Chapter 10 // Campus

Author's POV

Hari yang gelap telah membuat Anasya harus lebih berhati-hati, karena di sanalah para makhluk gaib mulai aktif, di tambah lagi cerita penampakan Maya tadi. 

***

"Ceritakan padaku."

Maya segera duduk, begitu pula dengan Anasya. Tanpa Maya sadari, ia langsung minum hingga gelas di tangannya habis. Anasya melongo, ini baru pertama kalinya seorang Maya kehausan seperti ini.

"Apakah kau baik-baik saja?" tanya Anasya.

"Iya, kenapa?"

"Kau baru menghabiskan satu gelas dalam satu tengokkan," jawab Anasya sambil menunjuk gelas yang berada di genggaman Maya.

Maya pun mengikuti arah jari telunjuk Anasya, "Hmm, mungkin aku sangat kehausan," ucap Maya sembari menaruh gelas itu di meja. 

Okay, batin Anasya. "Ceritakan kepadaku apa yang terjadi."

"Jadi begini, saat aku sedang ingin memoles make up di wajah, tiba-tiba di belakangku ada sosok hitam. Aku melihatnya dari pantulan kaca," jelas Maya.

"Apakah kau bisa mendeskripsikan figurnya?" tanya Anasya.

Maya lalu mengambil minuman Anasya dan meminumnya hingga habis. "Hm? Oh maaf," Maya menaruh gelas kosong Anasya di meja dan berhasil membuat Anasya curiga.

Maya kan tidak suka minuman cokelat, batin Anasya.

"Figurnya seperti bayang tak terbentuk, tapi nyata," ucap Maya.

Anasya yang tadinya memajukan tubuhnya langsung menariknya kembali.

"Aku haus, aku akan memesan lima minuman lagi," ucap Maya sembari berdiri dan pergi memesan minuman lagi.

Anasya menatap Maya bingung dan curiga. Ini bukan Maya yang Anasya kenal. Maya tidak suka minuman cokelat dengan karamel menjadi satu, Maya tidak pernah menghabiskan minumannya dalam satu tengokkan, dan Maya tidak pernah memesan banyak minuman dalam satu hari.

Apa yang terjadi padanya?

Anasya kemudian bangkit dari kursinya, tidak memedulikan barang-barang berharganya yang ia tinggalkan. Anasya bergegas masuk ke dalam toilet itu sebelum ada yang masuk. Begitu Anasya sudah berada di dalam, Anasya langsung mengunci pintunya.

"Tak pernah aku bayangkan akan kita bertemu lagi, Anasya," ucap seseorang dengan suara familier di telinganya.

Anasya terbeku, seakan waktu telah berhenti. Jika Anasya menatap jam dinding dan jam tangannya, ternyata waktu memang telah berhenti.

Perlahan-lahan Anasya memutar tubuhnya dan menatap sosok yang selama ini menghantui dirinya. Walaupun mereka berbeda dimensi.

"Stevan?"

Ya, orang itu adalah Stevan. Orang.., maksudku hantu yang pertama kali mengajak Anasya bicara di sekolahnya tiga tahun yang lalu.

"Kau cantik sekali," ucap Stevan sambil memberikan tatapan yang tak bisa dijelaskan pada Anasya. "Maaf ya aku harus membuat Maya gila, aku hanya ingin bertemu denganmu."

Anasya menaikkan salah satu alisnya, "Kau yang membuat Maya minum banyak? Apakah kau tidak tahu Maya bisa saja jadi gendut?"

"Menurut kau Maya tidak gemuk? Ayolah, Ana. Kau sendiri kan tahu apa yang terjadi pada Maya. Di kurang makan dan minum, aku hanya membantu sedikit," ujar Stevan.

Anasya memutar kedua bola matanya jengah.

"Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah kau sudah berdamai seperti yang lain?" tanya Anasya.

"Dan melihatmu di serang sampai masuk ke rumah sakit? Tentu saja tidak," ucap Stevan sambil menggenggam tangan Anasya.

Tunggu dulu, menggenggam tangan? Anasya terkejut begitu kedua tangannya sudah berada di pelukan tangan kedua Stevan.

"Terkejut?" tanya Stevan.

"Kau ternyata masih bisa membaca pikiranku ya?"

Stevan terkekeh. "Kita sedang berada di duniaku, Sayang. Kita bisa melakukan apa pun."

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Anasya tidak ingin basa-basi.

"Bukankah kau merindukanku?" jahil Stevan.

"Stev, serius?"

Stevan lalu menghembuskan nafas kasar dan mendatarkan bibirnya sebelum melepaskan tangan Anasya yang beralih duduk di wastafel, "Aku di sini hanya melindungimu, sama seperti kakek dan nenekmu. Tapi, aku seperti pengawal pribadimu. Aku akan selalu berada di dekatmu."

Anasya terharu, "Tapi Stevan, aku ingin kau damai."

"Tapi Anasya, aku ingin menjagamu," balas Stevan.

Kau manis, batin Anasya.

"Tidak semanis dirimu," jahil Stevan.

"Sejak kapan kau jadi gombal?"

"Sejak aku menulis buku rahasia tentang tipa-tipe pria idamanmu."

Anasya menatap tajam Stevan.

"Pokoknya, jangan biarkan Maya pergi dari pandanganmu. Tidak semenjak Maya melihat sosok hitam itu," ucap Stevan.

"Apa yang kau tahu tentang sosok hitam itu?"

"Sosok itu katanya penanda bahwa ia akan menjadi target selanjutnya. Aku bahkan tidak setuju jika kau kuliah di sini, Ana. Tapi, mau bagaimana lagi? Kau ditakdirkan di sini, sama seperti kau ditakdirkan untukku," ucap Stevan sambil membingkai wajah Anasya.

"Apa maksudmu dengan target?" tanya Anasya tidak mengerti.

"Ck, aku kira kau akan bertanya tentang 'kau ditakdirkan untukku'," keluh Stevan.

"Itu urusan nanti. Jawab pertanyaanku."

"Jangan sampai dia terlepas dari pandanganmu, aku akan mengurus yang lain sama seperti aku mengurus setan yang membuatmu cedera," ucap Stevan sambil berjalan menuju sebuah cahaya.

"Kau apa?!"

"He he he, kau selalu terlihat lucu jika marah."

Stevan lalu menghilang. Waktu yang tadi terbeku mulai berdetik kembali. Anasya memundurkan langkahnya dan segera pergi menemui Maya yang ternyata masih memesan minuman di kasir.

Semuanya sama seperti tadi, seakan ia baru masuk toilet itu. Dengan cepat, Anasya langsung menetralkan dirinya dan berjalan menuju mejanya.

Saat Anasya sudah berada di mejanya, ia menatap Maya dengan saksama. Ternyata Stevan benar tentang Maya. Tubuh Maya berubah menjadi kurus, pantas saja Stevan membuat Maya minum banyak. Tapi, bagaimana ia bisa melakukan itu?

---

Update setiap 10 hari sekarang.

Sampai jumpa tanggal 23.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top