Tiga Bulan lalu
Karya: Moh. Zufan Ar-Royhan
***
Zulfan, pelajar mana yang tak mengenalnya, anak SMA yang dibayar untuk mempertaruhkan nyawanya di garis depan saat tawuran dimulai. Tak hanya itu, dia juga menjadi buruan polisi dari peristiwa 3 bulan lalu. Sekarang dia telah hilang entah kemana, ya....Kakakku memang begitu.
3 bulan sudah semenjak kakakku menghilang. Ayahku tak berbicara apapun sembari terbaring lumpuh akibat dikeroyok oleh depkolektor tahun lalu. Andai saja ibuku masih hidup, mungkin semuanya akan baik-baik saja.
1 tahun yang lalu.......
Ibuku mengajar di sekolah swasta dengan gaji yang tak menentu. Ia sebenarnya adalah orang yang penyayang, walaupun setiap ada masalah ibukulah yang paling keras saat memarahi kami. Sedangkan ayahku adalah orang pekerja keras , dulunya ayahku mempunyai saham terbesar di perusahaan. Tapi, tak lama kemudian mengalami kebangkrutan yang membuat ayahku tak lagi bekerja sekarang ini.Aku berumur 9 tahun kelas 5 SD. Aku aktif dalam ekstrakulikuler Taekwondo. Lain dengan kakakku yang baru SMA , Ia lebih mahir dariku, bahkan menjadi juara Nasional tahun ini.
Karena tak lagi bekerja, ayahku selalu memasak tiap malam untuk makan malam kita. Aku dan kak Zul selalu menunggu ibu pulang kerja di teras rumah, suara kendaraan tanda ibuku telah sampai di rumah. Tidak untuk malam itu, ibu belum juga sampai di rumah. Beberapa kali ayahku menelepon ibuku tetapi tak ada jawaban. Kudengar suara mobil dari luar, aku berlari kegirangan untuk menyambut ibuku. Kakakku berteriak tak karuan, orang-orang memegang ayahku yang ngamuk tak terima, "Ibu!Ibu!Ayo makan, aku sudah lapar!". Teriakku dengan senang. Seseorang diangkut keluar dari mobil. Aku melihat ibuku berlumuran darah, luka dimana-mana, dan tertutup kain panjang. Aku baru sadar itu bukan mobil ibu melainkan mobil ambulan. Aku lemas,lesuh,lapar,tak percaya, aku tersungkur ketanah, tak dengar apapun, pandanganku menggelap dan tak ingat apalagi.
Setelah kematian ibuku, ayahku mulai mencari pekerjaan untuk untuk menggantikan posisi ibu sebelumnya. Aku sering kali meminta uang SPP yang harus aku bayar bulan ini, tetapi ayahku belum juga mendapat pekerjaan. Malam ini ayahku membawa banyak uang. Ayah memberiku uang lebih untuk kubagi pada kak Zul, tapi aku tak melihatnya hari ini. Kakak pulang sangat malam hari ini, ayah yang sudah ada di depan pintu langsung menampar keras kak Zul. "Splasshhhh", suara tamparan terdengar sampai arah kamarku. "Mentang-mentang ibumu udah gak ada, keluruyan malam sembarangan. Ngapain malam-malam?". Teriak ayah. "Maafkan aku, yah", hanya itu yang kudengar berkali-kali dari suara kakak, aku tak ingat teriakan ayah yang lainnya, mungkin aku telah tertidur setelahnya.
Keesokan harinya, sepulang sekolah bersama kak Zul, di jalan kami melihat ayah berada dirumah besar dan mewah. "Tolong, kali ini saja, aku akan mengebalikannya dalam 1 bulan ini.", mohon ayah kepada pemilik rumah itu. Langsung saja kak Zul menarikku npergi, seolah kakakku tak ingin aku mendegar percakapan itu.
Malam ini adalah makan malam pertama tanpa ibu, ayah tetap memasak untuk kami, kak Zul mendekati ayah dan berkata "Malam ini kakak ada kelompok yah, jadi...". "Sudah cukup, ayah tak ingin seperti malam itu lagi", bantah ayah. Kak Zul mengangguk pasrah dan kamipun makan malam seperti biasa.
Dini hari, aku terbangun ingin ke kamar mandi. Saat akan melewati dapur, dari ruang tamu kulihat kakakku sedang mengambil beberapa pisau di dapur. Tak hanya itu, celurit milik almarhum kakek pun dimasukkan kedalam tas yang dibawa kakak, lalu kabur melewati jendela belakang. Ku lihat beberapa orang di depan teras rumah menjemput kakak dengan motornya.
Keesokan harinya, ayah keluar pagi entah kemana. Aku pergi ke kamar kakak untuk mengajak sarapan bersama. Kulihat kak Zul sedang pulas tertidur sambil memegangi perutnya, sejumlah uang bertebaran di kasur, pisau-pisau tadi malam yang bersih berubah menjadi merah darah. Aku keluar karena tak peduli.
Jam menunjukkan 16.10, kakak sedang berbicara dengan seseorang yang baru saja mengetok pintu, dan memberi selembar kertas pernyataan tentang ayah yang hari ini berada di rumah sakit karena dikeroyok sekumpulan orang yang menyebabkan lumpuh dibagian kaki. Kami bergegas ke rumah sakit, sesampainya disana menjelaskan, "Nak kaburlah kamu ke kota lain, sesungguhnya ayah telah meminjam uang dan tak bisa mengembalikannya. Kalian akan terkena akibatnya nanti. Pergilah tanpa ayah". "Tapi, tanpa biaya rumah sakit ayah akan lumpuh se lamanya", teriak kakak. "Sudah pergilah, jangan khawatir kan ayah, ini semua salah ayah, PERGILAH!!". Bantah ayah. Aku dan kak Zul langsung bergegas ke rumah mengambil barang untuk kabur besok pagi.
Malam harinya, kakak ditelfon oleh teman sekolahnya, aku yang penasaran menguping pembicaraan mereka. Ya... bakal ada penyerangan besok pagi, sepertinya mereka ingin kakakku bergabung dalam pernyerangan itu. Bayaran yang ditawarkan pun tidak main-main. Tapi setidaknya dalam penyerangan itu kakakku membunuh setidaknya 2 orang. Kali ini aku ketahuan, tetapi kakak menenangkanku "Kita akan tetap berangkat besok, jangan khawatr".
Keesokannya, kami sudah berada di seberang jalan di sebelah utara SMA yang kemarin dibicarakan kakakku. Kakak mengelus kepalaku sambil berkata "Jadilah sukses, jangan kecewakan kakak". Aku hanya memandangi teman-teman kakak yang sibuk mengumpulkan uang. "Ini, gunakan uang ini untuk pengobatan ayah, sisanya bisa digunakan untuk membayar utang ayah". Ucap kakak seraya memberikan uang kepadaku. Taksi pun tiba, aku masuk kedalam, kakak mulai menutup pintu seraya tersenyum padaku.
Ku sampai ke rumah sakit, berlari memasuki kamar ayah untuk kuberikan uang ini pada ayah. Ku lihat ayah sudah duduk di korsi roda. Ya, itu semua telah terlambat. Kami berjalan menuju gerbang, dengan bantuan dorongan suster. Sekitar 2 ambulan datang kemudian, ku lihat 6 orang korban digotong keluar. 4 siswa dengan luka di sekujur tubuh, dan 2 lainnya merupakan gurunya. Ini akibat penyerangan sekolah tadi pagi, 30 siswa ditangkap kepolisian, sedangkan 3 yang lainnya hilang entah kemana. Dari hasil penyelidikan, pelaku dari pembunuhan 6 orang itu hanya seorang, ya.. Zulfan Ar Rayhan, kakakku yang melakukannya.
Itulah kejadian 3 bulan lalu. Kejadian yang membuat ayah tertampar kesedihan. Ku ajak ayah ke kekuburan ibu, ku dorong kursi roda ayah sambil ku kantongi sepelastik kembang untukku taburkan ke atas kuburan ibu. Sungguh aku tak percaya apa yang aku lihat, Seseorang menyandar di kuburan ibu, dengan tancapan pisau di lehernya. Lalu ku berteriak kencang "KAKAAAK!!!!"
****
Cerita yang keren abang..
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top