Obsesi

Karya: Putri Vioreta

****

Kebohongan demi kebohongan selalu dituturkan dari mulut sekretaris pribadi ayah. "Kesabaranmu akan sebanding dengan apa yang kau dapatkan" Sepatah kata yang mama ucapkan sebelum pergi meninggalkan rumah. Kini setahun sudah setelah kepergian mama dari rumah, entahlah bagaimana kabar dan nasib mama di luar sana. Saat ini, hampir satu bulan sekretaris yang membuat mama pergi dari rumah telah resmi menjadi ibu tiriku.

Minggu yang cerah membuatku ingin melepas kepenatan dari belajar dan sekolah. "Ayah, aku ingin pergi untuk bermain sebentar" Ucapku lirih, sambil menundukkan kepala. "Mau kemana saja kamu?!" Bentak ibu tiriku dari dalam rumah. "Bisanya main terus, sudah SMP seharusnya kamu sudah bisa mencari uang sendiri" Bentak ibu tiriku sambil memukul kepalaku dihadapan ayah. "Kamu mau kerja dan tetap bermain atau mau masuk" Ucap ayah yang selalu membela ibu tiriku. Ayah tidak pernah membelaku, semua hasutan yang dilontarkan ibu tiriku seolah olah langsung meresap di pikiran ayah. Pukulan demi pukulan dari ibu bahkan saudara tiriku sudah menjadi hal yang biasa bagiku.

"tolong jaga ibu mu dirumah sakit untuk hari ini" kata kata bullshit yang dituturkan ayah. Sudah semingggu ibu tiriku dirawat di rumah sakit, dan semenjak saat itu pula aku merdeka. Kesehatan yang tiap hari semakin turun menjadi kabar bahagia unutukku. Detak jantung yang semakin lemah, kekuatan yang semakin hilang, hingga penglihatan yang sudah mulai rabun, pertanda pesta kebebasan segera dimulai. Garis lurus sudah terpampang dialat yang sangat aku suka, malam yang indah dan ini adalah waku yang tepat.

Matahari sudah mulai terbit dari ujung timur. Bendera kuning sudah terpasang di depan pagar rumahku. Tangisan dari saudara saudara tiriku mulai mengema ditelingaku. Topeng kembali kupakai, berpura pura sedih atas semua ini. Aku yang diluar tegas dan nakal, kembali menjadi Noval yang lemah dan penurut. Berjalan dari rumah ke TPU seolah olah sangat jauh, hanya 100 meter dari rumah, tapi aku sudah lelah mendengar tangisandari ayah dan saudara tiriku.

Sesampainya di kuburan tangisan yang semula mulai tenang kembali pecah seketika. Wanita dengan kerudung putih berdiri cukup jauh dari makam ibu tiriku. Berdiri tegak dibawah pohon beringin, sekitar 50 m dari tempat kuberdiri sekarang. Kulihat saudara tiriku yang seumuran dengan ku juga menatap sosok wanita misterius itu. Kini suasana kuburan tampak sepi, orang orang yang semula melayat sudah banyak yang pulang. Sang wanita misterius pun hilang dari pandanganku.

Semenjak kematian ibu tiriku sebulan yang lalu, sosok miserius itu tak lagi ku temui. Hampir setiap hari ku pergi berziarah ke makam ibu tiriku. Sudut pandang ayah yang semula selalu mengaggap semua yang kulakukan itu salah, kini perlahan luluh karena aku selalu berziarah ke makam ibu tiriku. Tujuanku pergi berziarah hanya satu, menemui wanita itu. Selalu kutemui saudara tiriku dibawah pohon beringin itu, entah apa yang dia cari. "apa yang kamulakukan disini?" tanyaku pada diayangsedangmamandangkeadaansekeliling. "apahakmubertanyahalitu" sikapnya yang tidakmaukalah, persissepertiperlakuanibunyaselamahidupdulu.

Bahagiaku sudah mereka ambil semua, tapi tidak dengan yang satu ini. Pisau yang tadi siang sudah ku asah, dengan cepat ku tusukkan ke perut saudara tiriku.Sepuluh tusukan sudah berbekas, kasur saudara tiriku sudah penuh dengan darah segar, nafas yang awalnya teratur perlahan hilang. Selamat tidur saudara tiriku, ucapku dalam hati.Malam ini adalah malam yang paling sempurna. Bulan purnama menemani tidur lelapnya saudara tiriku.

Tidak banyak yang tahu tentang kematian saudara tiriku, cepat cepat dimakamkan karena kondisinya yang sudah tidak layak. Niat ayah untuk membawanya kerumah sakit terurungkan, karena darah yang semulanya segar sudah mulai kering. Jam enam pagi, jenazah sudah tiba dipemakaman. Wanita dengan kerudung putih itu kembali terlihat. Tanpa pikir panjang, kuhampiri wanita tersebut, dan kuabaikan proses pemakaman saudara tiriku. Kerudung dan pakaian putih bersih membuat wajah wanita tersebut terlihat lebih bersinar. Kini dia benar benar ada didepanku, senyumannya manis mengiasi wajahnya yang indah. "hai, terima kasih telah menemuiku" ucap wanita itu.Dengan perasaan senang aku hanya membalasnya dengan senyuman tipis. "bahagiamu adalah nyawaku untuk ada disini" kalimat pendek yang diucapkan dari wanita cantik itu.

****

Ayooo yang lain nyusul...ibu tunggu...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top