Chap 3 : Clash of Two Mountains
🎶Playlist🎶
Dreamchather - Fly High
.
.
.
Hi...Aku balik dengan cerita ini 😂
.
.
Ada yang rindu? 😉
.
.
.
Vote x Komen jan lupa ya
😉😉😉
.
.
Mau kemarin ku up tapi nggak sanggup
Capek 😂😂😂
.
.
.
.
.
Happy Reading
📖📖📖
.
.
.
Daerah terdekat dengan pesisir pantai, sudah berdiri tenda-tenda para prajurit milik Draco dan Berilo. Mereka memang merencanakan untuk berjaga-jaga. Entah mengapa kedua pangeran sekaligus panglima hebat ini memiliki rencana semacam ini.
Apakah mereka menyadarinya? Jika rencana awal Reiga akan gagal?
"Dimana pangeran Cleon?" Draco bertanya sambil menyeruput sesloki arak.
"Ia pergi bersama Feivel. Aku sungguh ingin segera menemukan tempat itu, ini tidak bisa ditunda lagi. Kerajaanku sangat kritis saat ini," akui Berilo dan Draco pun mengangguk.
"Yang Mulia Berilo, pasukan Putra Mahkota Reiga dan milik kita terserang badai besar ditengah lautan," lapor seseorang yang membuat Berilo dan Draco segera berdiri.
"Aku akan melihatnya! Kau tetap disini, Arion dan yang lain akan datang sebentar lagi," ucap Berilo dan Draco pun mengangguk.
Draco pun berjalan menghampiri Berilo dan menepuk pundaknya. "Kembalilah dengan membawa hasil," pesannya dan Berilo tersenyum. Kemudian, pria ini menghela napas.
"Reiga, apa yang ia bisa lakukan selain mengurusi para selirnya?" cibir Berilo yang memang selalu kurang puas dengan upaya Reiga yang selalu setengah-setengah itu.
Draco hanya menatapnya tanpa tertawa. Sangat susah membuat panglima ini untuk tertawa, sepertinya wajah serius adalah bagian dari dirinya.
Berilo pun segera berangkat dengan mengedarai kuda kesukaannya. Menungganginya dengan kecepatan penuh dengan beberapa pasukan pilihannya.
Sesampainya di tepian pantai, benar saja ia melihat beberapa kapal tumbang dan badai seolah mengamuk, sekelabet Barilo melihat kumpulan paus yang sepertinya mencoba mendorong para kapal.
"Tidak, ini bukan badai biasa. Aku yakin semua ini ulah mereka!" Gumamnya yang menatap badai lautan dengan geram.
"Siapkan kapal!" sentak Barilo yang tiba-tiba begitu murka, sama seperti badai lautan.
"Baik panglima," jawab seseorang kepercayaannya.
Barilo, dengan tidak memiliki rasa takut, memilih untuk segera berlayar dengan kapalnya. Tujuannya adalah menemukan Reiga, putra mahkota dari kerajaan Melanchthon itu harus berhasil ia bawa kembali kalau tidak? Ini akan disebut kegagalan bahkan sebelum mereka bergerak sepenuhnya.
Dengan tekat penuh, Berilo dan anak buahnya berlayar, menuju badai.
"Sebelah sana, lebih cepat!" Teriaknya yang tak kalah dari gemuruh air.
Dari kejauhan Caldora melihat, sebuah kapal mendekat. Ia sangat murka tapi juga tak bisa meninggalkan Reona. Ia harus terus mengawasi saudarinya itu.
"Sialan! Halinka, ada satu kapal lagi, cepat ke sana!" Teriak Caldora membuat Halinka menggerutu kesal.
"Renoa ... Apa yang kau pikirkan?! Kenapa kau membuat kekacauan seperti ini?!" Sentaknya, suaranya menggema dan Renoa yang berusaha menyelamatkan Reiga pun mendongak, terkejut setengah mati melihat kedua saudarinya yang menatap geram dirinya.
Renoa telah ketahuan dan ia harus bersiap untuk kemungkinan terburuknya dan salah satunya adalah diasingkan, di lautan dalam dengan pembatas perisai, tanpa penerangan, tanpa teman, hanya ada kesunyian.
"Maafkan aku ...," lirihnya tapi terus memberi intruksi kepada para lumba-lumba dan hiu untuk menggiring kapal Reiga menjauh dari lautan.
"Arrrggghhh, aku membenci ini. Aku akan benar-benar membunuh mereka!" pekik Halinka yang terlihat sangat marah. Ia pun membuka perisainya.
"Apa yang kau lakukan Halinka! Kenapa kau buka perisainya!" teriak Caldora.
"Aku tidak peduli lagi. Aku adalah panglima di kaum bawah. Membiarkan mereka menjajah lautan ini hanya karena saudariku terlibat? Aku tidak bisa! Aku harus tetap menegakkan peraturan yang berlaku," katanya kepada Caldora dan Caldora pun menggeleng.
"Tidak, kau akan membuat Samara tau dan kita tidak bisa menyelamatkan Reona, mengertilah itu!" sentak Caldora yang tak ingin lagi kehilangan saudarinya kedua kalinya setelah Jeronia.
"Lalu maumu apa? Membiarkan mereka tau Aerenia dan menghancurkannya?" balas Halinka dan Caldora jelas menggeleng cepat. Ia bimbang dan khawatir dalam bersamaan.
"Kalau begitu tutup mulutmu itu dan biarkan aku yang mengurusnya!" Halinka melesat kebawa dan ditangannya muncul sebuah terompet pemanggil pasukan Gnereid yang ia miliki.
Grooonggg
Suaranya terdengar nyaring, memekak telinga bahkan untuk kaum atas yaitu manusia.
"Serang manusia busuk itu dengan badai. Buat mereka mati!" perintah Halinka dengan lantang yang tentu membuat Reona tak terima.
"Tidak! Apa kau gila!" sentaknya dan ia masih dalam posisinya, mengerahkan para hiu dan lumba-lumba yang nampaknya kewalahan.
"Kau yang gila, bagaimana bisa kau tetap bersikeras membantunya? Renoa menyingkirlah atau kau akan lenyap bersama mereka semua!" bentak Halinka yang sangat murka kali ini.
Sang panglima lautan yang begitu keras dan kokoh seperti gunung. Halinka adalah sosok yang tidak akan terpengaruh oleh apapun, kekeraskepalaannya melebihi siapapun.
Seketika, air laut bergerak dan angin semakin kencang. Ombak mulai datang menggulung-gulung, yang sebenarnya didalam gulungan ombak itu ada para pasukan Gnereid. Untung saja, mereka masih diam, menunggu intruksi Halinka selanjutnya.
"REIGA! KEMARI KAU HARUS MENINGGALKAN KAPALMU!" teriak Berilo yang membuat kebingungan Reiga teralih, ia dapat melihat Berilo dari jarak beberapa meter, namun Halinka yang mengetahuinya jelas tidak akan membiarkan mereka lolos begitu saja.
"Aku akan membuat kalian semua lenyap!" Halinka benar-benar tidak akan mundur.
Halinka pun hendak membunyikan terompetnya kembali namun tiba-tiba mata Berilo berhasil menemukannya saat ombak tak lagi menggulung bagian tubuh atasnya. Pria itu menyeringai dengan segala pemikiran piciknya. "Akhirnya kalian ku temukan," gumamnya yang kini meraih jangkar melemparkan kepada Halinka. Untung saja Gnereid itu sangat waspada, ia segera menghindar dan menatap geram Berilo.
Tidak perlu lagi mereka bersembunyi, semuanya telah menjadi kacau dan Halinka akan menyelesaikan segala kekacauan yang dibuat oleh kaum atas. Salah satunya adalah dengan membunuh mereka.
"Para bedebah sialan!" teriak Halinka, ia melemparkan terompetnya dan ia pun hendak meluncur, menghantamkan pukulan dentumannya yang bisa membuat laut terbelah dan itu adalah kekuatan andalan dari Halinka, pukulan pembelah lautan.
BLENDDUM
"Halinka tidak!" Renoa menjerit, membuat Reiga menyadari kehadirannya. Renoa segera mendorong kapal Reiga dengan kekuatan penuhnya. Hampir saja pukulan itu mengenai kapal Reiga kalau saja ia tidak segera mendorongnya. Sementara kapal Berilo sudah hancur berkeping-keping dan ia pun menghilang.
"Bagaimana mungkin?" Reiga menganga, melihat sosok wanita yang ia selamatkan ternyata adalah seorang Gnereid. Memikirkan seberapa bodohnya ia sampai tak menyadari semua kejanggalan tentang wanita dihadapannya ini. Reona pun mematung, ia terlihat begitu tak ingin Reiga menemukannya dalam wujud aslinya. Sungguh, ia bertindak cukup gegabah barusan.
"Aku tidak bisa menjelaskannya tapi aku akan membayar kebaikanmu, jadi kau hanya perlu ikuti aku," Renoa tidak punya banyak waktu untuk menjelaskannya kepada Reiga. Mungkin nanti ia akan memikirkan dan meminta bantuan Xena untuk membuat Reiga melupakannya. Reona pun mengulurkan tangannya dan Reiga diam, terlihat begitu bimbang.
"Kita tidak punya banyak waktu, Halinka sangat murka sekarang dan lautan akan menjadi kacau. Semuanya akan mati," terang Renoa berusaha untuk meyakinkan Reiga dan pria ini melihat kapal Berilo yang hancur. Perasaan cemas dan sedih bercampur di raut wajahnya yang tampan, sungguh pria ini adalah sosok yang cukup lembut. Saat ini dibenaknya, ia mengkhawatirkan Berilo.
"Ayo Tuan!" suara Renoa membuatnya kembali tersadar dari segala bentuk pemikirannya, Reiga segera menyambut uluran tangan Renoa.
Reiga jatuh kedalam lautan bersama Renoa, menghilang dengan cepat. Halinka mencoba mencarinya dan tak menemukan apapun!
"RENOA KAU AKAN MEMBAYAR UNTUK INI! HANCURKAN SEMUA KAPAL!" teriaknya sangat keras dan badai mulai menggulung-gulung ombak, menjadikannya cukup mengerikan.
"Halinka, hentikan semuanya!" Caldora meneriakinya dari kejauhan tapi Halinka tak mempedulikannya. Ia begitu sangat antusias saat melihat ombak menggulung-gulung, sudah puluhan tahun ia tak melihat pasukan besarnya bertindak dan saat inilah waktunya untuk menghukum kaum perusak itu.
"Kau tidak akan bisa melakukan ini...." Seseorang tiba muncul dihadapan Halinka dan meraih tubuhnya, melilitnya hingga membuat mereka sama-sama tenggelam kedasar lautan,
"Halinka!" Caldora berteriak, mencoba masuk kedalam lautan lagi. Sisik hijaunya berkilauan seperti berlian di tengah laut dalam. Melesat dengan sangat cepat, mencari Halinka dimana pun tapi tak menemukannya.
Caldora kembali muncul lagi ke permukaan dan memegang terompet milik Halinka, meniupnya untuk membuat pasukan mundur. Seketika badai berhenti, ombak yang seolah akan menyapu bersih semua daratan, berangsur menghilang. Awan gelap pun menghilang dan bintang-bintang mulai terlihat lagi.
"Cari Halinka dimana pun! Renoa, kalian harus juga membawanya!" lirihnya pada salah satu pimpinan pasukan Gnereid dan semuanya mengangguk.
"Aku tidak akan berpikir akan sekacau ini, apa yang harus ku katakan kepada Samara?" lanjutnya dengan bingung. Memasukkan seluruh tubuhnya kedalam lautan.
---***---
Tengah malam yang dingin, saat kereta kuda berjalan sangat cepat. Membuat seseorang harus terpontang-panting didalamnya. Mulutnya tersumpal oleh kain dan tangannya terikat dengan tali yang cukup kuat. Seorang gadis yang terus berusaha menahan dirinya agar tubuhnya tak terbentur terlalu keras yang dapat menciptakan ngilu dan memar di sekujur tubuhnya. Sangat bisa dipastikan ia terus mengumpat dalam kebungkamannya, sementara pria dihadapannya duduk, tersenyum melihatnya kesusahan.
"Ini tidak akan lama, sampai aku berhasil menyerahkanmu pada tetua," ucapnya dengan santai membuat pandangan gadis ini menajam.
"Kau tau putri Xena, kau adalah tangkapan terbesar kami sepanjang masa. Aku sangat menanjung keamanan di kerajaan Volcan yang membuat kami bahkan tak bisa menyentuhmu dan saat kami memiliki rencana besar lainnya, kau ingin mengacaukannya? Kami tidak akan membiarkan moster seperti kalian mengacaukannya lagi," lanjutnya yang membuat Xena sangat ingin menendangnya atau membunuhnya sekarang tapi sial, ia tidak bisa tali-tali ini sudah dimantrai dengan syihir yang begitu kuat. Ia tidak bisa menggunakan kekuatannya.
Ngiiikk
Tiba-tiba saja kuda berhenti mendadak. "Apa yang terjadi?" teriak pria penyihir itu. Xena terlihat waspada.
"Kami menabrak seseorang," kata kusir kuda membuat pria penyihir ini harus turun untuk memeriksa apa yang sedang terjadi di luar sana.
Xena, berusaha menggeser tubuhnya. Membuat ia bisa mengintip dari lubang-lubang, saat ia berhasil menggeser kain penutup dengan cara membungkuk dan tangannya yang terikat berusaha menggapainya. Sungguh, ia sangat ingin menggunakan kekuatan magmanya tapi tali ini seolah membuatnya tak bisa mengeluarkannya.
Mata Xena melebar, saat ia melihat dua sosok yang tak asing. Para pangeran pemburu Gnereid yang pernah ia buntuti waktu itu. Ini kesempatannya untuk pergi dan Xena segera membenturkan tubuhnya pada kayu kereta. Tidak ada pilihan lain, kecuali cara manual yang sebenarnya sangat Xena benci. Ia masih punya tugas menuju Aerenia dan ia harus terjebak dengan cara memalukan seperti ini.
Brug
"Suara apa itu?" Feivel yang pendengarannya cukup tajam berusaha mencari sumber suara. Ia tidak menghiraukan luka-luka dilengannya akibat terjatuh barusan. Karena ia bisa menyembuhkannya nanti dengan syihir penyembuhnya. Cleon yang disampingnya, berusaha untuk membersihan beberapa pasir yang mengotori disekitar luka Feivel. Keduanya berkuda menuju Volcan tapi tali kereta menyangkut saat berpapasan membuat Feivel dan kudany terguling.
"Maafkan kami, ada keluargaku yang membutuhkan perawatan di kota. Jadi kami harus segera sampai," pria penyihir itu beralasan. Feivel nampak memakluminya tapi Cleon merasakan sesuatu yang aneh. Ia terlihat berusaha merasakan sesuatu.
Xena yang mendengarnya, jelas menolak keras alasan itu. Xena semakin gencar menubruk tubuhnya ke kereta. Cleon semakin curiga saja dan Feivel nampak kebingungan.
"Bolehkan kami pergi, sepertinya ia tidak bisa lagi menahan rasa sakitnya," ucap pria itu dan Cleon segera menghalanginya.
Pria penyihir itu menolah, menatap Cleon tajam. "Apa yang kau inginkan dari ku Tuan?" tanyanya masih berusaha untuk bersikap ramah.
Cleon mengangkat sedikit sudut bibirnya. "Rencana apa lagi yang akan dilakukan oleh kaum Kasia?" pria itu melotot dan Cleoan tertawa, kena kau sekarang! pikir Cleon.
Api tiba-tiba saja keluar dari tubuh pria itu, membuat Cleon harus cepat melepaskan tangannya. "Feivel, mundurlah, para bedebah ini hanya akan bisa dilawan dengan syihir ku," ujar Cleon dan pangeran kecil itu pun menurut.
Pria itu tiba-tiba melayang, membuat sebuah perisai pada kereta. Cleon pun semakin penasaran dengan isi kereta tersebut. Seberharga apa? sampai ia harus membentenginya dengan perisai.
Cleon pun melakukan hal yang sama, melayang dan tangannya memunculkan api biru yang membuat pria itu terkejut. "Diumurmu yang masih begitu muda, bagaimana kau bisa memilikinya," ucapnya tak percaya dan Cleon hanya tersenyum menanggapinya.
"Sudah cukup berbicaranya, ayo kita lanjutkan," seru Cleon yang tiba-tiba melesat dengan cepat, membuat pria itu kebingungan. Cleon menyerangnya dengan bertubi-tubi, membuatnya mengerang kesakitan dan terjatuh membentur tanah, kemudian tak sadarkan diri.
Feivel menganga sekaligus ngeri melihatnya, mulai sekarang ia harus berhati-hati dengan Cleon. Ia tak ingin menjadi korban kemarahannya tanpa alasan karena Cleon memang selalu seperti itu. Misterius, sehingga semua orang tak bisa menebak jalan pikirannya.
"Feivel, kau harus membereskan kusir itu," perintahnya dan Feivel pun mendekati kusir itu. Gerakan cepat saat membuatnya tertidur dengan syihir adalah keahlian pangeran kecil ini.
Sementara Cleon berusaha membuka perisainya ditemani dengan celotehan Feivel. "Kaum Kasia itu apa?" Sungguh, Feivel tidak tahu ini dan Cleon menoleh bersamaan dengan runtuhnya perisai.
"Kaum penyihir hitam, mereka cukup merepotkan. Aku rasa mereka memiliki rencana untuk menguasai daerah sekitar sini. Coba kita lihat, apa yang sedang ia bawa," gumam Cleon yang kini mulai mendekati kereta.
Berlahan dengan pasti Cleon berjalan, di ikuti Feivel dan pangeran itu mencoba membuka kereta dan cukup terkejut saat ia melihat sosok didalam kereta.
"Seorang wanita?" Feivel menyuarakan dugaan Cleon.
Xena mendongak, memandangi kedua pria itu dengan waspada. Cleon, tanpa banyak bicara mencoba mendekat tapi Xena terus mundur, hingga Cleon mencegahnya. "Kami tidak akan menyakitimu." Perkataan singkat Cleon dengan wajah seriusnya membuat Xena terdiam. Membiarkan pria itu melepaskan ikatan ditangan dan kakinya, pria yang nampak lebih mudah membantunya mengambil sumpalan di mulutnya.
Mereka memandangnya penuh seksama, membuat Xena merasa cukup risih. "Apa yang kau miliki sehingga membuat mereka menyanderamu?" tanya Cleon yang tak melihat apapun yang menarik dari Xena.
"Aku haus, bisakah kalian memberiku minum?" mohon Xena yang lebih ingin minum dari pada menjawab pertanyaan Cleon.
Gadis ini jelas tidak akan mengatakan apapun, meskipun kemungkinan jauhnya, Cleon akan bertindak kasar kepadanya. Xena adalah sang penyamar yang cukup handal, semua orang tidak akan mampu menebak siapa dirinya. Meskipun di kerajaan Volcan, ia adalah seorang putri, rakyatnya tak banyak tau karena Xena tidak terlalu menampakkan diri dan mengaku-ngaku jika dirinya putri. Xena lebih suka pergi dengan penyamaran karena orang tak akan terlalu memperhatikan dan mengusiknya.
Feivel pun memberikannya dan Xena segera meraihnya, meneguknya dengan tidak sabar. Keanggunannya sebagai seorang bangsawan sepertinya menghilang, ia nampak memerankan perannya secara natural seperti gadis kaum atas pada umumnya. Cleon masih saja memperhatikannya, pria ini cukup membuat Xena was-was tapi ia masih saja berusaha untuk bersikap biasa saja.
"Dimana rumahmu? Kami akan mengantarmu," kata Cleon yang lagi-lagi membuat Xena terdiam. Xena sangat kesal saat ia menemukan tatapan penuh kecurigaan di mata Cleon. Sepertinya ia kini berurusan dengan orang yang cukup susah.
"Aku bisa pulang sendiri dan terima kasih untuk kebaikan kalian," ucap Xena sambil membungkuk memberikan penghormatan terakhirnya.
"Tidak! Kami akan mengantarmu!" Perkataan yang sepertinya cukup susah untuk dibantah keluar dari mulut Cleon dan Xena mau tidak mau harus menurutinya, kalau ia tak mau mencurigakan.
---***---
Sebuah gua kecil, berbatasan langsung dengan pantai, saat mata coklat itu terbuka. Melihat sekeliling dan ia menemukan dirinya masih dengan bentuk Gnereid. Sisik kuningnya nampak berkilau dan menyilaukan saat mentari pagi menyengat. Ia butuh kembali ke air tapi saat ia berusaha untuk bergerak dan berubah, ia menyadari tangannya telah terlilit dengan tali.
"Apa semua ini!" pekiknya sangat kesal.
"Sebuah penghambat agar kau tak kabur," celetuk seseorang yang membuat Halinka terkaget. Matanya membelalak saat melihat siapa dihadapannya kali ini.
Pria itu, pria yang berusaha untuk menyelamatkan pria yang berusaha Renoa lindungi. Berilo memainkan pedangnya, seolah berusaha untuk menakut-nakuti Halinka.
"Kau tidak bisa melakukan ini kepadaku!" Halinka berteriak.
Berilo terkekeh. "Kenapa tidak bisa?" tanyanya.
"Aku bisa saja memanggil pasukanku dan membuatmu mati!" ancam Halinka dan kali ini Berilo terbahak.
"Bagus, semakin cepat mereka kemari semakin cepat aku menemukan tempat dimana kalian menyimpan harta karun," ucapnya yang membuat Halinka murka.
Halinka, mencoba menggerakkan ekornya tapi kesusahan karena ia begitu lemas. "Jangan memaksakan diri, cukup turuti saja perkataanku," tawar Berilo membuat Halinka sangat marah.
"Aku tidak mau tawar menawar dengan kaum atas rendahan sepertimu!" jerit Halinka dan Berilo menyeringai.
Ia tiba-tiba mendekatkan wajahnya dan keduanya saling bertatapan tajam. "Bagaimana aku memberimu sebuah tanda, tanda bahwa kau tidak akan bisa melakukan apapun kecuali denganku!" Halinka membelalak dan tak menyangka jika Berilo cukup tau tentang hal ini.
"Kau pasti bingung kan dari mana aku tau? Tapi aku tidak akan memberitahumu." Berilo tergelak. Ia mendekat lagi membuat Halinka berusaha mundur tapi itu sia-sia.
Kini jarak diantara mereka hanya beberapa inci. Halinka dapan merasakan napas hangat Berilo menerpa kulit wajahnya. "Jangan lakukan apapun!" pintanya dengan gugup membuat Berilo lagi-lagi tertawa geli.
"Ini hanya untuk kesepakatan. Agar saat aku melepasmu, kau tak mencoba untuk lari dariku!" ucap Berilo yang kini memegang tangan Halinka erat dan gadis ikan ini mulai berontak.
"Bedebah sialan kau!" Halinka mencoba menghalau Berilo yang mencoba untuk menciumnya tapi itu percuma. Berilo adalah sang monster dalam setiap pertarungan, menghadapi Halinka yang sedang lemah seperti ini hanya masalah sepele untuknya.
Chu~
Seketika bibir keduanya menempel. Halinka shock dan Berilo mulai melumatnya, menikmati sensasi manis bibir Halinka. Ini pertama kalinya Berilo berbuat seperti bajingan yang hendak memperkosa seorang gadis. Biasanya, ia akan membeli beberapa wanita penghibur untuk bermalam dengannya.
Halinka kembali sadar dan sangat murka, entah dorongan dari rasa marahnya atau apa? Ia mencoba melepaskan tangannya dari ikatan dan berhasil. Bahkan ia berubah wujud seperti kaum atas tanpa ekor.
Kesuciannya telah hilang, terampas oleh pria kaum atas sialan ini. Ia tidak bisa kembali kelautan dengan aib ini dan dipermalukan oleh semua Gnereid dan semua itu karena bedebah sialan ini!
Ia mendorong tubuh Berilo membuatnya terpental. "Wow, sabar sayang. Jangan sekasar itu kepadaku." Ia tidak berintih meskipun tubuhnya terbentur oleh bebatuan.
"Kau telah merusak kesucianku dan kau harus bertanggung jawab untuk ini!" tekan Halinka membuat Berilo menaikkan alisnya.
"Maksudmu?" Ia bertanya dengan penasaran.
"Nikahi aku dan aku akan memberikan apapun yang kau mau!" Keputusan tak terduga dari Halinka membuat Berilo menganga tapi ia kembali kepada sikap menyebalkannya dengan cepat.
Halinka adalah seseorang bertindak secara spontan tapi ia juga bukan tipikal seorang pembohong. Ia tidak bisa kembali ke Aerenia seperti tidak terjadi apa-apa. Halinka sangat benci kebohongan dan saat ini ia sudah terikat dengan pria asing keparat ini, karena itu Halinka tidak bisa mundur lagi.
"Aku rasa, kau saja tidak cukup. Aku butuh banyak berlian untuk membuat kerajaanku tetap utuh," Berilo yang selalu berbicara apa adanya.
"Aku bisa memberikanmu itu, jadi berhentilah mengusik Aerenia!" tekan Halinka dan Berilo tampak menimbang.
"Baiklah..." ucapnya.
"Dan jangan temui teman-temanmu lagi. Kau harus berjanji, jika kau berbohong maka kau akan mati!" katanya yang kini mendekati Berilo dan menciumnya secara tiba-tiba. Sesuatu bercahaya keluar dari mulut Halinka dan masuk kedalam mulut Berilo.
"Kau dengan sadar menjadi pasanganku, aku menyerahkan mutiara kehidupan ku kepadamu. Kita tidak akan bisa terpisahkan. Jadi kau jangan sampai menghianatiku, atau kau akan mati!" Lagi, Halinka terus mengancam Berilo dan pria itu hanya tertawa.
Halinka pun tersenyum sinis. "Kau harus menikmati apa yang kau telah lakukan. Jangan berbuat macam-macam jika kau masih ingin hidup!" lanjut Halinka dan Berilo masih saja santai menanggapi ucapan calon pasangannya ini.
Halinka, memutuskan akan benar-benar memenjarakan Berilo dalam dekapannya. Jika Berilo berkhianat maka ia akan mati dan Halinka juga akan mati. Seperti itu lah cara kerja mutiara kehidupan.
Jeronia tak berani melakukan itu kepada Raja Volcan karena ia takut pria itu meninggal dan Halinka melakukannya untuk menghancurkan Berilo. Sangat adil untuk pria bajingan sepertinya.
-Tbc-
THANKS
🙏🙏🙏
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top