1 | Siswa Baru
"Aduh!" Galuh Savitri Devi mengaduh. Buku-bukunya terjatuh dari rak yang ada di kamarnya. Koq bisa seperti itu? Dia juga tak tahu. Barangkali memang benar kata orang-orang kalau dia adalah seorang gadis yang paling ceroboh yang pernah ada di dunia ini. Segalanya serba ceroboh, masak air saja sampai pancinya berlubang. Galuh memang terkenal demikian, sampai untuk urusan yang paling sederhana saja rasanya ia tak akan bisa mengatasinya. Gadis berkacamata tebal ini hanya menghela nafas. Menerima segala hal lemah yang ia punyai.
Mungkin karena sifat cerobohnya inilah ia jarang punya teman banyak. Dia bahkan juga jarang dekat dengan teman-teman yang populer di sekolahnya. Sejak dari SD, SMP hingga sekarang menginjak tahun kedua, tetap saja ia seperti ini. Dia sempat dijuluki sebagai Miss Clumsy karenanya. Julukan itu memang cocok bagi gadis innocent seperti dirinya. Bagaimana tidak? Dengan potongan rambut berkepang dua dengan kacamata, serta sedikit gagap ketika menghadapi hal-hal yang spontan membuat dia pantas dijuluki seperti itu.
Berbeda jauh dengan adiknya yang bernama Ayla. Adiknya juga cewek. Adiknya sangat gesit, sangat teliti, juga tangguh, sekalipun Ayla sempat protes kepada kedua orangtuanya kenapa namanya sama dengan nama merk mobil. Hal itu membuat ia sering dibully oleh teman-temannya termasuk kakaknya sendiri. Namun orangtuanya selalu mengatakan bahwa namanya bagus, bahkan ayahnya konon sampai bertapa 7 hari 7 malam hanya untuk mendapatkan nama Ayla. Hal itu pun tanpa tahu bahwa Ayla ternyata akan digunakan sebagai merk mobil. Bahkan Ayla sendiri ditegur oleh ayah dan ibunya karena orang yang bernama Suzuki dan Honda dari Jepang saja tidak merasa terganggu dengan namanya itu, lalu kenapa dia harus terganggu?
Galuh kembali menata buku-bukunya yang berjatuhan. Dia kemudian buru-buru mencari kaos kaki yang ada di gantungan baju. Dia sengaja mempersiapkan semuanya di malam hari sebelum berangkat agar tak berantakan ketika harus pergi ke sekolah. Dia kemudian langsung memakainya. Setelah selesai dia memeriksa apakah ada yang kelupaan. Diperiksanya kembali isi tasnya. Dia pun ingat sesuatu.
"Duh, bukunya Windi!" pekiknya. Segera ia mengobrak-abrik kembali rak buku yang ada di atas meja. Akhirnya ia pun menemukan sebuah buku bersampul coklat dengan nama Windi. Galuh menghela nafas. "Selamat, selamat!"
"Galuuh? Ini sudah siang. Mau berangkat jam berapa?" terdengar suara ibu di bawah. Kalau ibunya sudah berteriak-teriak seperti itu, tandanya ia harus cepat-cepat berangkat ke sekolah.
Segera ia masukkan buku itu ke dalam tas ranselnya, kemudian mengencangkan resleting. Langkahnya bedebum dari atas tangga. Mendengar pintu kamar tertutup jelaslah Galuh sudah siap berangkat. Namun sang ibu melirik ke arah jam dinding. Perempuan paruh baya ini menggeleng-geleng melihat putrinya yang sekarang baru sampai ke meja makan dan langsung menyambar roti panggang yang sudah disiapkan. Digigitnya roti itu dengan rakus.
"Mau sampai kapan kamu ceroboh seperti ini. Lihat sudah jam berapa? Adikmu sudah berangkat sepuluh menit yang lalu," ucap sang ibu.
"Aduh, bu. Gara-gara Ayla sih. Di kamar mandinya lamaaaa kaya' putri Solo lagi mandi!" gerutu Galuh.
"Sama aja kalian itu!" bantah sang ibu. "Sudah sana cepetan, nanti telat!"
Galuh beringsut menghampiri sang ibu, kemudian mencium tangannya. "Berangkat bu!"
"Hati-hati kalau makan, nanti tersedak!" nasehat ibunya.
Galuh segera menyambar gelas berisi air yang ada di meja makan. Dia langsung meneguk air putih itu lalu dengan mulut penuh dia pun pergi meninggalkan rumah. Ibunya hanya menghela nafas. Memang agak percuma menasehati remaja seperti Galuh. Dia termasuk anak yang keras kepala kalau dinasehati. Meskipun begitu Galuh terkadang sering termakan oleh kebodohannya sendiri, bahkan karena kecerobohannya ia bisa terkena sial berkali-kali.
Tak ada cara yang lebih mudah untuk bisa sampai di sekolah selain naik sepeda mini yang dia miliki. Jaman sekarang amat jarang ada seorang anak yang masih menggunakan sepeda mini untuk pergi ke sekolah. Anak-anak jaman sekarang kebanyakan mengendarai sepeda motor atau kalau tidak punya mereka akan lebih senang naik angkot. Namun tak seperti kebanyakan anak lainnya, Galuh lebih suka mengendarai sepeda mini warna merah dengan keranjang yang ada di depan stang kemudinya. Sebuah lampu berwarna kuning terdapat di bagian bawah keranjangnya yang mana akan menyala apabila dinamo yang ada di dekat roda diaktifkan dengan menggunakan energi gerak.
Jalanan pagi sudah padat. Di sinilah kita bisa menyaksikan bagaimana orang-orang berjuang untuk melawan kemacetan yang luar biasa. Mereka buru-buru untuk bisa pergi ke kantor, sekolah ataupun sebagian kejar setoran. Di jalanan semacet ini tidaklah membuat Galuh cemas. Dengan sepeda yang dimilikinya ia bisa menyelip, bisa masuk ke gang-gang untuk mempersingkat waktu perjalanannya. Bahkan untuk sebuah jalan yang tidak bisa dilalui sepeda motor pun ia bisa melakukannya seperti ketika harus melewati sebuah jalanan naik turun tangga seperti jembatan penyeberangan misalnya, yang mana motor tak bisa naik ke sana. Galuh amat bersyukur memiliki sepeda tersebut. Dia biasa pergi kemana-mana dengan menggunakannya, biarpun banyak anak-anak di sekolahnya mengatakan bahwa dia itu culun.
Galuh terkenal ramah dengan semua orang, ia kenal dengan banyak orang yang setiap hari berjumpa dengannya. Itulah mungkin sebabnya ia sangat disukai oleh orang-orang sekitar kampungnya, sekalipun dia terlihat culun, nerd, atau apalah yang biasa disebut orang-orang. Dia kenal dengan nama penjual gorengan yang sering mangkal di dekat pos ronda. Dia juga hafal nama-nama tukang ojek yang ada di pangkalan ojek dekat rumahnya. Dia juga tahu bocah-bocah penjual loper koran yang sering ia temui di pagi hari. Dia tak segan-segan untuk menyapanya.
Ketika ia berada di ujung jalan dekat dengan sebuah pertigaan dia menghentikan sepedanya. Dia mengamati sebuah rumah yang hari Minggu lalu ada palang bertuliskan DIKONTRAKKAN, namun hari ini sudah dicabut. Galuh memang melihat aktivitas dari orang yang bakal menjadi tetangga barunya itu hari Sabtu kemarin. Mereka menurunkan barang-barang dari sebuah truk pengangkut. Galuh tak begitu tahu siapa penghuni rumah baru itu, namun ia sangat penasaran.
Rasa penasarannya itu terobati ketika seorang anak laki-laki seusianya keluar dari pagar rumah. Galuh mengamati pemuda itu. Rambutnya hitam tersisir rapi. Baju putih abu-abunya juga terlihat tersetrika dengan rapi tak nampak kerutan sama sekali. Artinya baju itu pastinya disetrika dengan orang yang sangat telaten, mungkin dia punya pembantu. Tapi kalau dilihat-lihat sepertinya tidak ada pembantu yang terlihat keluar dari rumah itu pagi ini. Biasanya para pembantu akan keluar pagi-pagi untuk pergi ke pasar atau mencegat tukang sayur keliling untuk membeli bahan makanan untuk dimasak tuannya. Ataukah bisa jadi pemuda ini punya seorang ibu yang sangat baik untuk bisa menyetrikakan bajunya. Di jaman sekarang ini seorang pemuda yang bisa menyetrika baju sendiri itu jarang. Kalau dilihat dari tampang pemuda itu, tampaknya ia terlalu rapi, terlalu bersih dan terlalu tampan untuk menyetrika bajunya sendiri. Tunggu kenapa kata-kata tampan tiba-tiba terbesit di benak Galuh?
Galuh buru-buru menepisnya dari kepala. Dia menggeleng-geleng kuat agar dirinya tidak lost focus. Tapi meskipun ia mau menepisnya, tak bisa dipungkiri bahwa si cowok putih abu-abu ini sangat tampan. Sekolah di mana dia? Siapa namanya?
Cowok itu sudah melangkah pergi dengan berjalan kaki. Jalan kaki? What? Jaman segini jalan kaki? Ah, paling dia akan naik angkot atau apalah. Jaman sekarang anak cowok tidak naik sepeda motor itu rasanya bukan anak yang gaul. Mereka sangat gengsi kalau pergi kemana-mana tanpa naik sepeda motor. Toh, di sekolahnya anak cowok kebanyakan juga naik sepeda motor dan mereka menganggap kendaraan adalah sebuah harga diri dan identitas. Orang yang tidak punya kendaraan dianggap kasta rendah di sekolahnya. Galuh mencoba untuk mengikuti pemuda itu, setidaknya dia ingin sebuah jawaban.
Dengan kecepatan amat pelan dengan ditambahi beberapa kali berhenti, Galuh mengikuti cowok tersebut. Dia tak begitu khawatir untuk terlambat ke sekolah, karena kalau dilihat-lihat rute yang diambil pemuda itu masih tidak terlalu jauh dari sekolahanya. Ketika sampai di jalan besar Galuh mengira bahwa cowok itu akan naik angkot, ternyata dugaannya salah. Pemuda itu sama sekali tidak naik angkot bahkan berusaha mencegatnya pun tidak. Galuh semakin penasaran.
"Koq rasanya dia mengarah ke sekolahanku ya? Lho? Inikah rute menuju ke sekolahanku? Wah, jangan-jangan ia memang sekolah di sana!" gumam Galuh.
Lucunya, Galuh malah terus menguntit dia dari belakang padahal sudah jelas-jelas cowok itu menuju ke sekolahnya. Anak cowok itu menoleh ke kiri dan ke kanan. Ia sepertinya agak tak yakin untuk masuk ke dalam gerbang. Tampak beberapa siswa putih abu-abu mulai masuk ke dalam gerbang. Kemudian terdengar bel masuk, cowok itu pun segera masuk ke dalam gerbang berbaur dengan murid-murid yang lainnya. Galuh segera mengayuh sepedanya lebih cepat dari sebelumnya.
Pintu gerbang tertutup, selamatlah dia. Kalau saja terlambat mungkin dia tak akan bisa masuk kelas. Sepedanya kemudian dia tempatkan di parkiran. Dia menempatkan sepedanya di sebuah tempat parkir sepeda yang khusus disediakan untuknya. Dari semua penghuni sekolah, hanya dia dan penjaga sekolah yang menaiki sepeda. Total ada dua sepeda yang ada di tempat itu. Satu sepeda mini yang, yang satunya adalah sepeda butut, orang biasa menyebutnya sepeda kuno, sepeda kebo atau sepeda onta. Entah dari mana sebutan itu berasal.
Galuh masih teringat dengan pemuda tadi. Kira-kira dia di kelas mana? Anak baru? Yang pasti pemuda itu benar-benar telah mengusik pikirannya. Membuat ia sempat hilang konsentrasi. Selain bintang Korea Lee Jong-Suk mungkin pemuda itulah satu-satunya yang bisa mengalihkan perhatiannya. Cinta pada pandangan pertama kali.
Oh, tidak. Give me a break will ya! Memangnya semudah itu Galuh jatuh cinta? Setidaknya ia punya kelas dan standar tersendiri bagi seorang cowok yang bisa masuk ke dalam kriterianya. Ah, anggap saja dari skala 1 sampai 10 dia berada di urutan 7. Tidak, mungkin 8. Atau mungki 9? Tapi yang jelas oppa Lee Jong-Suk menurutnya adalah 10.
Tak terasa ia sudah sampai di depan kelas. Teman-temannya tampak sedang sibuk sendiri-sendiri. Boleh dibilang mereka punya kelompok sendiri-sendiri ketika berada di sekolah. Misalnya kelompok anak-anak aneh akan berkumpul dengan anak-anak aneh, kelompok anak-anak yang suka dengan olahraga akan kumpul dengan anak-anak yang suka dengan olahraga, kelompok anak-anak yang suka dengan sosialita akan kumpul dengan sesamanya. Dan apesnya Galuh harus berada di dalam kelompok anak-anak aneh. Anak-anak aneh yang dimaksud adalah kelompok anak-anak yang di dalamnya kebanyakan kutu buku, nerd, jenius level 99, dan selalu ranking 10 besar di kelas. Galuh menghela nafas ketika di sekeliling bangkunya sudah disambut tiga teman setianya. Mereka adalah Budi, Cindy, dan Bella. Ketiganya adalah anak-anak dalam kelompok anak-anak aneh.
"Hai Gal?" sapa Bella. Bella adalah seorang anak bertubuh kecil badannya memakai kacamata minus dan bertubuh kurus. Kalau misalnya ia berada di dalam kerumunan mungkin ia satu-satunya yang tidak akan terlihat.
"Hai semua," sahut Galuh.
"Kenapa kamu koq sepertinya lesu?" tanya Budi. Seorang cowok yang tubuhnya juga tak begitu tinggi bahkan cenderung sedikit "berisi". Berisi berarti ada penimbunan lemak di beberapa tempat di tubuhnya. Namun jangan salah sangka, meskipun begitu Budi adalah seorang ketua PMR di sekolahnya sekarang ini.
"Nggak ada apa-apa. Cuman penasaran aja," jawab Galuh sambil duduk ke kursinya. Di sekolah ini setiap murid punya bangku masing-masing. Mereka duduk sendiri-sendiri. Di samping mejanya ada sebuah gantungan yang berfungsi untuk menggantung tas.
"Penasaran apa?" tanya Cindy. Cindy ini gadis yang rambutnya juga dikepang, tapi kepangnya cuma satu. Dia mungkin satu-satunya gadis yang terlihat normal di antara kelompok orang-orang aneh ini. Tapi sekalipun normal ia sebenarnya tidak normal. Dia punya rasa humor yang tidak wajar, tidak banyak bicara, serba ingin tahu dan orang yang akan suka berkomentar detail terhadap segala hal.
"Jadi ada tetangga baru yang baru saja tinggal di kampungku. Sabtu kemarin dia baru datang, barang-barangnya juga baru saja diturunkan dari sebuah truk. Trus tak hanya itu, ada cowok yang sepertinya sekolah di sekolah ini. Tapi aku rasa tak pernah melihat cowok itu sebelumnya," jelas Galuh.
"Serius?" tanya Cindy.
"Dua rius Cin!" jawab Galuh. "Nah, aku penasaran saja. Kira-kira dia di kelas mana."
"Wah, cakep nggak orangnya?" tanya Bella.
"Lumayan sih menurutku," jawab Galuh.
"Yang jelas, cowok itu belum ada di antara kelompok orang-orang ini bukan?" ucap Budi.
"Nggak, kalau dia ada di kelas ini kita pasti sudah mengenalinya. Yang jelas, selama setahun ini kita berada di sekolah ini, aku tak pernah melihat cowok itu sebelumnya. Terakhir aku lihat dia masuk ke sekolah ini tadi," jelas Galuh.
Seorang gadis berambut lurus panjang sebahu menghampiri Galuh. Dari dandanannya ia sangat modis. Sepatunya saja termasuk sepatu yang mahal, kukunya dikutek, bibirnya dilapisi lip balm, serta bedaknya benar-benar akan membuat orang lain iri. Kulitnya berwarna cerah akibat perawatan yang pastinya sangat mahal. Galuh menelan ludah ketika cewek itu datang.
"W-Windi?" sapa Galuh.
"Aku cuma mau ngambil titipanku," jawab gadis tersebut sambil bersedekap.
Galuh buru-buru mengambil sesuatu dari ranselnya. Dia kemudian menemukan sebuah buku bersampul coklat yang ada di dalam tas ranselnya. Kemudian dia serahkan buku itu kepada Windi. Windi hanya tersenyum simpul kepadanya sambil menerima buku itu kemudian memeriksa isinya.
Budi, Bella dan Cindy hanya terdiam menyaksikannya. Mereka kemudian bersamaan menatap ke arah Galuh. Windi manggut-manggut melihat isi bukunya.
"OK, kamu baik sekali sampai memberikan penjelasan di pekerjaannya. Besok aku akan minta tolong lagi ke kamu," ucap Windi. "Makasih yah, Miss Clumsy." Windi pun kemudian berbalik beranjak kembali ke kelompok gengnya.
"Gal, apa maksudnya tadi? Kamu mengerjakan PR untuknya lagi?" bisik Cindy.
Galuh hanya mengangguk sambil tersenyum.
"Buat apa kamu melakukannya? Kamu bisa-bisanya menolong dia mengerjakan PR," protes Budi.
"Memangnya kalian akan menolak kalau berada di dalam posisiku? Aku yakin kalian pun tak akan menolak kalau dimintai tolong olehnya. Kita masih ingat dengan apa yang terjadi dengan Reyno. Dia itu wanita yang licik, kelompoknya juga bukan kumpulan murid-murid cewek yang baik. Lihat saja mereka semua, aku yakin setiap gadis di kelas ini ingin sekali masuk ke dalam kelompok mereka," ujar Galuh.
Budi, Bella dan Cindy tak membalas. Mereka tahu apa yang dikatakan Galuh benar. Setiap laki-laki di sekolah ini akan memuji-muji si Windi dengan pujian yang terlalu berlebihan. Ibaratnya Windi dan kelompok gengnya adalah golongan top model, mungkin juga golongan wanita-wanita yang dijadikan trend di sekolah ini. Setiap ada mode baru, mereka selalu mengikutinya, kemudian akan diikuti oleh murid-murid cewek yang lainnya. Setiap cewek yang ada di sekolah ini amat ingin menjadi kelompok geng mereka. Tak terkecuali Galuh, Bella maupun Cindy. Hanya saja predikat kelompok aneh yang ada pada mereka akan sangat sulit untuk bisa ikut ke dalam kelompok Windi.
"Hei Windi, kamu mau aku ajak besok Sabtu Malam ke bioskop? Ada film bagus lho," sapa Jimmy seorang murid cowok yang terkenal sebagai ketua klub karate sekarang. Jimmy ini orangnya urakan dan sok jago. Dia memegang sabuk coklat dan sangat jago dalam berkelahi. Dari semua murid yang ada di kelas, hanya Jimmy yang sering terkena hukuman oleh guru. Dia juga orang yang sering dihukum lari keliling lapangan karena tidur di kelas, hormat kepada bendera karena terlambat masuk kelas dan lain-lain. Menurut rumor yang beredar, bahwa di punggungnya dia punya tatto bergambar seekor harimau. Namun sampai sekarang tak pernah ada satu pun murid yang melihatnya. Karena rumor inilah ia bahkan jadi terkenal dan ditakuti oleh beberapa orang. Nama Jimmy juga terkenal di beberapa tempat terutama di telinga para pemuda dan geng-geng yang ada di kota.
Windi yang mendengarnya tak menjawab. Dia hanya tak menghiraukan orang sekelas Jimmy sama seperti cowok-cowok lainnya. Bagi kelompok ini takluk dengan rayuan cowok adalah hal yang bodoh. Merekalah yang harusnya menaklukkan para cowok, bukan sebaliknya.
"Simpan saja uangmu Jim! Lagipula kalau soal nonton, aku bisa nonton bersama mereka," ucap Windi sambil menunjuk ke cewek-cewek yang ada di sekitarnya.
"Ayolah, lagipula ini cuma ngajak nonton bukan ngajak kencan," ujar Jimmy.
"Kau sedang taruhan dengan siapa memangnya koq sampai berani nekad segala?" tanya Windi langsung to the point. "Bagiku hanya ada dua cowok yang berani seperti kamu. Pertama mereka sudah bosan hidup, yang kedua mereka sedang ada taruhan."
Jimmy tersenyum kecut. "Cih, kau tahu rupanya. Baiklah. Aku sedang ada taruhan. Begini saja, gimana kalau uang taruhannya kita bagi dua? Kau mau jalan denganku dan kita bisa bagi dua uang taruhan itu."
"Telan saja uang taruhanmu. Bersiap saja untuk kalah," ucap Windi sambil tertawa.
"Apa kau bilang?" Jimmy sedikit emosi.
"Jim, sudahlah! Kau gila mau melawan dia?" salah seorang temannya menahan tubuh Jimmy yang hampir saja melompat menuju ke arah Windi.
"Cih, kalau saja kau bukan putri gubernur. Sudah aku hancurkan hidupmu sekarang," celoteh Jimmy.
Windi tak menanggapinya. Ia hanya memutar bola matanya sampai terlihat putih. Jimmy kemudian kembali ke tempat duduknya. Bersamaan dengan itu bel sekolah pun berbunyi. Murid-murid segera menempati tempat duduknya masing-masing karena kelas mereka berdekatan dengan ruang guru, artinya guru akan cepat masuk ke kelas mereka daripada kelas-kelas yang lainnya.
Beberapa murid masih terlihat santai-santai saja tidak mempedulikan bahwa jam pelajaran sudah akan dimulai. Seorang guru wanita dan seorang pemuda berseragam putih abu-abu berjalan menyusuri koridor sekolah. Mereka tampak dari ruang guru. Ketika murid-murid kelas XI-3 melihat guru wali kelas mereka akan masuk kelas mereka segera memberikan kode-kode tertentu. Semua murid pun kemudian segera menempati tempat duduk mereka masing-masing.
"Selamat pagi anak-anak!" sapa guru wanita yang baru saja masuk.
"Selamat pagi Bu Anri!" sahut seluruh siswa dengan serempak.
Galuh mengamati guru wali kelasnya yang mengajarkan mata pelajaran Bahasa Indonesia tersebut. Dan yang membuat ia terkejut adalah ia melihat cowok yang dilihatnya tadi masuk ke kelasnya. Mulutnya ternganga. Itu tetangga barunya!
Bu Anri melihat seluruh murid yang duduk di kursinya masing-masing. Memang tersisa satu kursi kosong yang tempatnya tepat berada di belakang Galuh. Guru pengajar Bahasa Indonesia itu kemudian menarik nafas sejenak lalu mulai berbicara.
"Baiklah anak-anak, sebelum pelajaran dimulai ibu akan memperkenalkan kalian kepada seorang murid baru. Dia pindahan dari Semarang. Silakan perkenalkan diri!" ucap Bu Anri.
Cowok itu mengangguk kemudian berjalan menuju ke tengah. Dia kemudian mulai bersuara, "Perkenalkan nama saya Teuku Samudra. Panggil saja saya Sam. Saya lahir di Banda Aceh. Saya hidup berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain. Semua ini karena saya memang harus ikut kemana ayah saya pergi berdinas. Itu saja. Ada pertanyaan?"
Hening sesaat. Beberapa anak cewek di kelompok Windi tampak cekikikan. Kemudian salah seorang anak cewek mengangkat tangannya.
"Yak, Sofi. Ada pertanyaan?" sahut Bu Anri.
"Masih jomblo nggak nih?" tanya Sofi yang sedang mengangkat tangan.
Sam mengernyitkan dahi. "Mau daftar?" tanya Sam balik.
Langsung seisi kelas tertawa mendengarnya termasuk Bu Anri. Galuh tersenyum juga, sepertinya cowok ini asyik pikirnya.
"Tanya bu," seorang cewek mengangkat tangannya lagi.
"Yak, Berlian ada yang ingin ditanyakan?" tanya Bu Anri.
"Hobinya apa?" tanya Berlian.
"Hobi saya membaca, menulis, dan jalan kaki," jawab Sam.
"Jalan kaki?" tanya Berlian keheranan. Hanya Galuh yang tahu maksud dari "jalan kaki" tersebut. Pantas saja dia berangkat ke sekolah tanpa memakai kendaraan apapun hanya jalan kaki. Galuh mencoba untuk menahan tawanya.
"Serius?" tanya Berlian yang merasa dipermainkan.
"Serius," jawab Sam. Dia kemudian nyengir. Memang agak aneh bocah ini berkata seperti itu. Tapi memang itulah kenyataannya.
"Makanan favorit?" tanya Berlian lagi.
"Selama saya hidup makanan favorit saya adalah nasi dan tempe. Rasanya tak ada bandingannya," jawab Sam.
Seorang mengangkat tangan lagi. Bu Anri langsung menunjuk, "Yak, Jimmy!"
"Pernah ikut beladiri?" tanya Jimmy.
Sam tak tahu apa maksud pertanyaan Jimmy. Tapi sudah pasti semua orang juga tahu maksud Jimmy bertanya seperti itu adalah untuk mencari aliansi. Kalau misalnya Sam termasuk orang yang jago berkelahi maka Jimmy akan merekutnya untuk masuk ke dalam gengnya.
"Saya tak pandai beladiri," jawab Sam secara diplomatis.
Jimmy mengernyitkan dahi. Jelas itu bukan jawaban yang diinginkannya. Tak pandai beladiri berarti ada dua maksud. Pertama bisa jadi ia tahu beladiri tapi tak pandai, kedua bisa jadi ia memang tak tahu beladiri dan memang tak pandai beladiri. Belum sempat Jimmy bertanya lagi seorang murid mengangkat tangannya untuk mengajukan pertanyaan lagi.
"Ini koq pertanyaannya aneh-aneh. Sudah-sudah, kalau kalian mau kenalan lebih lanjut lagi tanya langsung ke Sam. Sam, silakan duduk di bangku yang kosong!" ucap bu Anri. Wanita itu menunjuk sebuah bangku yang berada di belakang Galuh.
Sam kemudian berjalan menuju ke bangku tersebut. Ketika ia melewati Galuh, gadis itu hanya menatapnya tanpa ekspresi. Sam kemudian meletakkan ranselnya di gantungan yang ada di samping meja. Pelajaran pun dimulai seperti biasa. Windi hanya menatap Sam dari jauh dengan ekspresi mengerutkan dahi. Biasanya anak-anak cowok akan cenderung melihatnya, tapi Sam ini berbeda. Dia sepertinya tak begitu tertarik dengan kelompoknya padahal para cewek yang paling cakep ada di kelas ini ada di kelompoknya. Ini bukan cerita sinetron yang mana gadis seperti Windi akan menguji Sam agar mau mendekatinya, tidak demikian bahkan Windi dan Sam terkesan cuek satu sama lain.
* * *
Langit agak mendung hari itu. Udara lembab dan angin cukup kencang. Angin menerpa dedaunan kering, menggerakkan ranting-ranting pohon hingga membuat dedaunan bergesekan. Bel usai sekolah telah berbunyi, murid-murid kemudian bergegas keluar dari kelas. Mereka ada yang tinggal untuk mengikuti ekstrakurikuler ada yang langsung pulang.
"Galuh, nih buku PR," ucap Windi sambil menyodorkan buku berwarna coklatnya lagi.
Galuh mengangguk sambil menerimanya. Ketiga temannya melihat pemandangan itu dengan penuh tanda tanya. Samudra yang sedari tadi duduk di belakang Galuh melihat peristiwa itu pun bertanya-tanya. Windi hanya menoleh sesaat kepada Samudra, setelah itu ia pun berbalik dan pergi. Galuh menghela nafas.
"Lagi? Ya ampuunnn, Galuh! Kamu sadar nggak sih kalau kamu itu diperbudak oleh dia?" tanya Bella.
"Ini tak bisa dibiarkan!" ucap Cindy.
"Sudahlah, lagian ini bukan urusan kalian," ujar Galuh. Ia memasukkan buku itu ke dalam ranselnya.
Samudra berdiri dari tempat duduknya, kemudian beranjak dari tempatnya meninggalkan Galuh dan kelompok anehnya tertinggal. Galuh segera membereskan mejanya untuk mengejar Sam.
"Galuh tunggu!" cegah Budi, tapi gadis itu sudah menghilang dari pandangannya.
Galuh mengejar Sam, ternyata cowok itu jalannya cepat sekali seperti orang yang punya kaki panjang.
"Sam, tunggu!" panggil Galuh.
Sam menoleh kepadanya sambil melambai. "Yak? Ada apa?"
"Kamu tinggal di rumah nomor 1A, bukan? Yang letaknya berada di ujung jalan dekat dengan pos jaga?" tanya Galuh.
Sam mengernyit. Dia merasa surprise ketika ada seorang cewek tahu rumahnya. "Wah, kau stalker yah? Dari mana kau tahu? Tinggal di dekat situ?"
"Iya, kita satu komplek! Aku tahu kalau kalian pindahan sabtu kemarin," ujar Galuh.
Sam merasa geli ketika kedua kepang gadis itu bergerak-gerak setiap kali kepalanya bergerak. Lucu bagi Sam. "Oh, begitu. Baiklah, ternyata ada tetangga baru yang langsung menyapa. Sekelas lagi."
Galuh nyengir. "Kita bakalan sering ketemu."
"Oh ya, nanti malam keluargaku ngadain syukuran karena baru pindah rumah. Seluruh tetangga diundang, kamu mau dateng?" ajak Sam.
"Nggak ah, palingan juga yang datang bapak-bapak," tolak Galuh.
"Yah, kamu kan teman sekelasku. Nggak apa-apa dong," ucap Sam.
Galuh menggeleng sambil berbisik, "Nggak baik anak cewek pergi ke rumah anak cowok, nanti akan berhembus gosip yang tidak enak."
Sam melewati beberapa murid cewek dan mereka memperhatikannya. Sepertinya banyak yang tidak suka ketika Galuh berjalan bersama dengan Sam. Tatapan tajam dan geram langsung menusuk Galuh seperti anak panah. Galuh kemudian menghentikan langkahnya karena ia takut dengan tatapan-tatapan itu.
"Kenapa?" tanya Sam.
"Eh, kamu duluan saja deh. Aku kan naik sepeda," jawab Galuh sambil berjalan mundur.
"Sepeda? Sepeda motor?" tanya Sam.
Galuh menggeleng. Dia buru-buru berbalik dan beranjak pergi. "Sampai nanti!"
"Lho?" Sam terperangah hanya menyaksikan punggung Galuh menjauh menuju ke tempat parkir. Sementara itu beberapa murid cewek terus memperhatikan Sam. Mereka menjerit-jerit histeris sendiri. "Kenapa mereka ini?" gumam Sam.
Sam berjalan hingga keluar dari gerbang sekolah. Namun ketika ia ingin melangkah lebih jauh lagi sebuah mobil Mercedes CLK 200 berwarna hitam mengklakson. Sam menoleh ke arah mobil tersebut. Dari kursi kemudi tampak wajah seorang yang tidak asing. Windi Aulanara Nugraha menatapnya dengan tatapan mata berbinar.
"Mau aku anter?" tawar Windi.
"Makasih, tapi aku bisa jalan kaki," jawab Sam.
"Ayolah Sam, ini tawaran yang tidak pernah aku tawarkan kepada siapapun di sekolah ini," ucap Windi sekali lagi.
Sam menggeleng. "Next time aja yah."
Windi tersenyum kecut. Sepertinya ia tak suka diperlakukan seperti itu. Dia menghela nafas. "Aku tidak suka penolakan. Tapi aku bisa maklumi karena kau belum tahu siapa aku. Sampai besok Teuku Samudra."
Tak berapa lama kemudian Windi menginjak pedal gas. Mobil mewah tersebut kemudian berjalan meninggalkan Sam. Sam berdecak kagum melihat Windi yang mana termasuk berani mengemudikan mobil tersebut sendirian. Kalau tidak salah ingat tadi ada murid yang mengatakan bahwa dia adalah anak gubernur. Mungkin karena alasan itulah tak ada satu pun yang berani kepadanya.
Pemandangan yang ada sekarang ini adalah puluhan motor keluar dari gerbang sekolah. Bisa dimaklumi karena sebagian besar murid-murid mengendarai sepeda motor. Sam memperhatikan peristiwa itu beberapa saat setelah Windi dengan mobilnya menghilang dari pandangan. Saat dia memperhatikan, tampaklah Galuh tertatih-tatih menuntun sepedanya. Sam nyengir melihat gadis berkepang dua mengayuh sepedanya. Sepeda mini berwarna pink dinaiki gadis berkacamata dan berkepang dua culun seperti Galuh. Pantaslah Sam sedikit faham kenapa Galuh disebut sebagai Miss Clumsy. Galuh memperhatikan Sam, kemudian menghampirinya.
"Koq masih di sini?" tanya Galuh.
"Nggak apa-apa. Cuma menikmati pemandangan saja. Di tempatku sebelumnya jarang aku temui pemandangan seperti ini," jawab Sam.
"Pemandangan??" Galuh tak mengerti.
"Jaman sekarang rata-rata anak-anak sekolah gengsi memakai sepeda mini sepertimu. Tapi kau beda. Mereka biasanya lebih memaksa orangtuanya untuk dibelikan sepeda motor, tapi kamu tidak," jelas Sam.
Galuh cuma nyengir. Ia tak tahu itu pujian ataukah hinaan.
"Ngomong-ngomong, Windi sering minta gitu ke kamu?" tanya Sam.
"Maksudnya?"
"Minta dikerjain PR-nya," terang Sam.
Galuh tak menjawab, "Bukan urusanmu. Sudah ah, aku duluan. Sampai besok!"
Lagi-lagi Sam ditinggalkan sendirian. Entah kenapa sepertinya ada sesuatu yang terjadi antara Windi dan Galuh. Sam sepertinya bakalan betah berada di sekolah ini. Semoga saja tak akan terjadi sesuatu yang menyebabkan ia harus pindah ke sekolah yang baru lagi. Setidaknya ia punya tetangga yang menarik sekarang, terlebih tetangganya adalah teman sekelasnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top