jadi aku mencoba menulis pakai tangan kiri," ujar Samudra.

"Susah pastinya ya?"

"Yah, mirip tulisan cekeran ayam gitu. Tapi mau gimana lagi," ujar Samudra sambil menghela nafas.

"Koq bisa sih?" tanya ayahnya.

"Tadi pas olahraga lompat jauh, Sam mendaratnya kurang bagus yah," jawab Samudra berbohong.

"Oh, begitu. Lain kali hati-hati. Ibumu sempat khawatir dengan keadaanmu tadi," ucap Haryono.

Sam ingat bagaimana ibunya sampai panik bertanya banyak hal kepadanya. Tapi melihat Samudra yang ceria maka ibunya pun merasa lega.

"Iya ayah, tahu koq bagaimana sifat itu. Pasti beliau bakal mengomeli aku yang aneh-aneh. Tadi saja sudah diinterogasi yang aneh-aneh," ujar Samudra.

"Hei, dapur dengan ruang keluarga jaraknya dekat lho ya. Ibu dengar ini!" ucap Suherni yang sedang menggoreng sesuatu di wajan.

Samudra dan ayahnya tertawa mendengar ucapan ibunya. Kemudian obrolan pun berlanjut lagi kepada masalah yang sekarang ini sedang hangat di masyarakat.

"Tahu nggak? Jaman sekarang ini negara kita sedang butuh pemuda-pemuda yang memang punya keinginan untuk mengubah negeri ini menjadi lebih baik, ya seperti kamu ini."

"Tapi, masalah negeri kita ini kompleks, yah. Ayah sendiri tahu bagaimana keadaan negeri kita yang sudah carut-marut seperti ini. Mau mundur ke belakang hancur, mau maju terus susah. Setiap ada orang-orang yang ingin membangun negeri selalu dibredeli oleh para pejabat, seolah-olah mereka menjaga agar Indonesia stagnan tidak maju-maju," keluh Samudra.

"Lho, kamu itu jangan terlalu banyak mengeluh. Inilah kehidupan. Justru dengan banyak sekali halang dan rintangan seperti ini menjadikan perjuangan akan lebih bermakna. Bukankah Tuhan sendiri tidak akan membiarkan menyebut seorang manusia beriman sampai dia diuji?"

Samudra setuju dengan perkataan ayahnya. "Setuju"

"Nah, kalau begitu permasalahannya hanya ada satu," ujar Haryono sambil menyeruput kopi panasnya.

"Apa itu, yah?"

"Faktor manusianya. Manusia itu ada banyak tipe," ucap Haryono sambil mengecap aroma kopi yang kini memenuhi rongga mulutnya. "Manusia ada yang penyabar ada yang tidak sabar. Orang yang sabar maka ia akan menghadapi segala apa yang menjadi penghalangnya dengan telaten, dengan penuh perhitungan. Orang yang tidak sabar maka ia akan lebih memilih melakukan cara potong kompas."

"Potong kompas?" Sam bertanya-tanya tentang istilah yang baru ia dengar.

"Potong kompas itu ibaratnya kamu ikut dalam sebuah perlombaan balap kemudian kamu mengambil jalur lain yang lebih dekat untuk sampai ke garis finish, itu namanya potong kompas," jelas Haryono.

"Oh, begitu."

"Terus terang, ayah nggak suka dengan pejabat-pejabat yang menggunakan kekuasaannya itu untuk meloloskan keinginan mereka. Ya sama dengan apa yang dibahas di televisi sekarang ini. Yang sedang hangat saat ini adalah kasus reklamasi teluk Jakarta. Mega proyek Pulau E telah membuat rebutan bagi sebagian pejabat seperti kacang goreng. Ayah yakin itu nilainya trilyunan," ujar Haryono sambil menunjuk televisi.

"Ini proyek atas inisiatif siapa? Biasanya para pencetus proyek ini pasti akan jadi sasaran tembaknya," tebak Samudra.

"Kalau menurut berita sih atas inisiatif gubernur," jawab Haryono.

"Gubernur sekarang?" tanya Samudra.

"Sebenarnya gubernur sebelum ini yang menggulirkan. Tapi permasalahannya adalah proyek tersebut atas usulan gubernur sekarang, dulukan orangnya adalah wakil gubernur yang lama kemudian jadi gubernur sekarang. Tapi orang kuat seperti dia tak akan mudah tertangkap tangan."

"Maksud ayah, gubernur sekarang ini punya permainan di dalam proyek besar itu?"

Haryono mengangguk. "Tentu saja. Tak ada pejabat yang bersih."

Samudra mengangkat alisnya mendengar perkataan "Tak ada". Itu artinya semua pejabat di atas itu korup. Apa tak ada satu orang saja yang bersih?

"Terkejut?" tanya Haryono.

"Tentu saja. Ayah bilang tak ada yang bersih. Apa tak ada satu saja di sana yang bersih, jujur, tulus?" tanya Samudra.

"Sejujur-jujurnya seorang pejabat, ia pasti pernah melakukan satu kesalahan. Dan kesalahan yang paling fatal adalah membiarkan ketidak adilan ada di depan mereka padahal mereka bisa mencegahnya," jawab Haryono.

"Aku tidak mengerti ayah," ucap Samudra sambil menggelengkan kepalanya.

"Begini. Kita yang punya jabatan dan wewenang akan dikenai tanggung jawab terhadap apa yang kita lakukan dengan jabatan kita. Ayahmu ini adalah aparat penegak hukum. Maka kalau ayahmu ini menyelewengkan jabatan papa untuk mengelabui hukum maka tanggung jawabnya sangat besar," jelas ayahnya.

"Maaf ya ayah, bukan maksud Sam berpikiran jelek, tapi ada oknum aparat penegak hukum yang menyelewengkan jabatannya seperti pungli. Bagaimana menurut ayah?"

"Ya yang seperti itu juga. Tak bisa dipungkiri kalau di jajaran satuan kepolisian ada yang berbuat nista seperti itu. Menodai seragam yang ia pakai," ujar Haryono. "Asal kamu tahu ayahmu ini juga dulu berbuat seperti itu, tapi kemudian ayah faham bahwa hal itu seharusnya tidak ayah lakukan. Mungkin karena itulah ayahmu ini sampai sekarang diberikan cobaan seperti ini."

"Maksud ayah?"

"Ayah tak diberi keturunan sampai sekarang," jelas Haryono. Samudra melihat ada kesenduan di wajah Haryono. Dia mengerti bagaimana rasanya hidup tanpa memiliki keturunan.

Pemuda itu pun mencoba menghibur ayahnya. "Jangan begitu. Ayah sekarang punya Samudra."

Haryono mengerti maksud Samudra yang mencoba menghiburnya. Seutas senyum terukir di bibir Haryono. Keriput di dahinya makin terlihat. Sebenarnya juga di dalam diri Haryono ada perasaan bangga kepada putra angkatnya ini. Tidak pernah sekalipun Samudra protes atau meminta apa-apa kecuali apa yang memang menjadi haknya. Samudra juga tak pernah sekali saja berkata "tidak" kepada dia ataupun istrinya. Semua yang dilakukan Samudra benar-benar seperti yang ditujukan seorang anak yang baik. Hanya saja terkadang semua idealisme yang diajarkan Haryono menjadi duri. Bukan salah dia mengajarkan kedisiplinan kepada anaknya. Ia juga akan melakukan hal yang sama apabila di posisi Samudra.

Beberapa waktu lalu sebelum Samudra pindah ke sekolah tempat ia belajar sekarang ada sebuah peristiwa yang menggegerkan rumah mereka. Kalau saja waktu itu Suherni tidak mengerti tentang idealisme suaminya yang telah mendidik Samudra dengan sebaik-baiknya maka dia pasti akan pingsan. Hati seorang ibu pasti akan khawatir ketika tiba-tiba ada seorang polisi datang ke rumahnya sambil berkata, "Maaf, dengan segala hormat putra anda sekarang berada di kantor polisi."

Semua perasaan yang ada saat itu adalah khawatir, cemas dan lain-lain. Tapi Suherni tahu bahwa Samudra tidak akan pernah berurusan dengan sesuatu hal kecuali ia pasti melakukan karena idealisme yang diajarkan oleh sang ayah. Membela kebenaran dan memberantas yang batil. Akibat idealismenya itu Samudra pasti berurusan dengan sesuatu yang besar dan tak terkecuali terkadang sampai membahayakan dirinya dan orang-orang yang ada di sekitarnya.

Haryono yang mendapati putranya ditangkap pihak kepolisian langsung meluncur ke tempat di mana putranya berada. Sesungguhnya di dalam benak Haryono terdapat banyak sekali kegalauan. Bagaimana nanti Samudra jika begini, bagaimana jika Samudra begitu. Apalagi bocah itu satu-satunya anak yang ia punyai. Meskipun bukan anak kandung tapi kasih sayangnya sangat besar.

Samudra ditemukan di kantor kepolisian. Dia sedang diinterogasi karena telah melakukan penganiayaan terhadap seorang anak Jendral TNI. Wajah Samudra saat itu tenang seperti tanpa beban. Barulah ketika melihat ayahnya datang Samudra menunduk. Sebelumnya ia ditanya oleh penyidik berani mengangkat dagunya, tapi ketika ayahnya datang ia pun menunduk. Haryono tak mengerti apa yang terjadi.

"Sersan, saya boleh bicara dengan anak saya?" tanya Haryono kala itu.

"Silakan," ucap petugas yang sedang memeriksanya saat itu.

Haryono mengambil kursi lipat, kemudian duduk di depan Samudra. Terlihat tangan Samudra berdarah. Yang jelas itu bukan darahnya. Haryono menyadari satu hal, dia tak pernah mendidik Samudra untuk main hakim sendiri. Menindas yang lemah bukan sifat yang diajarkan kepada putranya itu. Dengan bijak Haryono pun mulai memancing Samudra untuk bicara.

"Kamu bersalah?" tanya Haryono tegas.

Samudra menggeleng. "Tidak ayah."

"Kalau tidak mengapa kamu menundukkan wajahmu?" tanya Haryono lagi. "Ayah tak pernah mengajarkanmu menjadi pengecut kalau kamu memang berada di jalan yang benar."

Samudra meneteskan air matanya. Dia lalu buru-buru mengusap air matanya. "Bukan itu yang aku takutkan. Tapi, Sam malu. Malu kalau ayah sampai menanggung apa yang Sam lakukan ini."

Mendengar ucapan Samudra, Haryono mengerti bahwa Samudra sedang terlibat perkara serius. Haryono pun ingin tahu. "Siapa dia? Siapa orang yang kamu pukul sampai babak belur?"

"Namanya Arkan. Anak seorang Jendral TNI," jawab Samudra.

"Atas alasan apa kamu memukul dia?" tanya Haryono.

"Aku melihat dia sedang berusaha memperkosa temanku. Aku mencegahnya dan dia melawan. Kami berkelahi, lalu aku berhasil melumpuhkannya. Kemudian aku panggil polisi tapi aku yang malah ditangkap sedangkan dia sekarang berada di rumah sakit," jawab Samudra.

Haryono merasa lega. Dia tahu dan percaya Samudra tak mungkin melakukan sebuah tindakan tanpa alasan khusus. "Siapa nama korbannya?" tanya Haryono sekali lagi.

"Vetty Anggraeni," jawab Samudra.

"Bagaimana kamu bisa bertemu dengan mereka?" tanya Haryono.

"Kami ada di acara ulang tahun Arkan, kemudian Vetty digiring oleh Arkan ke sebuah ruangan. Teman-teman tak ada yang berani ketika Vetty berteriak-teriak minta tolong. Kemudian aku sendiri yang maju untuk masuk. Sempat terjadi perkelahian antara aku dan teman-teman Arkan, lalu aku berhasil menyelamatkan Vetty yang hampir saja diperkosa oleh Arkan," cerita Samudra.

"Kamu lihat sendiri bagaimana dia mau diperkosa?"

Samudra mengangguk. "Baju Vetty dirobek, lalu Arkan sudah melepaskan celananya. Dia kuhajar sampai bonyok."

"Siapa yang membawamu kemari?"

"Salah satu orangnya Arkan," jelas Samudra dengan gamblang.

Mendengar penjelasan Samudra, polisi penyidik seolah-olah tak percaya dengan apa yang didengarnya. Dia sampai mengerutkan dahi, bagaimana mungkin Haryono akan menghadapi ini.

"Brigadir, ini cukup pelik. Kamu tahu siapa Jendral TNI yang dimaksud?" tanya sang penyidik kepada Haryono.

"Aku tak peduli. Samudra bukan pelakunya. Dia melakukan itu untuk melindungi temannya. Dia tak bersalah," ucap Haryono.

"Brigadir! Anda bisa kena suatu hal kalau meneruskan laporan ini," temannya memperingati Haryono.

"Aku percaya kepada anakku. Dia tak akan melakukan perbuatan yang melanggar idealismenya. Dan sebaiknya kamu tanyai korban yang hendak diperkosa itu. Atau aku sendiri yang bertanya sambil membawa wartawan?" ancam Haryono.

Sang penyidik menggaruk-garuk kepalanya. Semua orang dijajaran kesatuan kepolisian mengerti tentang sepak terjang Haryono sebagai polisi jujur. Kalau dia berkata A maka dia akan berkata A. Ibaratnya tak ada satu pun orang yang bisa menyuap Haryono. Setelah kasus itu bergulir ke media masa, Haryono pun dimutasi ke tempat ia sekarang berada. Yang jelas nama besar sang Jendral TNI saat itu sangat tercoreng karena ulah seorang Samudra.

Haryono mengenang semua itu. Semuanya terasa seperti baru kemarin nama Samudra menghiasi surat kabar pagi. Sekarang Samudra sudah di tempat tinggal yang baru bahkan di sekolah yang baru. "Bagaimana hari-harimu di sekolah?" lanjut Haryono.

"Yah, seperti itulah," Samudra enggan menjawab.

"Sudah punya teman baru?"

Samudra mengangguk. "Ada beberapa teman."

"Kamu sendiri sudah punya gebetan?" celetuk Haryono tiba-tiba.

"Koq tanyanya ke sana?" tanya Samudra heran.

"Biasanya anak-anak seusia kamu ini sedang masa-masa pubernya. Tak mungkin kalau tidak punya gebetan. Jaman ayah dulu saja punya gebetan," jawab Haryono sambil mengenang masa lalunya.

"Siapa? Ibu?"

"Bukan. Bahkan ayah belum kenal ibumu waktu itu," ujar Haryono.

"Hayo ngomongin apa?" tiba-tiba Suherni datang. Sang ibu membawakan sebuah nampan berisikan singkong goreng. Aromanya menggoda karena digoreng menggunakan mentega lalu diberi taburan keju. Mata Samudra langsung berbinar-binar melihat makanan itu.

"Waaahh, singkong keju!" seru Samudra. Dia langsung mencomot satu. Dia kunyah singkong keju beraroma rasa itu. Ketika giginya mengunyah makanan itu terasa lumer di mulut.

"Eh, ibu. Biasalah bu, masalah anak muda," jawab Haryono.

"Bohong, tadi sedang ngomongin gebetan. Emang siapa gebetan ayah waktu sekolah dulu?" tanya Suherni penasaran.

"Ada deh bu, tapi yang jelas sekarang ini ayah cuma punya ibu saja," rayu Haryono.

"Gombal!" Suherni mencubit lengan suaminya.

"Aduh!" Haryono terkejut ketika istrinya mencubit lengannya.

"Ngomong-ngomong soal gebetan, siapa tahu si Samudra suka ama anak tetangga kita," celetuk Suherni.

"Hah?" Samudra yang mendengarnya langsung ternganga dengan mulut yang penuh dengan singkong keju. "Maksudnya?"

"Kemarin yang kamu antarkan buah naga ke rumahnya," Haryono mencoba mengingatkan Samudra.

"Oh, si Galuh?" Samudra mencoba menerangkan sebuah nama.

"Nah, itu tahu namanya," kata Suherni.

"Bukanlah bu. Dia bukan gebetan Sam," elak Samudra.

"Yah, siapa tahu saja. Memang anaknya gimana? Cakep?" tanya Suherni penasaran.

Samudra mengangguk. "Iya sih."

"Kapan-kapan ajak main kemari!" desak Suherni.

"Walah, ibu ini koq ya seperti mau menjadi mak comblang. Udah deh bu, Sam itu sudah punya kriteria sendiri untuk soal cewek," kata Samudra dengan percaya diri.

"Oh ya? Seperti apa memangnya?" tanya Haryono.

"Kriterianya cewek itu harus bisa ngambang di atas air," jawab Samudra sambil nyengir.

"Heh! Ngarang kamu. Emangnya kamu suka ama hantu?" tukas sang ibu.

"Hehehehe," Samudra nyengir kuda. Dia kemudian berdiri. "Sudahlah ibu, ayah. Sam mau istirahat. Besok malah bisa telat kalau tidur malem-malem." Samudra akhirnya beranjak menuju ke kamarnya untuk mengistirahatkan matanya yang sudah mulai lelah.

Sam masuk ke kamarnya. Kamar yang berukuran 3x2 meter ini adalah kamar yang baru. Beberapa barangnya masih berada di dalam kardus dan belum dia keluarkan. Bahkan beberapa tempelan poster gambar pesawat yang dia sukai masih tersimpan di kardus. Buku-buku komik koleksinya juga masih berada di kardus. Hanya buku-buku pelajaran yang telah ia selamatkan terlebih dulu dan juga baju-bajunya. Sebuah bola kristal dengan isinya berupa boneka salju ada di atas lemari bajunya. Bola itu adalah hadiah dari Vetty sebelum mereka berpisah.

Tubuh Sam kini sudah direbahkan di atas kasur. Sengaja ayahnya tidak membawa kasur dari tempat mereka terakhir kali tapi membelinya baru. Kasur itu merupakan kasur spring bed yang terasa nyaman untuk dijadikan tempat tidur. Sam melihat ke arah bola kristal tersebut. Sam teringat bagaimana ia bisa menerima hadiah itu.

Sehari sebelum kepergiannya Vetty menemuinya. Vetty dalam ingatannya adalah gadis yang paling cantik di kelasnya. Maka dari itulah banyak anak-anak yang menyukainya. Tapi dari semua anak yang mencoba mendekati dan tertarik kepada gadis itu hanya Sam yang tidak tertarik. Ia menganggap Vetty adalah teman biasa, sahabat dan tidak lebih dari itu. Hingga sehari sebelum kepergiannya Sam bertemu dengan dia.

Vetty masih memakai baju sekolah, saat itu juga Sam baru saja pulang dari sekolah. Maksud hati ia segera ganti baju dan berangkat hari itu. Sesaat sebelum Sam sampai di rumah ia sudah dicegat oleh gadis tersebut dengan membawa sebuah kado. "Kau mau pergi?" tanyanya.

Sam sebenarnya tak perlu menjawab karena semua orang di sekolahannya juga tahu ia akan pergi mengikuti ayahnya yang sudah dimutasi. Vetty tampak bersedih. Matanya sembab berkaca-kaca.

"Kenapa harus kau yang pergi?" tanya Vetty. "Bukan kau yang harus pergi!"

"Tak apa-apa, aku sudah terbiasa seperti ini," jawab Sam. "Tapi kau tak perlu khawatir aku akan baik-baik saja."

"Kau bilang kau baik-baik saja? Bagaimana denganku?" tanya Vetty. Sebuah pertanyaan yang mengindikasikan ia tak mau Samudra pergi begitu saja.

"Kau tak perlu khawatir. Dia sudah aku hajar sampai ia tak akan berani lagi menatapmu," jawab Samudra.

"Bukan itu! Kau dasar cowok tidak peka!" ucap Vetty. Dia kemudian mendekati Samudra sambil menyerahkan kado yang ada di tangannya. "Untukmu!"

Samudra menerimanya. "Apa isinya?"

"Ini mahal sekali. Aku mendapatkannya dari Paris saat pergi ke sana," ujar Vetty. "Kau jangan pecahkan, jangan hilangkan!"

"Hah? Kenapa begitu?"

"Janji!" desak Vetty.

"B-baiklah. Janji. Memang isinya apa sih?" tanya Samudra penasaran.

"Nanti saja bukanya!" pinta Vetty.

"Oh, OK," ucap Samudra sambil mengangguk.

Tiba-tiba Vetty memeluknya. "Kau harusnya bisa tinggal di sini. Aku bisa mencarikanmu tempat tinggal di sini, kau tak perlu pergi!"

Samudra tak membalas pelukan Vetty, ia malah terkejut ketika temannya itu memeluknya dengan cara seperti itu. Samudra menganggap Vetty sedang bersedih karena memang dirinya akan pergi jauh. Samudra hanya tersenyum dengan perlakuan gadis itu.

"Aku suka kamu, Sam. Aku menyukaimu," ucap Vetty sambil menangis. "Kenapa kau harus pergi di saat rasa itu muncul di dalam diriku? Kenapa? Kau pahlawanku, kau menyelamatkanku, tapi kenapa harus kau yang pergi?"

Samudra tak bisa berkata apa-apa. Dia hanya mendengarkan Vetty menangis sambil membenamkan wajahnya ke dadanya. Vetty lalu melepaskan pelukannya. Dia menatap wajah Sam dalam-dalam. Ada sesuatu yang Sam sembunyikan jauh di dalam lubuk hatinya. Sikap Sam yang diam saja seolah menjaga jarak agar Vetty tak terlalu dekat dengannya.

"Kau homo ya?" tanya Vetty kepada Sam.

"Hah? Maksudnya?" Sam kaget kenapa Vetty bertanya seperti itu.

"Biasanya kalau cowok dikasih tahu perasaannya oleh seorang cewek pasti perasaannya berbunga-bunga. Tapi koq kamu nggak? Kamu juga tak pernah punya pacar, apakah kamu ini homo? Kalau memang kamu homo aku bisa menerima koq, Sam."

Sam langsung tertawa terbahak-bahak. Dia tertawa sampai memegangi perutnya. Vetty sampai keheranan melihatnya.

"Apanya yang lucu?" tanya Vetty penasaran.

"Ya ampun. Kamu itu lucu. Apa setiap cowok yang tidak dekat dengan cewek kamu anggap homo? Aneh sekali kamu ini Vet!" ucap Samudra.

"Trus? Kamu katanya nggak punya pacar. Lalu apa ada cewek lain dalam hidupmu?"

Samudra tersenyum. Dia mengangguk.

"Hah? Siapa? Namanya siapa? Kelas mana? Di mana dia sekarang? Apa aku kenal ama dia?" beribu pertanyaan terlontar dari Vetty untuk Samudra.

Samudra menggeleng. "Aku tidak kenal. Aku tidak tahu dia ada di mana dan juga aku tak tahu namanya siapa."

Vetty memukul bahu Samudra. "Lho? Trus? Maksudnya apa? Bagaimana kau tidak kenal, tidak tahu namanya tak tahu dia tinggal?"

"Kau mau percaya dengan ceritaku atau tidak?" tanya Samudra.

"Cerita saja!"

"Sebenarnya, cewek yang aku cari itu dia mungkin sebaya denganku. Aku sudah melupakan bagaimana rupanya. Aku tak tahu sekarang ia secantik apa. Aku juga tak tahu orang-orang memanggilnya siapa. Tapi aku punya julukan yang paling tepat untuk dia. Dia adalah Gadis di Atas Air."

Vetty mengernyit tak mengerti. Seumur hidup ia baru kali ini mendengar Samudra begitu puistis. Sudah cintanya ditolak dan sekarang kriteria cewek yang ingin dimiliki oleh Samudra cukup berat bagi Vetty. Tidak dikenal, rumahnya tidak diketahui, tidak juga diketahui namanya. Lalu bagaimana Samudra bisa mengenalinya? Lalu kenapa disebut Gadis di Atas Air?

"Gadis di Atas Air?" gumam Vetty.

"Dia seorang perempuan yang bisa berjalan di atas air. Aku melihatnya ketika kecil. Dia yang menyelamatkan nyawaku dan aku ingin bisa membayar atas apa yang ia lakukan kepadaku. Boleh dibilang, sejak saat itu aku terobsesi untuk mencarinya. Mungkin aku sudah jatuh cinta kepadanya sejak lama," jelas Samudra.

Vetty menghela nafas. Berat untuk bisa mempercayai cerita Samudra. Bagaimana mungkin ada orang yang bisa berjalan di atas air? Vetty menghapus air matanya. Dia mencoba menenangkan diri. OK, dia sudah ditolak jadi tak perlu berkecil hati. Sam memang punya pilihan yang lain. Meskipun pilihannya tidak masuk akal.

"Memang kelihatannya aneh. Ceritaku memang seperti tidak masuk akal, tapi engkau adalah orang pertama yang mendengarkan cerita ini. Cerita ini benar adanya. Aku akan terus mencarinya walau sampai ke ujung dunia."

"Bagaimana kalau ketika kalian bertemu ternyata ia sudah punya kekasih?"

"Aku tidak percaya ia sudah punya kekasih."

"Percaya diri sekali kamu."

"Kalau toh ia memang sudah punya kekasih ia akan lebih cocok bersamaku. Ia akan aku ajak kawin lari." Samudra tertawa setelah berkata seperti itu.

"Aku tidak percaya dengan kata-katamu," ujar Vetty.

"Kau tak perlu percaya dengan kata-kataku, Vet. Aku bahkan tak memaksamu untuk percaya. Tapi satu hal yang pasti, aku berdo'a agar kau bisa bertemu dengan soulmate-mu kelak."

Vetty menipiskan bibirnya. Ia tersenyum manis kepada Samudra. Walaupun hatinya masih tak terima kalau Samudra menolaknya. "Kalau begitu jaga dirimu. Ceritakan kepadaku kalau kau sudah bertemu dengannya."

Samudra mengangguk. "Pasti. Aku yakin di suatu tempat di bumi ini ia ada dan sedang menungguku."

"Jangan berkhayal terlalu jauh. Siapa tahu ia lupa denganmu," ujar Vetty.

Samudra mengangkat bahunya. Dia lalu mengangkat kado yang diberikan oleh Vetty kepadanya. "Ngomong-ngomong terima kasih. Aku akan merawat benda ini dengan sebaik-baiknya."

Bayangan perjumpaan terakhir dengan Vetty pun menghilang. Mata Samudra mulai menutup. Bola kristal itu adalah kenangannya dengan Vetty untuk yang terakhir kali. Semenjak itu ia tak pernah lagi berhubungan dengan Vetty atau sekedar menelponnya. Tapi ia sudah berjanji kepada Vetty bahwa kalau ia sudah bertemu dengan Gadis di Atas Air, maka ia akan menghubunginya.

* * *

Windi berada di kamarnya. Dia sangat kesal terlebih ketika mengingat kejadian di kamar mandi bersama Samudra. Benar-benar membuat ia malu. Wajahnya memerah setiap kali mengingat peristiwa itu. Itu peristiwa yang sangat, sangat, sangat memalukan. Untung saja hanya Hesti yang menyaksikannya. Kalau sampai orang lain juga melihatnya betapa malulah dia. Windi meremas-remas bantal. Dia gemas, geram dengan apa yang sudah terjadi. Ia mencoba menepis bayang-bayang wajah Samudra yang mana tadi sangat dekat sekali dengan dirinya bahkan nafasnya saja sampai terasa. Dada Windi sampai berdebar-debar tak menentu sampai sekarang, terlebih mengingat bagaimana dengan cekatan Samudra menangkap dia agar kepalanya tak terbentur lantai kamar mandi merupakan tindakan yang luar biasa.

"Oh tidak, kenapa gue jadi begini?" gerutu Windi. Dia langsung ambruk di kasurnya lalu membenamkan wajahnya ke bantal. "Samudraaaa brengseeek!"

Terdengar ponselnya berbunyi. Sepertinya ada pesan masuk. Windi langsung meraih ponselnya. Benarlah, group tempat dia dan teman-teman gengnya berada sedang sibuk melakukan obrolan.

Hesti JK: Windi, nggak nongol yah? Anaknya apa sedang mimpi indah sekarang?

Ratri Indah K: Mimpi indah apaan?

Hesti JK: Ada sesuatu tadi yang terjadi.

Melihat pembicaraan itu telinga windi memerah. Benar-benar Hesti tak bisa menjaga rahasia. Sudah bosan hidup itu anak.

Rona TY: Apaan sih? Ada apa sih?

Lia: girls, aku nggak ikut-ikut. Gue kapok keceplosan yang aneh-aneh lagi.

Hesti JK: Lho, inikan internal kita saja. Toh cuma bahas di chat, Windi nggak mempermasalahkan koq sepertinya. Lagian Windi juga setuju kalau dibahas di sini. Windiii... aku kasih tahu yaaa?

Windi: Hes, gue bilang apa? Sekali elo ngasih tahu, mampus lo!

Hesti JK: Huwaaaaaa takut :(

Ratri Indah K: Emangnya ada apa sih nek? Biasanya lo yang ngasih tahu ke gue dulu kalau ada masalah.

Windi: Nggak ada apa-apa koq Rat, itu si Hesti emang lagi rese'. Kirim aja ke timbuktu gih besok!

Lia: Apa karena tadi pagi elo nyusul si Samudra ke kamar mandi itu yah?

Rona TY: Lho? Kamar mandi? Eh iya, tadi si Samudra habis terbang gitu pergi ke kamar mandi. Balik-balik itu tangannya terluka gitu, trus ke UKS. Emang ada apa di kamar mandi?

Windi mulai tak enak. Dia mencium gelagat yang tidak enak. Dia pasrah kalau seperti ini. Tapi selama tidak menyebar ke yang lain nggak apa-apa kan?

Ratri Indah K: Lho, iya. Koq Samudra balik dari UKS langsung ke rumah sakit? Emang ada apa di kamar mandi? Lo juga tadi ke kamar mandi kan Win?

Mampus. Mampus. Mampus.

Windi: Iya, iya. Gue tadi di kamar mandi ketemu ama Samudra. Trus kenapa?

Ratri Indah K: OMG!!!

Rona TY: Kyaaaaaa! \o/

Hesti JK: Nah kaan. Bukan gue yang ngomong. La la la la.

Lia: Astaghfirullah. Lo ngapain berdua ama Samudra di kamar mandi? Mandi bareng?

Windi: Hei, ini bukan seperti yang kalian bayangkan. Sembarangan. Gue ini masih cewek baik-baik nek!

Hesti JK: Iya, gue jamin koq. Windi itu cewek baik-baik. Nggak terjadi apa-apa di kamar mandi. Itu cuma kecelakaan.

Ratri Indah K: Kecelakaan? Kecelakaan? Kecelakaan seperti apa?

Rona TY: Si Samudra yang cedera itu karena elo Win?

Windi: Bukan karena gue, tapi gue tanggung jawab.

Lia: Hah? Maksudnya gimana? Bukan karena elo kenapa elo yang tanggung jawab? Sinting itu namanya.

Hesti JK: Yah, kawan-kawan. Emangnya mau sahabat kita sebagai putri gubernur digosipkan dengan Samudra? Hello? Bisa heboh ntar infotainment!

Rona TY: Emang kejadiannya gimana sih nek?

Windi: Singkatnya, gue ingin tanya satu hal kepada Sam. Trus gue nggak sabar sambil mencengkeram kerah bajunya. Trus dia dorong gue. Gue jatuh. Tapi kepala gue ditahan ama tangannya. Dia gesit banget, kalau nggak gitu gue pasti sudah cedera kepala kena lantai kamar mandi.

Ratri Indah K: Loading... bayangin...... :D

Hesti JK: Aww.... gue bayangin yang enggak-enggak sekarang.

Lia: OMG, elo jatuh dengan posisi telentang trus dia ada di atas gitu?

Hesti JK: Itu hidung mereka sampai nempel koq.

Windi: Hesti!

Hesti JK: Eh, keceplosan. Maaf Win!

Rona TY: Waaah... lo emang beruntung banget Win. Gue kalah deh, gue kasih Pangeran Samudra ke elo. Elo sudah seribu langkah jauh di depan gue.

Windi: Lo nggak di posisi gue. Malu tauk!

Ratri Indah K: Wahahaha. Tapi kan enak itu Win. Elo jadi orang pertama yang bisa deket ama Samudra. Dari cerita ajudan elo kan dia pinter silat. Trus good boy. Jadi gue rasa cocok deh ama elo.

Rona TY: Win, sikat aja Win!

Hesti JK: Gue bilang juga apa. Sikaaat!

Lia: Gue setuju saja ama kalian. Win, elo harus dapetin dia Win! Mubadzir berondong cakep gitu dianggurin.

Windi: Sinting kalian! Gue punya maksud lain deketin dia. Sebab gue punya foto dia deket ama Pak Daniel!

Ratri Indah K: What?

Rona TY: Lho? Hah?

Hesti JK: Serius? Koq bisa?

Lia: Lo nggak becanda kan?

Windi: Beneran dan gue nggak becanda.Gue ada fotonya. Gue ingin mengorek keterangan dari dia, trus tadi dikacaukan oleh Hesti. Kalau Hesti nggak dateng gue pasti bisa mengorek lebih jauh lagi.

Hesti JK: Oh, jadi itu toh masalahnya. Maaf Win, gue nggak tau.

Lia: Elo nggak marah kan Win kalau gue sebut orang itu lagi?

Windi: Asal jangan elo sebutin di dunia nyata saja gue maafin elo.

Lia: Syukurlah. Jadi gini. Kalau memang benar si Samudra ada hubungannya dengan Pak Daniel, kita mau bantu elo untuk mencari informasinya. Kita bakal selidiki Samudra itu.

Windi: Kalian bisa? Itu nggak mudah lho.

Hesti JK: Tenang aja. Lagian ajudan elo kan nggak bisa menyelidiki dia terus-terusan. Kita akan mencari tahu apa hubungan dia ama Pak Daniel.

Ratri Indah K: Gue juga akan coba deketi orang-orang yang dekat ama dia untuk mengorek keterangan.

Windi: Baiklah, tapi satu hal. Jangan sampai Galuh tahu tentang apa yang kalian lakukan. Gue nggak mau Galuh tahu.

Ratri Indah K: Beres.

Rona TY: Siap!

Lia: Anggap saja beres.

Hesti JK: Ok, sembunyi-sembunyi.

Ketika Windi hendak meletakkan ponselnya di meja sebuah notifikasi private chat dari Ratri muncul. Windi langsung membukanya. Windi lalu membacanya.

Ratri Indah K: Elo masih belum baikan ama Galuh?

Windi: Nggak usah bahas dia.

Ratri Indah K: Win, kalian dulu kan berteman akrab. Bahkan join di group ini. Ada apa dengan kalian sebenarnya sampai kalau ketemu serba dingin seperti itu? Kasih tau ke gue. Ada apa dengan kalian?

Windi: Rat, gue sudah bilang. Gue tak mau ngasih tau persoalan yang ini.

Ratri Indah K: Tidak Win. Galuh itu anaknya baik. Dia suka nolong elo. Trus tiba-tiba elo acuhkan seperti itu rasanya tak masuk akal.

Windi: Sudahlah. Gue capek. Gue mau tidur. Bye.

Windi menutup ponselnya, lalu meletakkannya di atas meja. Dia kemudian masuk ke dalam selimut. Dia mencoba untuk memejamkan mata. Dia ingin menyudahi segala peristiwa yang terjadi hari itu. Sebenarnya ia masih belum mengantuk. Dia sedang mencari lelaki itu. Seseorang yang dia sebut dengan nama Pak Daniel. Kenapa Samudra bisa kenal dengan Pak Daniel? Bagaimana cara mereka bertemu? Windi menggeser guling yang ada di kasurnya untuk ia peluk. Ia dekap guling itu dengan erat.

"Pak Daniel, kamu di mana sekarang?" gumam Windi. Tak berapa lama kemudian dia pun terlelap.

* * *

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top