Intro
"Gimana?" tanya seorang pria kini tengah menengadah mengembuskan asap rokoknya ke udara bebas, menyandarkan punggung tegapnya pada bangku kayu seraya menyilangkan kaki kanan di atas kaki kirinya. Menikmati malam di rooftop pribadi bagian cafe miliknya sering ia lakukan untuk melepas sebuah penat.
"Sebentar lagi aku berhasil. Siapin aja semua." Sebuah smirk tercetak jelas di wajah seorang pria lain yang pula sejak tadi bersamanya.
"Yakin sekali kamu." Pria berkemeja hitam dengan lengan tergulung tersenyum meremehkan, berdiri membuang puntung rokok serta menginjaknya seraya mengembuskan asap terakhir dari batang nikotin yang dihisapnya.
"Apa yang perlu aku cemaskan, kalau sedari awal aku memang sudah menang." Percaya diri pria itu membuat tangan Wira yang kini berdiri membelakanginya terkepal kuat dalam kedua saku celana bahannya.
Persahabatan mereka berdua setelah sekian lama seakan tak lagi berarti dalam urusan ini. Sebuah persaingan konyol namun sangat berpengaruh bagi keduanya, apalagi jika bukan masalah hati dan harga diri. Wira tahu jika peluangnya untuk menang masih ada, namun ia ingin menang tanpa memaksakan kehendaknya.
"Besok kesempatan terakhirmu, ku sarankan lebih baik lupakan saja dia. Dia milikku." Pria itu bangkit, menepuk pelan pundak Wira kemudian pergi meninggalkan pria tersebut dalam perasaan yang berkecamuk.
"Haruskah aku merusaknya?" gumam Wira seraya memukul angin untuk melampiaskan emosinya saat ini.
***
"Kenapa kamu lakuin semua ini sama aku, Mas?" suara bergetar seorang gadis yang nampak terduduk lemas memecah keheningan yang terjadi setelah beberapa saat ia bungkam.
Hampir satu tahun, ternyata perasaan tulusnya selama ini hanya digunakan sebagai bahan permainan pria di depannya. Tepat seminggu pertunangan mereka dibatalkan, kini pria ini kembali hadir dengan membawa kejutan yang meruntuhkan hatinya. Mutiara Anandya -Ara-, berusaha keras untuk tak menangisi nasibnya.
Ia tatap nanar sebuah undangan berpita silver dengan nama pria yang kini duduk tenang di depannya, namun bukan dengan namanya yang tertera di sana melainkan dengan seorang wanita yang ia tahu betul siapa wanita itu, Antares Prayoga dan Laras Maharani. Pria yang ia cintai dan sepupu perempuan yang ia rasa paling dekat dengannya. Sejak kapan keduanya menjalin hubungan?
Ara yang setelah peristiwa itu berusaha mengumpulkan serpihan kekuatan hatinya, kali ini tak mampu lagi menegarkan dirinya sendiri, perasaan yang susah payah ia perbaiki goyah bahkan runtuh dan terasa lebih sakit dari sebelumnya.
"Kenapa harus Mbak Laras, Mas?"
"Karena aku memang mencintainya."
Seketika Ara merasa sangat bodoh telah menanyakan hal yang jawabannya bahkan mampu membuat hatinya semakin remuk.
Cinta? Lalu perasaan apa yang Ares lalui bersamanya selama ini?
Bekasi, 13.09.2020
Republish 26.08.2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top