3. Perkelahian
Aldo baru saja bangun dari tidurnya 2 menit yang lalu, tapi langsung mendengar kabar tentang perkelahian antara Tomi dan geng Black Date.
Aldo melihat jam weker yang tergeletak di nakas. Sudah jam 10 malam. Aldo berdecak lagi saat panggilan masuk dari Genta.
Dengan malas, Aldo mengangkat panggilan itu. "Apa?"
(Tomi di keroyok, Al.)
"Kok, bisa. Lo pada ke mana?"
(Gue nyerah, mereka banyak banget, akhirnya gue kabur. Gue gak tau nasib Tomi sekarang gimana. Gue mohon sama Lo, bantu dia.)
Aldo menantikan panggilan sepihak. Bagaimana bisa teman-temannya meninggalkan Tomi seorang diri.
Aldo langsung mengambil kunci motor dan jaketnya. Walau pun hasilnya mereka akan kalah, setidaknya dia harus menolong Tomi.
***
Aldo menghentikan langkahnya. Perkelahian itu masih terjadi, belum ada warga yang memisahkan. Tomi berlari mencoba untuk menghindar, tapi seseorang sudah mencegahnya dengan cara menendang Tomi dari belakang. Tomi tersungkur. Aldo yang melihat itu, tentu saja tidak terima.
Tanpa berpikir panjang, Aldo menendang orang yang sudah menendang Tomi. Aldo menolong Tomi yang tersenyum. Jangan di tanya bagaimana wajahnya saat ini. Tomi seperti sepatu bekas dengan segala kerusakannya.
"Biar gue yang urus," kata Aldo.
"Jangan, Al. Mereka terlalu kuat."
"Lah, paling juga bonyok kayak Lo."
Daniel, yang merupakan ketua geng dari Black Date melangkah ke depan menunjukkan diri pada Aldo
"Berani juga Lo datang ke sini," kata Daniel menyeringai.
"Lo punya masalah apa sama dia?"
"Gue? Gue udah rebut pacarnya, dan Lo tau gak? Gue udah tidur sama ceweknya. Karena udah jebol, ya udahlah gue lepas." Daniel bicara dengan entengnya.
Sedangkan Tomi menggeram marah, tangannya terkepal kuat.
Aldo tersenyum sinis. "Lo nampung sampah?"
Ucapan Aldo ternyata mampu membuat Daniel marah.
"Oh, maklum, Lo kan tong sampah."
"Anji*g!"
Daniel melangkah cepat lalu merebut tongkat baseball dari tangan salah satu temannya. Dia hendak memukul Aldo.
Dengan santainya Aldo tersenyum pada Daniel, senyum yang sangat menyebalkan bagi Daniel. Senyum yang meremehkan dan merendahkan.
Mata Aldo memperhatikan gerak gerik Daniel.
"Hiiat!"
Bugh!
Baru saja Daniel mau melayangkan pukulannya. Tapi Aldo sudah lebih dulu memukulnya dan itu mampu membuatnya terkapar di tanah.
Semua orang tercengang, Aldo terkekeh lebar. "Urus bos Lo," ujarnya lalu kembali pada Tomi yang masih bergeming di tempatnya.
"Lo-"
"Udah, jangan banyak bacot dulu, abis ini Lo harus kasih motor klasik Lo ke gue." Aldo memapah Tomi dan membawanya ke klinik terdekat.
***
Keesokan harinya.
Universitas Bima
Entah yang ke berapa kalinya, Aldo mendengar pujian dari para teman-temannya. Entah siapa yang sudah menyebarkan berita itu. Yang jelas, Aldo merasa bangga pada dirinya sendiri.
"Hebat Lo, Al. Gue baru tau Lo jago mukul," puji Genta.
"Muka Lo masih mulus. Gak ada yang lecet gue rasa."
"Pake foundation dong gue."
"Gila, niat banget Lo umpetin luka Lo." Genta tersenyum lebar.
"Takut yayang Dara marah." Aldo menjulurkan lidahnya seakan ingin muntah.
Tomi datang dengan tangan yang di perban. Wajahnya lebih berseri hari ini.
"Udah masuk Lo?" tanya Aldo.
"Yoi, thanks ya."
"Ini terlahir, ya, Bro. Gue gak mau ikut campur lagi kalau sampai kalian punya masalah sama orang lain."
"Iye..," seru Genta dan Tomi bersama.
***
Waktu menunjukkan pukul 1 malam. Setelah berkumpul di rumah Tomi. Dia pun memutuskan untuk pulang.
Jarak rumah Tomi dan rumahnya cukup jauh. Butuh waktu setengah jam untuk sampai di rumahnya.
Perjalanan sebelumnya lancar. Sebelum akhirnya motor Aldo magok tepat di dekat rumah tua milik gadis biola itu.
Sungguh, Aldo merutuki dirinya sendiri. Dia merasa takut sekarang. Motornya tiba-tiba saja mati. Pasalnya motornya baru saja di perbaiki dari bengkel. Jadi tidak mungkin ada kerusakan lagi.
Aldo merapalkan doa-doa di dalam hatinya. Dia berharap agar Aldo tidak melihat makhluk smooth dan sejenisnya.
Tapi sepertinya creature smooth atau ghost lagi ingin bermain. Atau memang ini jadwal bermainnya. Karena tiba-tiba saja. Gerbang besar itu terbuka.
Sungguh, Aldo ingin sekali menangis saat itu juga. Dia mulai cemas.
"Kalau itu setan keluar, gue bakal pura-pura pingsan atau pura-pura buta merem," gumamnya.
Tiba-tiba saja, seorang gadis bergaun putih keluar dari sana, tidak lupa di tangannya ada sebuah biola. Gadis itu berlari, sesekali menoleh ke belakang. Seperti sedang di kejar seseorang.
Aldo mengerutkan dahinya. Gadis itu menoleh pada Aldo. Lalu menghampiri Aldo yang masih ketakutan sekaligus penasaran.
"Tolong... Tolong, bawa aku pergi dari sini."
Aldo terperangah. Dia tidak percaya, hantu itu bicara dengannya.
Gadis itu menyentuh tangan Aldo yang bergetar ketakutan.
"Aku mohon," lirihnya.
"Lo, ha-harus te-terima, kalau Lo udah me-meninggal," kata Aldo terbata-bata.
"Belum, aku belum meninggal. Aku mohon, aku mohon bawa aku pergi dari sini. Ayahku mau membunuhku."
"Violin!" Itu suara Peter, ayah Violin.
"Aku mohon..." Aldo bisa melihat gadis itu hampir menangis. Dia juga terlihat sudah putus asa.
"Violin, di mana kamu?!"
"Ya Tuhan."
Violin ingin pergi meninggalkan Aldo yang masih terpaku. Namun tangannya di cekal kuat oleh Aldo.
"Naik!" perintahnya.
Gadis itu langsung naik. "Tapi motor gue mogok," kata Aldo.
"Ayo, coba lagi hidupkan."
"Violin! Mau ke mana kamu."
"Ayah."
Aldo melihat siapa pria yang sangat di takuti gadis itu, dia pria tua yang pernah bicara pada Aldo saat pagi itu.
Peter melangkah lebar ke arah Aldo dan Violin. Aldo mencoba menghidupkan motornya. Tapi sangat sulit.
Sampai akhirnya Violin berteriak, karena Peter sudah menarik rambutnya sampai Violin terjatuh.
"Berani kabur kamu?!"
Aldo langsung turun dari motornya, berniat membantu Violin. Tapi Peter sudah lebih dulu mengacungkan pistol ke arahnya.
"Kalau kamu berani menolongnya, ini akan menjadi hari terakhir kamu melihat dunia." Aldo tidak bisa berbuat banyak. Dia berharap ada orang yang lewat dan mampu membantunya.
Namun, sayangnya ini sudah sangat malam. Semua orang pasti sudah pindah ke pulau mimpinya.
Aldo dapat melihat wajah gadis itu, wajah yang penuh ketakutan, kesedihan dan amarah. Tangannya terulur, seakan memohon bantuan pada Aldo. Tapi sungguh Aldo tidak bisa berbuat apa pun.
Sampai akhirnya Peter kembali masuk ke rumah tua itu bersama Violin yang menangis.
Aldo menatap kepergian mereka. Kini ada rasa penyesalan yang menumpuk di hatinya. Mungkinkah ini menjadi pertemuan terakhirnya dengan gadis itu? Apa pria itu akan membunuh gadis misterius itu?
Banyak pertanyaan di dalam benak Aldo. Dan seketika Aldo memiliki niat untuk menolong dan mengeluarkan gadis itu dari jerat siksaan ayahnya.
"Sabar, Gadis Biola. Gue bakal balik lagi ke sini. Sekarang gue belum bisa bantu Lo, tapi gue janji akan buat Lo keluar dari sana."
***
*Bersambung*
Jangan tanya kenapa aku sering banget up cerita ini.
Itu karena ideku lagi ada di cerita ini.
Jangan lupa vote dan komen ya 😁
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top