Penggemar Rahasia

Karya: Nur Qomariyatul Muharromah

***

Sudah berhari-hari aku tidak makan. Lapar, lapar, dan lapar. Yang ada dipikiranku hanyalah makanan. Tidak ada seorangpun yang mau memberiku makanan atau uang untuk dibelikan makanan.

Aku sendiri, tidak ada seorangpun disini. Di tempat biasanya aku meminta. Melakukan banyak aktivitas di tempat ini. Dari pagi sampai malam, aku tetap di tempat ini, tidak beranjak sedikitpun dari dudukku. Dengan tangan dan kepala yang menengadah keatas, melihat banyak orang yang berlalu lalang di depanku dengan senyuman. Tanpa berkata apapun, mereka memberiku recehan dan terkadang juga lembaran.

Menyenangkan sekali bagiku. Setiap hari, dikumpulkan recehan-recehan itu di bawah kardus tempat tidurku hingga aku tidur dengan tidak nyaman.

Tapi hari ini, sore ini tepatnya, tidak ada recehan didepanku. Orang-orang yang biasanya berlalu lalang kini sepi. Hanya segelintir orang yang lewat tanpa melihatku. Bersih, kosong. Itulah gambaran didepanku kini, kemana orang-orang?.

Berhari-hari berlalu, masih sama seperti kemarin. Tidak ada orang, tidak ada recehan. Dari kejauhan aku melihat seorang bapak tua yang menghampiriku. Memberiku sebuah tas besar. Seperti tas sekolah, pikirku. Lalu dia pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah katapun. Aku memandangi tas tersebut, kenapa bapak tua itu memberiku tas ini? Ada apa didalamnya?

Aku membukanya, berisi penuh uang yang masih disegel. Uang?

Penuh. Penuh dengan uang. Apa maksudnya?. Ada yang menarik perhatianku, dua lembar kertas. Satu besar dan satu kecil. Aku mengambil yang besar, ada sebuah gambar. Aku? Wajahku terpampang disana. Gambar itu dilukis tangan oleh orang yang ahli, bagus, pikirku.

Lalu aku mengambil kertas yang kecil, terdapat tulisan yang ditulis tangan, sangat rapi.

Ini adalah hadiah untukmu, terimalah. Suatu hari, aku akan memberikanmu lebih.

Dari penggemar rahasiamu.

Hadiah? Uang?Aku masih tidak mengerti. Apakah bapak tua itu penggemar rahasiaku? Entahlah.

Keesokannya, aku menerima lagi selembar kertas dengan gambar diriku, seperti aku sedang dilukis dari kejauhan. Kali ini, pemberinya seorang ibu dengan anaknya digendongannya.

Setelah pemberian kedua tersebut, setiap harinya, diwaktu yang sama, aku selalu mendapat sebuah gambar dengan pemberi yang berbeda. Aku jadi penasaran, siapa yang setiap harinya menggambar diriku, apakah seorang penguntit, tetapi yang pasti orang itu adalah seseorang yang ahli dalam menggambar. Dari semua gambar tersebut, di pojok kanan atas selalu dicantumkan huruf G.

G? Apakah itu nama si penggemar rahasiaku?Apapun itu, jauh didalam hatiku aku merasa senang. Ada juga yang menjadi penggemarku. Kupikir, aku hidup sendirian selama ini, tapi orang misterius itu menyadarkanku bahwa ada juga orang yang peduli terhadapku. Memperhatikanku meskipun dari jauh.

Sudah sebulan aku menerima gambar-gambar dengan huruf G tercantumdidalamnya. Sudah sebulan juga aku tidak menerima recehan lagi. Orang-orang yang lewat sudah tidak mempedulikanku. Tas yang berisi penuh uang berwarna merah itu juga tidak aku apa-apakan. Karena aku bertekad mencari tau siapa pengirim uang itu. Mungkin aku harus mencari bapak tua itu.

Tapi bagaimana bisa, aku disini hanya duduk atau tidur tanpa berdiri atau berjalan sedetikpun. Aku tidak bisa meninggalkan tempat ini, entahlah, aku tidak tau kenapa, aku tidak punya kekuatan untuk berdiri sekalipun. Seolah-olah ada yang menarikku untuk duduk kembali saat aku mulai beranjak dari dudukku. Lalu bagaimana aku akan mencari bapak tua itu jika untuk berdiri saja aku tidak bisa?

Sampai suatu hari, ada seorang anak kecil yang berlari kearahku. Cantik, anak kecil itu sangat manis. Dia berlari kearahku sambil berteriak, "Mamaaa...."

Aku termenung, Mama? Anak kecil itu memanggilku Mama?

'Pagi hari, aku sudah sibuk bekerja di dapur, membuatkan masakan yang enak. Tentu saja untuk suami dan anakku tercinta. Mereka mulai memakan masakan buatanku, dan tentunya mereka menyukainya. Setiap hari, sangat bahagia hatiku melihat senyuman terpatri di bibir mereka berdua. Seolah duniaku adalah mereka berdua. Aku berdo'a setiap saat, agar aku dapat melihat senyuman mereka untuk selamanya. Selama sisa hidupku.

Selesai makan, mereka berpamitan padaku. Suamiku akan berangkat bekerja, anakku akan berangkat ke sekolah. Untuk hari ini saja, aku ingin sekali mengantarkan mereka berdua ke kantor dan kesekolah. Aku meminta izin suamiku, agar aku ikut bersama mereka. Untunglah dia memberi izin. Aku sangat bahagia, untuk pertama kalinya aku bisa sebahagia ini.

Mobil mulai berjalan keluar dari pagar rumah, dengan sopirku yang menyetir. Disampingku, anakku mulai cerewet menceritakan kisah-kisahnya disekolah, terkadang suamiku menyahutinya. Aku hanya diam melihat mereka sambil tersenyum. Jadi seperti ini setiap paginya anakku dan suamiku jika akan melakukan aktivitasnya masing-masing. Aku senang bukan main, melihat keharmonisan mereka berdua.

Tiba-tiba, ada yang menghantamku dari arah samping.

Gelap. Sepi. Sunyi.

Kepalaku terasa berat, telingaku berdengung nyaring.

Dimana ini? Kenapa semuanya gelap? Dimana suamiku? Anakku?

Aku ingin melihat mereka. Tapi aku tidak bisa menggerakkan tubuhku.

Ada apa ini?

Lalu semuanyasunyi.'

Aku mulai membuka mataku, dimana ini? Ruang apa ini?

Bau obat-obatan menusuk hidungku. Rumah sakit? Kenapa aku ada di rumah sakit?

Aku melihat seorang dokter mendatangiku.Dia menanyakan keadaanku. Aku hanya diam, aku masih tidak mengerti dengan situasi ini. Seingatku, aku masih ditempat itu, duduk di sana sambil memandang orang-orang yang berlalu lalang.Lalu kenapa aku ada di rumah sakit ini?

Aku ingin menanyakannya pada dokter itu, yang masih berdiri di hadapanku.Tapi mulutku terasa kelu, untuk menggerakkannya juga tidak bisa.Kenapa ini?

Dokter tersebut hanya tersenyum, tidak mengatakan apapun.Cukup lama dia memandangiku, lalu tiba-tiba seseorang masuk.Seorang anak kecil.

Haahh, anak kecil itu!!

Aku ingat! Terakhir kali aku melihatnya berlari ke arahku memanggilku Mama.

Dia mendatangiku, memegang erat tanganku, lalu menangis di depanku.

"Mamaa...aku kangen sama Mama..."

Tangisannya semakin menjadi.

Dia anakku?Aku tidak mengingatnya.

Aku ingin kembali ke tempat itu, tempat biasanya aku duduk sepanjang hari. Aku sungguh tidak mengerti dengan situasi ini.

Aku melihat anak kecil itu, masih terus menangis sambil memegang tanganku. Lalu tiba-tiba penglihatanku kabur.Perlahan-lahan mulai gelap, gelap, dan semakin gelap.Hitam, tapi aku masih sadar.Yang ada hanya hitam pekat. Dan tak tahu lagi.

Samar-samar aku mendengar perkataan seseorang di depanku.

'Tidak apa-apa, nanti dia akan sadar dengan sendirinya'

Aku masih  belum bisa membuka mataku.

'Kalaudiasudahsadarnanti, cobaceritakansemuanya'

Aku  sudah mulai bisa menggerakkan mataku, mulai terang. Di depan ku ada dua orang dokter yang memandangiku.  Salah satu dari mereka pergi begitu saja ke luar ruangan.

Masih di rumah sakit. Apakah ini nyata? Dokter yang tadi bersama anak kecil itu mendekat, menanyaiku, "Sudah sadar?". Aku hanya mengangguk.

"Tidak apa-apa, tenang saja. Nanti ku ceritakan semuanya".

Bicaranya tidak formal padaku. Dia mengenalku?

"Kamu pingsan saat duduk di tempat itu. Kamu bernapas tidak beraturan, jadi aku membawamu ke mari".

Bagaimana dia tahu? Apakah dia yang membawaku ke rumah sakit ini?

"Kamu mungkin tidak akan ingat. Tapi tak apa, akan kuceritakan semua kisah kita".

Kisah? Kisah kita?

"Akulah penggemar rahasiamu. Yang setiap hari mengirim gambar wajah cantikmu. Dan sekaligus suamimu".

Aku terkejut mendengarnya. Tentu saja. Penggemar rahasiaku? Ternyata dia?. Dia juga mengklaim dirinya itu suamiku. Tapi aku tidak ingat apapun tentang itu.

"Sudah kuduga reaksimu akan seperti itu. Kamu pasti tidak akan ingat. Setelah kejadian kecelakaan itu, aku dirawat di rumah sakit ini, bersamamu dan anak kita.Tapi, saat kutemui dirimu di sini, tidak ada. Aku bertanya pada dokter yang merawatmu, dia berkata bahwa kamu dipindahkan ke rumah sakit lain karena kondisimu yang lebih parah dan butuh dioperasi. Akupun pergi ke rumah sakit itu tapi  tidak menemuimu. Ternyata kamu di bawa orangtuaku ke rumah mereka. Aku mendatangimu, bermaksud untuk membawamu kembali, tapi yang terjadi, kedua orangtuaku mengatakan bahwa kamu sudah tiada. Tidak mungkin."

Dia berhenti sejenak, menghela napas, wajahnya terlihat pucat, dan melanjutkan perkataannya,

"Orang tuaku memang tidak menyukaimu, tapi bukan berarti mereka bisa berbuat hal yang tidak baik padamu.Kamu istriku, tanggung jawabku, dan sampai kapanpun akan selalu begitu. Aku tidak pernah percaya oleh perkataan orangtuaku. Kamu masih hidup. Lama, sangat lama. Aku menunggumu untuk datang padaku. Tapi, kamu tak kunjung datang. Anak kita, setiap hari menangis. Memikirkan kapan dirimu akan datang. Aku memutuskan untuk mencarimu, mencari keberadaanmu. Mencari ke seluruh tempat. Nihil, aku tidak bertemu denganmu.

Sampai suatu saat, aku melihatmu. Di tempat biasanya kamu duduk untuk meminta. Aku mendatangimu, melihat wajahmu dari dekat. Itu benar dirimu, tapi kamu tidak mengenaliku. Kamu hanya memandangku dengan senyuman sambil berterima kasih.Hatiku sangat sakit, ternyata kecelakaan itu membuatmu menjadi seperti itu. Aku memutuskan untuk tidak membawamu kembali padaku. Kuperhatikan kamu dari jauh, sampai bertahun-tahun lamanya.Tidak pernah bosan. Sampai akhirnya aku tidak kuat lagi melihatmu seperti itu setiap harinya, tidak ada perubahan.Aku memutuskan mengirim semua yang kugambar tentang dirimu bertahun-tahun ini. Menjadi penggemar rahasia mu bertahun-tahun ini.Dan sekarang aku bertekad membawamu kembali. Mengirim semua itu untuk menyadarkanmu".

Aku tak bisa berkata-kata. Tidak satupun dari kalimat panjang lebarnya yang dimengerti oleh otakku. Tapi tanpa sadaraku menangis. Air mataku terjun bebas melalui pipiku.

Semuanya begitu tiba-tiba untukku. Semuanya masih sangat semu. Aku tidak bisa berpikir panjang. Yang kulakukan hanyalah menghela napas panjang dan semuanya gelap.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top