Bagian 7

"Mbak, mari ikut saya."

Seorang pramuniaga mengajak Ara masuk lebih dalam ke area butik. Ara yang masih bingung hanya mengekor mengikuti kemana pramuniaga itu melangkah.

"Silakan duduk dulu, Mbak." Ara sedikit tersenyum canggung mengangguk dan mendudukkan dirinya di sofa yang terletak di tengah almari-almari besar dengan deretan pakaian mewah tergantung rapi, sementara pramuniaga yang memandunya telah menghilang di balik pintu kayu berornamen unik.

Tak lama berselang, dari dalam ruangan sang pramuniaga kembali bersama seorang wanita paruh baya yang terlihat antusias menyambut kedatangan Ara.

"Selamat datang, kamu pasti Mutiara ya? Panggil saja Tante Sherly." Wanita paruh baya itu memperkenalkan diri dengan mengulurkan tangannya seraya tersenyum lembut.

Ara beranjak untuk mensejajarkan dirinya. Baginya tak pantas rasanya jika ia tetap duduk sementara wanita itu berdiri memperkenalkan diri.

"Eh, iya Tante. Panggil saja Ara." Sedikit canggung Ara membalas jabat tangan tante Sherly seraya memlerkenalkan diri.

"Wira sudah kasih tau Tante tadi, kamu silakan lihat-lihat saja dulu sembari menunggu. Tante ambilkan pesanan Wira sebentar."

Tidak jauh dari tempat Ara berdiri Tante Sherly nampak berbicara dengan sang pramuniaga yang terlihat menganggukkan kepalanya beberapa kali, entah apa yang mereka bicarakan hingga tak berapa lama pramuniaga lain membawakan sebuah kotak yang berukuran sedang padanya.

"Ini pesanan Pak Wira, Mbak. Silahkan dicek dulu." Wanita muda yang berbeda dari pramuniaga yang menemaninya tadi mengangsurkan kotak ke hadapan Ara.

Ara merasa tak perlu mengeceknya, karena Wira hanya memintanya datang ke tempat ini tanpa mengatakan apa tujuannya. Ara kira dirinya hanya diminta untuk mengambilkan pesanan Wira saja, namun tak lama berselang Tante Sherly kembali datang dengan beberapa gaun di tangannya.

"Nah, yang ini tolong kamu coba dulu." Tante Sherly mengulurkan gaun berwarna peach dengan potongan sederhana namun terlihat mewah dengan ornamen yang melekat di sana.

Ara menatap bergantian pada gaun di hadapannya dengan Tante Sherly, dahinya berkerut, pandangannya semakin dibuat bingung sekarang. Kalau bukan karena kemarin dia dianggap bersalah karena tak membalas pesan dari bosnya, dirinya tidak akan berada di sini sekarang tanpa diberi tahu tujuanyang pasti untuk ala ia diminta datang kemari.

"Maaf Tante, tapi saya enggak pesan gaun juga. Mungkin Tante salah orang." Ara menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, seraya menampilkan senyum tak enak.

"Loh, tapi Wira...."Belum sempat Tante Sherly menyelesaikan ucapannya, seorang pria muncul dari arah pintu masuk.

"Coba saja." Hanya itu yang dia ucapkan, kemudian dengan tenang duduk di sofa tak jauh dari tempat Ara bergeming.

"Tapi Pak, Bapak tadi enggak bilang kalo.... "

"Coba saja, kamu hanya perlu mencoba bukan membelinya," potong Wira.

Dengan berat hati pada akhirnya Ara menerima gaun tersebut. Tante Sherly membawanya ke ruang ganti yang terletak di belakang deretan almari besar di sampingnya.

Beberapa saat kemudian Ara nampak keluar dengan gaun yang telah terpasang apik di tubuhnya, namun Wira malah menyuruhnya berganti dengan gaun lain yang telah disediakan Tante Sherly. Hingga pada gaun ketiga, Wira hanya menganggukkan kepala singkat. Gaun selutut berwarna pastel dengan lengan menutup bahu Ara yang masih terlihat sedikit lebam, sangat cocok dan tidak terlalu mencolok bahkan gadis itu terlihat sangat anggun.

"Pilihan gaun yang cantik. Ada beberapa bagian yang perlu Tante perbaiki, besok pagi bisa kamu ambil Wir." Tante Sherly mendekat pada Wira setelah Ara masuk kembali ke ruang ganti, Wira hanya menganggukkan kepala sebagai respon.

"Jadi, dia gadis yang kamu maksud selama ini?" Pertanyaan Tante Sherly membuat Wira menegang sesaat, namun tak berapa lama pria itu hanya mengangkat bahunya tanpa mengatakan apa pun lagi pada wanita baya yang juga merupakan tante kandungnya, bersamaan dengan Ara yang muncul dari ruang ganti.

***

Ara yang tadinya datang ke tempat ini menggunakan taksi online sesuai arahan sang bos, kini merasa bingung untuk kembali ke rumah. Pasalnya, uangnya tak cukup jika harus kembali memesan ojek online mengingat jarak antara butik dengan tempat tinggalnya lumayan jauh. Seketika Ara merutuki dirinya sendiri karena kejadian kemarin malam.

Kamu online dan beraninya hanya membaca tanpa membalas pesan atasan kamu?

Setelah menguasai diri dari rasa terkejutnya, Ara menimbang untuk membalas apa soal pesan singkat itu, mengingat sikap bosnya beberapa hari belakangan.

Maaf, Pak.

Hanya balasan permintaan maaf yang pada akhirnya Ara kirim sebelum matanya memberat dan terlelap.

Dan sebuah kejutan ia dapatkan pagi tadi, saat sang bos kembali mengiriminya sebuah pesan perintah untuk segera menuju tempat yang diminta, dengan ancaman akan merumahkan Ara jika kali ini gadis itu terlambat bahkan tak menghiraukan pesannya karena menganggap apa yang Ara lakukan semalam adalah sebuah kesalahan, hingga berakhir gadis itu sekarang berada di tempat ini.

"Masuk."

Terlarut dalam pikirnya, Ara sampai tak menyadari jika di depannya kini sang bos telah membuka kaca mobilnya.

"Cepat masuk!" perintah Wira sekali lagi saat menyadari Ara masih bergeming menatapnya bingung.

Sedikit tergeragap, Ara mengikuti apa yang dikatakan Wira, mendudukkan duri telat di sebelah pria yang kini memegang kemudi.

"Tunjukkan arah rumah kamu." Wira memecah keheningan beberapa saat setelah kendaraannya menjauh dari perumahan lokasi butik tante Sherly berada.

"Eh, anu Pak, tidak usah. Saya turun di jalan raya depan saja," tolak Ara pelan.

"Tunjukkan saja," kekeh Wira.

"Mobil Bapak nggak akan muat, rumah saya masuk gang kecil," kilah Ara. Gadis itu tak ingin ada masalah atau gosip baru ketika para tetangganya melihat dirinya diantar oleh pria dengan mobil.

"Tidak masalah, masih ada kaki buat berjalan." Tenang Wira mengucapkan dengan mata yang fokus menatap ke depan sesekali melirik ke arah spion saat mereka mulai memasuki jalan raya.

Bukan tanpa tujuan Wira ingin mengetahui dimana Ara tinggal, pria itu ingin mengetahui lebih banyak tentang gadis di sebelahnya ini. Konyol memang, ketika ia baru beberapa kali berinteraksi namun dirinya merasa perlu mengenal Ara lebih banyak, sementara dengan Laras, Wira butuh waktu lama untuk berpikir.

...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top