Bagian 20

"Hai, Ra." Sebuah sapa menyambut saat Ara tengah merapihkan pakaian serta tasnya dalam loker.

"Iya, Fir. Kenapa?" Ara tak perlu berbasa basi. Ia tahu gadis di sampingnya ini tak lagi akan menjadi teman baik seperti awal mereka berkenalan, apalagi setelah kenyataan terungkap, ditambah dia pun menyaksikan hal tak terduga yang telah Wira lakukan pada Ara malam itu. Fira perlahan menjauh dari Ara, bahkan beberapa hari setelahnya, gadis itu sama sekali tak bicara padanya.

"Boleh bicara sebentar? Masih ada waktu sebelum kerjaan kita dimulai." Fira melihat sekilas pada jam tangan yang melingkar di pergelangan. Nada bicaranya terlihat santai, namun Ara dapat merasakan ada aura mengintimidasi bersama gadis itu.

Ara hanya menganggukkan kepala sebagai persetujuan, menutup pintu loker kemudian mengikuti langkah santai gadis itu hingga ke sudut taman yang berada di bagian tengah cafe, satu-satunya ruang terbuka untuk membuat udara kafe terasa lebih segar disertai tatanan estetis di beberapa tempat untuk pengunjung yang ingin berswafoto kemudian diunggah di sosial media mereka. Tempat di mana mereka berdiri sekarang terlihat lebih sepi dan tak mencolok dibandingkan sekitarnya.

"Pasti kamu udah tau kan maksud aku ngajak kamu ke sini, Ra?" Fira yang semula membelakangi berkata seraya membalikkan badan sepenuhnya menghadap Ara yang masih terdiam," jadi ... aku minta kamu buat enggak deket-deket lagi sama Mas Wira karena aku enggak mau perjuangan aku buat ngedapetin hati dia selama ini sia-sia gitu aja. Kalau kamu mau kita tetep bertemen, tolong jauhi dia." Fira menarik telapak tangan kiri Ara, menggenggamnya tanpa memutus pandangan mereka.

Ara tidak menyangka, Fira akan melakukan ini. Kenapa Ara diposisikan seperti gadis perusak hubungan jika nyatanya antara keduanya memang belum ada hubungan apapun? Akan lebih baik bagi Ara jika Fira terang-terangan memusuhinya dari pada harus berpura-pura baik namun bersyarat.

Ara melihat pada sebelah tangannya yang digenggam kemudian perlahan tangan kanannya yang bebas menyentuh tangan Fira, bukan untuk membalas genggam, melainkan perlahan melepaskan genggaman gadis itu pada tangannya. Menarik mundur badannya selangkah, Ara menatap lekat pada gadis yang sanpai detik ini masih ia anggap sebagai teman, "Kamu nggak perlu ngelakuin ini, kalau Pak Wira juga mencintai kamu, tanpa kamu lakukan apapun dia akan melihat kamu meski ada atau tidak adan aku di dekat dia."

"Tapi karena kamu, sekarang dia semakin sulit buat aku gapai." Fira menekan setiap ucapannya, perasaanya masih saja berkeras kalau Aralah penyebab ia tak kunjung mendapatkan hati Wira.

"Perasaan itu nggak bisa dipaksa, terlepas dari bagaimana nantinya, tunjukkan perasaan kamu ke dia, bukan malah menyuruh aku buat jauhin dia." Ara membalikkan badannya, membawa langkah menjauh dari gadis yang kini masih saja menatapnya dengan pandangan tidak suka, lebih baik Ara menjauh. Mau dia menjelaskan seperti apapun Fira tak akan mau mendengarkan penjelasannya karena bagi gadis itu tetap Ara yang bersalah tanpa mau melihat pada dirinya sendiri. Bukankah memandang buruk pada orang lain itu lebih mudah dari memandang diri sendiri.

***

"Mau apa kamu?" Wira yang saat itu tengah memeriksa laporan cafe berbicara tanpa perlu repot melihat pada sosok yang baru saja membuka pintu ruangannya tanpa permisi.

Beberapa hari belakangan ketika Wira berniat menyibukkan diri di ruangan miliknya, gadis ini selalu saja mengganggu saat hampir semua karyawan kafe telah pulang.

"Kamu tau pasti apa yang aku mau, Mas." Tanpa perlu meminta persetujuan, Fira mendudukkan diri tepat di depan Wira.

"Jangan buang waktu untuk hal yang tidak penting. Cari laki-laki lain yang bisa memenuhi keinginanmu, saya tidak berminat menjadi tunanganmu apalagi hanya untuk menyelamatkan bisnis ayahmu yang hampir bangkrut itu." Wira dengan segera menutup laporan cafe, pekerjaannya telah ia selesaikan lebih cepat karena tahu jika gadis ini tak akan membiarkannya tenang dengan semakin terang-terangan mendekatinya.

Bukan Wira tidak tahu perasaan Fira terhadapnya selama ini, namun ia tidak ingin memberikan harapan pada orang yang memang sama sekali tidak ia inginkan meski itu hanya sekedar sebagai wujud rasa kasihan. Alih-alih mundur dengan penolakan yang selama ini ia tunjukkan, namun ternyata Fira pantang menyerah bahkan setelah Wira membawa Ara dan membuatnya melihat ia hal yang mungkin saja melukainya.

"Mas! Terserah apa pendapat kamu, tapi asal kamu tahu, mama papa kamu sudah kasih restu buat aku nikah sama kamu. Aku bisa lakuin apapun kalo memang itu perlu asal bisa buat kamu tetep sama aku." Fira bergegas menghadang langkah Wira yang lagi-lagi hendak meninggalkannya begitu saja.

"Murahan." Jawaban singkat namun penuh penekan Wira berikan seraya sedikit mendorong Fira ke samping agar tak menghalangi jalannya. Pria itu lagi-lagi meninggalkan Fira tanpa peduli bagaimana gadis itu kini tengah menahan rasa malu dan amarah yang bercampur setelah mendengar ucapan Wira tentangnya.

"Lihat saja apa yang bisa aku lakuin, Mas. Nanti kamu pasti menyesal atas ucapanmu tadi." Fira memasang senyum angkuh yang tak pernah sekalipun pernah ia tunjukkan pada siapapun, meninggalkan ruangan Wira dengan sebuah rencana.

Tak ada yang tahu jika di balik gadis yang selama ini terkesan baik dan ceria itu mempunyai sisi yang bisa menjadi cukup mengerikan jika ada hal yang dia anggap melukai harga dirinya saat menginginkan sesuatu.

***

"Ara?" Sebuah panggilan membuat gadis yang tengah berjongkok di sebelah motornya yang mogok seketika mendongak pada si empunya suara.

Dahi Ara mengernyit bingung kala mendapati sosok yang menjulang di sampingnya, dari sekian banyak tempat kenapa dia bisa kembali bertemu dengan pria ini.

Tak segera mendapat respon dari Ara membuat pria itu kembali bersuara, "Ngapain malem-malem begini sendirian di sini?"

Keadaan semakin sepi di saat malam semakin larut, membuat beberapa kendaraan melaju dengan kecepatan tinggi. Niatnya untuk pulang setelah berkumpul dengan teman lamanya tanpa sengaja malah membuatnya bertemu dengan gadis yang sudah lama tak ia lihat keberadaannya. Awalnya dia menepikan mobilnya saat melihat seorang gadis yang berjongkok di samping motor yang terparkir asal di pinggir jalan, dirinya pikir bisa saja gadis itu korban kejahatan atau butuh pertolongan, namun saat ia turun dari mobil dan mendekatinya, pria itu merasa mengenali seseorang dan tanpa pikir panjang bergegas menghampirinya. Ternyata apa yang ia lihat tidaklah salah, gadis itu benar Ara.

Sementara itu, Ara masih saja bergeming. Apakah ia harus meminta bantuan pada pria ini, atau ia akan tetap di sini entah sampai kapan karena mesin motornya sama sekali tidak mau menyala sementara dirinya sudah sangat lelah menuntun motornya dari parkiran kafe hingga di tempat ini untuk mencari bengkel namun tak ada satu pun bengkel ia temui.

...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top