Flashback

Vio menatap rumah berlantai dua di depannya. Rumah ini sangat berbeda dengan rumahnya. Rumah dengan potongan minimalis dan memiliki taman yang asri di halaman depan rumah. Terlihat hidup terbanting terbalik dengan rumahnya yang seperti rumah hantu.

Kalau kalian bertanya bagaimana Vio bisa sampai ke rumah tantenya. Itu karena Vio sempat kembali lagi ke rumah Aldo dan meminjam sedikit uangnya. Vio menolak keras saat Aldo menawarkan diri untuk mengantarnya. Dia hanya tak ingin ada orang lain yang terlalu ikut campur dalam masalah keluarganya.

Vio menekan bel sekali, tak lama seseorang keluar dari dalam. Tante Ria. Dia masih terlihat cantik, wajahnya hampir mirip dengan ibunya. Hanya saja Tante Ria lebih memiliki tubuh yang proporsional, wajar karena Tante Ria merupakan mantan model.

"Kamu..." Tante Ria mengingat-ingat. "Kamu Violin, kan?"

Vio mengangguk dengan semangat. Tante Ria langsung berlari menuju pagar rumahnya, membukanya lalu memeluk Vio erat.

"Astaga, Tante itu kangen banget sama kamu," kata Tante Ria sembari melepas pelukannya. "Kamu udah pulang dari Jerman? Gimana sama kuliah kamu, lancar, kan?"

"Jerman?" Vio mengerutkan dahinya bingung.

"Kata ayah kamu, kamu ke Jerman untuk kuliah."

"Ayah?"

Tante Ria tersenyum. "Aduh... Pasti kamu cape banget ya, ayo deh masuk dulu." Tante Ria membawa Vio masuk ke dalam. Kemudian menitahnya duduk di sofa ruang utama.

"Jadi gimana? Enak kuliah di sana?" Vio hanya menatap Tante Ria dengan tatapan bingung.

Apa Tante gak tau dengan apa yang Ayah lakukan denganku? Ayah pasti menutupi kesalahannya dengan bilang aku kuliah di Jerman.

Vio menghela nafas sebelum dia membuka suara. "Tante, apa yang Ayah bilang itu semuanya bohong."

Seketika senyum Tante Ria hilang, dia menatap Vio bingung. "Maksudnya?"

"Tante, Ayah bohong sama Tante. Sebenarnya selama ini Vio ada di rumah tua itu."

"Rumah tua?"

"Iya, Tante. Di sana Vio di kurung sama Ayah, Ayah selalu bersikap kasar sama Vio, kadang Ayah suka siksa Vio, Tante. Ayah selalu bilang kalau Vio-lah yang buat rumah tangganya dan ibu hancur."

"Vio, maksud kamu itu apa? Tante gak ngerti. Gak mungkin Ayah kamu bersikap begitu. Ayah kamu itu orang yang baik."

"Enggak, Tante, itu bohong selama ini Ayah hanya memasang wajah lugu dan baik agar bisa menutupi semua kejahatannya. Vio yakin, Tan, Ibu meninggal karena Ayah. Karena malam itu..."

Vio mengingat kembali kejadian malam itu, di mana dia melihat kekejaman ayahnya terhadap Mia, ibunya.

Vio yang masih berusia 10 tahun saat itu hanya bisa menatap dari kejauhan bagaimana ayahnya menyiksa ibunya.

Peter menampar Mia berkali-kali sampai sudut bibir Mia sobek.

"Kamu selingkuh dengan guru biola itu, kan?"

"Tidak, Peter. Itu tidak benar, aku tida selingkuh dengan siapa pun. Pak Putra hanya mengajar Violin bermain biola saja. Tidak lebih dari itu."

"Jangan bohong, aku melihat kalian berdua bersama tadi!"

"Kamu salah, Peter. Pak Putra hanya guru musik Violin. Tidak lebih dari itu." Mia terisak.

"Jangan bohong!" pekik Peter. Tangannya kembali menampar Mia. Mia sudah terkulai lemah karena perlakuan kasar Peter.

"Dasar wanita murahan! Tidak cukup dengan satu pria."

"Ya Tuhan, Peter. Hentikan! Kamu sangat menyakiti hatiku!" seru Mia.

"Persetan dengan hatimu. Aku yang jauh lebih sakit karena di khianati denganmu."

Kali ini mia mencoba untuk berdiri dengan berpegangan dengan meja yang berada di dekatnya.

"Meskipun aku benar selingkuh, itu pun karena salahmu, Peter. Kamu terlalu posesif, terlalu mengekang, kamu selalu cemburu buta tanpa alasan, kamu tempramen, Aku sudah tidak kuat lagi hidup denganmu." Mia menghela nafas dalam-dalam. "Aku ingin bercerai denganmu. Biar Vio aku yang bawa," kata Mia.

Peter yang sudah terselimut emosi membalik tubuhnya menghadap Mia. Tatapannya sangat tajam. Wajahnya memerah karena amarah. Tangannya terkepal kuat.

"Kamu ingin cerai?"

"Ya, aku ingin bercerai. Cerai dengan pria yang memiliki dua kepribadian sepertimu!"

Bugh!

Peter memukul Mia keras, sampai Mia terdorong dan kepalanya membentur sudut meja keras. Mia yang terkulai lemah masih saja dapat tendangan keras dari Peter secara membabi buta.

Pada akhirnya Peter menghentikan tendangannya saat tersadar Mia memejamkan matanya. Nafas Peter memburu. Dia berlutut di samping Mia.

"Mia," panggilnya lirih sembari menggoyangkan tangannya.

"Mia, bangun." Peter mencoba untuk membangunkan Mia. Tapi Mia masih bergeming, dia seperti terlelap dalam tidur tenangnya.

"Mia!" Peter mulai takut, dia memeriksa denyut jantung Mia. Tapi Peter tidak dapat mendengar apa pun.

Kembali dia memeriksa nafas Mia, tak ada hembusan nafas di sana. Peter mulai panik. Dia memeluk Mia erat. Emosi yang berapi-api kini terganti dengan penyesalan.

"Mia!!" teriak Peter dengan air mata yang mengalir dari pelupuk matanya.

Vio kecil melangkah mendekati Peter dengan tubuh yang bergetar.

"A-ayah, I-ibu kenapa?" tanya Vio. Peter menoleh pada Violin. Lalu tersenyum lembut.

"Sstt... Ibu lagi tidur, Vio jangan berisik , ya? Ayah mau pindahkan Ibu ke kamar dulu."

"Tapi, kenapa Ibu berdarah?" Pertanyaan Vio membuat Peter melotot pada Vio, sehingga Vio tidak berani untuk bertanya lagi.

"Masuk ke kamarmu. Ayah akan membawa Ibu ke kamar," kata Peter lalu menggendong Mia dan membawanya pergi dari hadapan Vio.

Vio hanya menatap kepergian Ayah dan Ibunya.

Dan sampai saat ini, Vio tidak lagi bertemu dengan ibunya.

"Vio pernah bertanya sama Ayah tentang keberadaan Ibu, tapi kata Ayah, Ibu pergi dengan pria lain. Tapi sekarang, Vio sadar ternyata Ayahlah yang membunuh Ibu."

Tante Ria menatap Vio lekat, mencari-cari kebenaran dengan ucapan ponakannya ini. Setelahnya Tante Ria tergelak.

"Vio, dengarkan Tante. Ibu kamu memang pergi dengan pria lain, pria yang merupakan guru les biola kamu dulu. Dan Ayah kamulah yang selama ini mengurus kamu sampai sekarang. Seharusnya kamu berterima kasih dengan Ayah kamu, bukan menjelek-jelekkannya. Tante tau bagaimana Ayah kamu."

"Jadi Tante percaya dengan kebohongan Ayah?"

"Ayahmu jujur, Vio. Seharusnya kamu membenci ibumu yang hilang tanpa kabar setelah pergi bersama pria itu."

"Bagaimana bisa Tante percaya Pak Putra yang membawa Ibu pergi?"

"Karena nyatanya setelah Ibu kamu hilang, dia juga menghilang."

"Tapi, Tante, Tante itu adik Ibu, seharusnya Tante percaya dengan Ibu, kakak Tante sendiri."

"Justru karena Tante adik ibu kamu, Tante tau sifatnya seperti apa. Dia itu tidak cukup dengan satu pria, cukup kamu tau, Vio. Dulu Ayah kamu adalah pria yang Tante sukai, tapi nyatanya Ayah kamu lebih memilih Mia di banding Tante."

"Jadi itu alasannya Tante tidak mendukung Ibu?"

"Cukup, Vio. Jangan bicara macam-macam lagi, Tante akan membuatkan kamu minum. Tunggu di sini, ya." Tante Ria berlalu pergi ke dalam meninggalkan Vio yang masih terdiam memikirkan kebenarannya.

***

*Bersambung*







Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top