Chap 2 : Fall by the Moon

Playlist
Gfriend - Time for the Moon Night
.
.
.
Yo...Aku balik dengan FF ini yo 😂
.
.
Adakah yang menunggu Yo?
.
.
Kemarin di ff satunya aku suruh nebak2 gimana kelanjutan ceritanya tapi nggak ada yg mau jawab 😬

PADAHAL DAPAT PULSA LOH 😧😧😧

KALAU SEKARANG AKU MAU BAGI2 LAGI PULSA...KALIAN MAU NGGAK????

10.000 X 2

BUAT YG BISA NEBAK, SIAPA AJA TOKOH DI CHAPTER INI

MAU NGGAK?

CONTOH

RENOA ADALAH....

KEK GITU...SEMUA YG MUNCUL DI CHAPTER INI YA!!!

HAYUK LAH, JAWAB MESKIPUN SALAH NGGAK KU TABOK KOK 😂😂😂

.
.

VOTE X KOMEN

SELALU KU TUNGGU
😉😉😉
.
.
THANKS
.
.
.
HAPPY READY
📖📖📖
.
.
.
.

Rembulan menggantung di langit dengan berpondasikan gelombang tenang lautan. Udara dingin menggelitik, sedikit membuat sesosok gadis mungil yang kini memainkan kakinya di air menggigil. Udara didalam lautan seharusnya lebih dingin dari ini, tapi kenapa ia sangat tidak tahan? Karena ini daratan dan dalam wujudnya yang berbeda pula.

"Coba saja ada Xena, aku tidak akan kedinginan karena udara malam dan kenapa juga ia belum datang?" Wajah Renoa berangsur cemberut, gadis Gnereid yang imut ini merajuk. Xena benar-benar dalam masalah besar sekarang, bagaimana ia akan mengatasi Renoa yang merajuk? Selama ini, Xena paling merasa pusing jika harus membujuk Reona karen Renoa akan bertingkah acuh sampai Xena berhasil membuatnya tertawa.

"Kalian harus melakukan malam ini, jika ada lumba-lumba atau ikan lainnya mencoba untuk membuat kalian mundur, jangan takut. Aku akan membayar berapapun yang kalian inginkan, jika kalian menemukan pulau itu," ucap seseorang yang membuat perhatian Renoa teralih padanya.

Mata Renoa bercahaya, membuatnya dapat melihat dengan jelas beberapa orang dalam jarak lebih dari 200 meter dan juga dapat mendengarkan suara-suara sekecil apapun, itulah salah satu kelebihan Gnereid.

"Mereka lagi?" guman bibir mungil Reona, dahinya seketika mengkirut dan napasnya mulai memburu. Xena sudah cukup membuat dirinya kesal hari ini dan mereka menambahinya?

Tidak ada yang bisa Renoa lakukan kecuali mengawasi mereka dari kejauhan. Memberi kode tentang kedatangan para manusia pun, tidak bisa ia lakukan disini. Tentu mereka akan mendengar suaranya, saat mulai bernyanyi.

Terjun kebawah menjadi Gnereid adalah pilihan paling tepat, mungkin ia bisa berenang sampai di tengah. Ya, itu adalah keputusan yang paling brilian untuk saat ini. Renoa pun mulai bersiap untuk terjun, karena ia sudah memasukkan kakinya sampai selutut.

"Tunggu..." teriak seseorang yang membuat Renoa terkejut, hingga gadis ini benar-benar tercebur kedalam laut.

Byuuurrr

Seketika bentuk Renoa berubah, ia kembali pada bentuk semula yaitu Gnereid dengan ciri khas sisik ungunya yang mengkilau, seolah sisik itu tersusun dari kumpulan kristal ungu berpadu dengan paras memukau Reona. Dialah puteri Gnereid tercantik setelah ratu Samara yang cukup di sanjung di Aerenia. 

Terlepas dari pesona itu, diatas sana ada sosok kaum atas yang Renoa amati, hendak menceburkan dirinya. Renoa panik setengah mati, mencoba mengubah diri kembali dan berpura-pura tak dapat berenang.

Byuurrr

Sosok kaum atas itu berenang ke dalam lautan, mencoba meraih tubuh mungil Renoa yang terus terdorong ke dasar lautan. Menggendongnya, dan terus berenang keatas. Renoa masih berpura-pura memejamkan matanya, namun ia beberapa kali menatap sosok yang mencoba menyelamatkannya ini.

Samara...Apa kau dapat mendengarku? Katakan, apa yang harus ku lakukan? Untuk mengatasi kaum atas? Ini pertama kalinya aku berinteraksi langsung dengan mereka. 

Renoa membatin, ia sangat kebingungan dan tak tau harus melakukan apa?

Jika saja ini terjadi pada Xena, mungkin gadis Gnereid itu akan mampu mengatasinya, tapi ini Renoa seseorang yang tak pernah berinteraksi dengan kaum atas secara langsung, apa lagi bersentuhan seperti ini.

Renoa sungguh takut, bagaimana jika kaum bawah ini mengetahui jika dirinya adalah Gnereid?

Disaat Renoa terlalu sibuk memikirkan segala kemungkinan buruk yang akan terjadi. Pria ini sudah keluar dari dalam air, bersama Reona yang masih memejamkan matanya.

"Yang Mulia Reiga..." Panggil seseorang dan Reona mendengarkan langkah kaki lebih dari satu orang mendekat, membuatnya semakin tegang saja. Bahkan ia tak peduli jika pria yang sedang menolongnya ini adalah Reiga, putera mahkota yang berencana mencari pulau yang merupakan gerbang menuju Aerenia.

"Apa anda baik-baik saja?" suara yang lainnya.

"Ya aku baik-baik saja, sepertinya ia kemasukan banyak air. Aku perlu memberikannya napas buatan," ujar Reiga membuat Renoa terkesiap.

Tidak! Ini pantangan, para Gnereid tak boleh berciuman dengan siapapun karena kekuatannya akan mengikat mereka dan tak akan bisa lepas selamanya. Jeronia, ia bahkan bersusah payah untuk mendapatkan ciuman dari raja Volcan hanya untuk membuat kerajaannya melepaskan dirinya dengan hinaan disepanjang hidupnya dan cerita yang akan di dikenang sepanjang masa oleh kaumnya.

Bagi para Gnereid  bersentuhan dengan makhluk atas dengan sengaja di sebut aib dan petaka. Mereka akan di usir dari kerajaan, karena dianggap kehilangan kesuciannya meskipun itu hanya sebuah ciuman. Mereka akan mendapatkan begitu banyak kesialan, salah satunya tak memiliki keturunan jika pada akhirnya mereka benar-benar menikah.

Renoa, jelas tidak mau hal ini terjadi kepadanya. Ia pun berusaha membuka mata dengan cara alami dan beracting seperti seseorang yang baru saja terlepas dari maut.

"Uhuk ...." Renoa berusaha mengeluarkan sedikit air dari mulutnya dan semua orang nampak lega melihatnya.

Reiga, yang tadinya bersiap ingin memberikan napas buatan pun terdiam dan terlihat cukup lega. Bahkan pria ini berusaha untuk membantu Renoa duduk.

"Kau baik-baik saja nona?" tanya Reiga dan Renoa pun mengangguk dengan kikuk.

"Ambilkan mantal tebal untuk nona ini!" perintahnya pada beberapa pelayan. Beberapa wanita berpakaian sama segera memberikan mantal tebal yang sebenarnya tak terlalu Renoa butuhkan. Karena air adalah dunianya, kedinginan air pun seolah seperti udara segar yang selalu membuat harinya menyenangkan. Sementara udara dingin di atas, cukup membuatnya menggigil. Seketika pikiran Renoa berkelana, memikirkan saudarinya yang harus terus-terusan berusaha menjadi manusia. Mengingat betapa sulitnya itu, Renoa berjanji tidak akan terus-terusan merajuk kepadanya.

Renoa mulai memperhatikan banyak orang berkumpul dengan beragam kostum ala kaum atas. Ada yang sama dan ada yang berbeda, sama seperti di Aerenia, mungkin saja mereka bagian dari sebuah pasukan? Seketika Renoa memandang Reiga dengan kirutan di keningnya. Melihat penampilan pria di depannya ini, nampaknya ia memiliki kedudukan cukup tinggi.

Melihat kebingungan Renoa, membuat Reiga berinisiatif memperkenalkan dirinya, "Ah, aku belum memperkenalkan diriku. Perkenalkan namaku adalah Reiga Melanchthon, aku dari kerajaan Melanchthon," ucap Reiga dengan sopan dan tingkat keramahan yang membuat Reona membeku.

"Kenapa kau berada disini malam-malam nona? Apa hidupmu terlalu berat, hingga kau harus mengakhirinya dengan cara seperti itu?" tanya Reiga penuh perhatian dan kesalahpahaman, wajah penuh empati itu membuat Renoa lagi-lagi membatu.

Renoa bingung, apa yang harus ia katakan pada pria dihadapannya ini? Sementara ia tak pernah berinteraksi dengan mereka sebelumnya. Apa lagi untuk berbicara? Suara merdu Renoa tentu akan mengguncangkan siapapun. Reona tak mau menarik perhatian siapapun lagi, karena dihadapan pada kondisi seperti ini, sudah cukup membuatnya kesusahan.

Reiga masih memperhatikannya, seolah menduga sesuatu dan kemudian ia mencoba untuk memahaminya, jika gadis dihadapannya ini mengalami kesulitan dalam berbicara.

"Ah, sudahlah. Mulai sekarang aku akan melindungimu, jadi kau tak perlu khawatir," ucap Reiga dengan senyum manisnya.

Senyum hangat itu membuat hati Renoa mulai goyah, antara terus meyakini jika kaum atas adalah makhluk jahat, perusak dan tamak atau mengubah pemikiran ini seperti realita yang baru saja ia lihat. Jika, kenyataannya mereka tak semenakutkan yang kaumnya pikirkan.

"Yang Mulia, hamba ingin melapor," seseorang bersujud dihadapan Reiga.

"Silahkan...," ucap Reiga dengan penuh perhatian, ia memang cukup ramah kepada siapapun dan dari kalangan mana pun.

"Terima kasih Yang Mulia. Saya ingin menyampaikan, beberapa kapal dari kerajaan Eleftherios dan Heironmos telah datang dan jumlah pasukan kita dengan mereka jika di gabungkan ada sekitar 3.000 dan semuanya telah siap, hanya menunggu perintah anda untuk berlayar," ucapnya yang tentu saja membuat Renoa sangat terkejut.

Iya terlihat mulai panik setengah mati, bagaimana tidak? Ia adalah penjaga perbatasan atas tapi ia masih disini, bagaimana jika mereka berhasil mencapai batasan pertama pulau? Tempat manual menuju Aerenia selain dengan menembus barier bagi yang memiliki kekuatan. Meskipun untuk ukuran manusia normal, mereka tidak akan bisa memasukinya dengan mudah, ada banyak benda dan bukti yang akan mudah ditemukan disana, jika kerajaan Aerenia memang benar-benar ada.

Dan itu adalah petaka! Para kaum bawah itu tentu akan membawa banyak pasukan untuk menyerang, terakhir kali mereka membawa beberapa penyihir berkekuatan dahyat, hingga membuat ibundanya harus mengorbankan dirinya dengan membuat barrier.

"Bagus, sekarang kalian pergilah. Aku menunggu berita baik dan kalian akan mendapatkan banyak emas sesuai yang aku janjikan," ucap Reiga yang tentu menghantam ketermenungan Renoa.

"Baik Yang Mulia, kami akan berusaha!" ucap salah satu pemimpin diantara para prajurit tersebut.

Mereka pun pergi dan Renoa mulai terlihat panik. Reiga mencoba untuk memegang bahunya. "Apa kau kedinginan?" tanyanya dan Renoa menggeleng cepat.

"A-aku ha-rus pu-lang," jawabnya dengan terbata dan itu cukup membuat Reiga terkejut. Bahkan beberapa pelayan wanita yang sepertinya juga mempunya pemikiran sama seperti Reiga.

Gadis di hadapannya ini ternyata tidak bisu? Suaranya malah cukup merdu? Dia juga sangat cantik. Bahkan, ia pun juga punya tempat untuk pulang? Lalu apa masalahnya sekarang? Reiga benar-benar tak mengerti.

Jujur, semenjak tadi Reiga berpikir jika gadis dihadapannya ini menderita karena kebisuannya atau karena derita yang ia alami, sehingga ia tak memiliki tempat untuk kembali, mungkin? Sehingga Reiga bisa membawanya ke kerajaannya dan menjadikannya selir. Reiga yang perihatin, berjanji pada dirinya sendiri untuk menjaga gadis rapuh ini sampai kapan pun.

"Kau bisa bicara?" Reiga mencoba untuk memastikannya dan Renoa pun mengangguk.

"Lalu apa masalahmu? Sampai kau ingin mengakhiri hidupmu?" tanya Reiga lagi, pria ini dibuat cukup penasaran.

Renoa yang ditatap seperti itu, menjadi salah tingkah. Sungguh, ia tak pernah merasa jantungnya ingin melompat keluar atau merasa seluruh tubuhnya tegang kecuali hari ini dan semua ini karena sosok pria kaum atas dihadapannya. Yang sialnya cukup membuatnya tak bisa berkutik.

Grrrroooongggg

Terdengar suara terompet yang menandakan jika ribuan kapal dengan pasukan itu akan mulai berlayar. Renoa tidak jadi menjawab pertanyaan Reiga, ia sibuk menatap jumlah kapal yang seolah memenuhi seluruh lautan.

Renoa pun bangkit dan Reiga juga mengikutinya. "Tuan, terima kasih untuk pertolongannya. Aku harus pergi," kata Renoa, kali ini ia mengucapkannya tanpa hambatan yang tentu membuat tanda tanya besar dalam benak Reiga.

"Setidaknya gantilah pakaianmu, kau akan kedinginan di jalan atau jika perlu aku akan mengantarkanmu pulang," saran dan tawaran dari Reiga. Renoa pun menggeleng dengan cepat.

"Tidak, aku benar-benar harus pergi sekarang. Sekali lagi terima kasih!" seru Renoa yang kini berlari kecil, meninggalkan Reiga yang masih menatapnya.

"Gadis yang aneh, semoga kau baik-baik saja," gumamnya yang kini membalikkan badannya dan tersenyum memandangi lautan yang tengah di penuhi oleh pasukannya.

"Jender ... " panggil Reiga.

"Ya Yang Mulia, hamba disini." Pengawal setia Reiga pun menghadap.

"Sepertinya kita juga harus mengikuti mereka," ucap Reiga.

"Benarkah itu yang mulia?" tanyanya.

Reiga pun mengangguk, "Aku harus memastikannya sendiri," jawabnya.

"Baik Yang Mulia, hamba akan menyiapkan kapal," kata Jender yang pergi, meninggalkan Reiga sendiri.

"Kalian, kembalilah ke dalam tenda darurat dan siapkan semua kebutuhan para prajurit jika sewaktu-waktu mereka kembali," perintah Reiga pada beberapa pelayan pun membungkuk.

"Baik Yang Mulia," ucap mereka serempak dan Reiga mengangguk, mempersilahkan mereka.

Disisi lain, Renoa benar-benar berlari cukup kencang. Tapi ini tak sebanding saat ia berada di lautan lepas, mungkin ia akan lebih cepat seperti bintang jatuh di langit gelap.

Renoa pun tiba-tiba berhenti ketika ia rasa tempat ini jauh dari jangkauan kaum bawah, Reona pun segera masuk kedalam air.

Byuuurrr

"Tidak ada pilihan lain, aku harus memanggil Halinka dan Caldora." Gumamnya yang kini meluncur seperti sebuah roket berkecepatan tinggi.

Tujuan gadis Gnereid ini adalah perbatasan sebelah utara dimana Halinka atau terkadang Caldora juga ada disana dan benar saja, Renoa melihat kedua saudarinya itu sedang bermain-main dengan ikan bersama puluhan ikan buntalan, seolah mereka mencoba mempermainkan para ikan itu.

"Caldora ... Halinka ... " seru Renoa yang seketika membuat keduanya menoleh, menatap Renoa heran.

"Kenapa kau datang kemari?" tanya Halinka yang penasaran.

"Tidak ada waktu untuk menjelaskannya, aku butuh bantuan kalian untuk mengusir pasukan kaum atas sekarang!" tekannya yang tentu membuat Caldora dan Halinka saling berpandangan sebelum akhirnya mata mereka melebar.

"Dimana?" Suara Caldora meninggi.

"Di atas," jawab Reona.

"Ayo! Aku akan menggiring banyak hiu bersama Halinka," ucap Caldora.

"Disaat seperti ini, paling tidak Neola atau Xena harus ada setidaknya untuk membekukan atau membuat koncangan sebagai peringatan," guman Reona dan keduanya mengangguk.

"Kalau begitu panggil mereka!" desak Halinka.

Renoa menggeleng, "Aku tidak bisa memanggilnya. Xena seharusnya menemuiku saat ini, tapi entah kenapa ia tidak datang dan Neola, aku akan memanggilnya." Renoa pun mulai bernyanyi dan lautan pun mulai berubah.

---***---

Kerajaan Aerenia

Samara tengah duduk disebuah tumbukarang, berkeliling beberapa kali melihat Aerenia cukup membuatnya sedikit lelah. Ditemani Neola yang telah kembali.

"Kenapa Xena tidak datang?" ucap Samara dengan cemas, ia tidak tau kenapa salah satu adiknya itu tidak segera datang menemuinya.

Biasanya, ia akan datang meskipun begitu sibuk.

"Entahlah ratu, aku sudah menyampaikan perintahmu kepada puteri Reona," terang Neola membuat Samara semakin khawatir.

"Sepertinya telah terjadi sesuatu. Panggillah Halinka dan Caldora!" perintah ratu Samara.

"Baik ratu," jawab Neola yang kini melesat seperti roket dan meninggalkan Samara sendiri dengan kekalutannya.

Kalau saja, ia sekuat ibundanya yang telah mencapai tingkat nirwana, mungkin saja ia bisa membuka cangkang emas itu yang dapat digunakan untuk melihat apapun dan dimana pun.

Samara lagi-lagi menghela napas. Pikirannya kembali berkelana kemasa lalu, saat Jeronia mengacaukan segalanya.

"Jeroni, aku harap kau bisa bahagia setelah mengacaukan segalanya," lirih Samara dengan segala kekecewaannya pada kakaknya itu.

Tiba-tiba saja ia mendengarkan nyanyian Renoa yang tentu saja membuatnya paham dengan situasi yang tengah terjadi.

"Ah, kaum perusak itu. Sampai kapan mereka berhenti mengganggu kami?" gumam Samara yang menunjukkan kemarahannya. Tangannya pun menengadah dan seketika Trisula sakti itu muncul ditangannya.

"Aku akan membuat mereka tak akan berani lagi untuk kembali," ucap Samara dengan mata tajam bercahaya.

Gelombang air pun mulai naik, petir menyambar-nyambar dan angin datang begitu kencang.

Ribuan perahu milik pasukan kaum atas, mulai terlihat terombang-ambing di lautan.

Halinka, Caldora dan Renoa yang melihatnya terkejut.

"Sepertinya Samara tau, ini akan menjadi sangat kacau," gumam Caldora yang jika serius seperti ini nampak seperti saudari tertua setelah Samara.

"Sepertinya Samara sedang berada di luar istana," Renoa mencoba menebak.

"Mereka pantas mendapatkannya, kaum bedebah itu!" maki Halinka.

Mereka bertiga masih mengawasi ribuan kapal yang bahkan beberapa ratus tenggelam kedasar lautan. Sampai saat mata Reona berhasil menangkap sosok Reiga yang memberikan komando pada awak kapal.

Renoa kebingungan, ia tidak bisa membiarkan Reiga yang baik hati itu mati tertelan badai akibat kemarahan Samara.

Ia harus menyelamatkannya! Entah mengapa? Ia begitu sangat ingin menyelamatkan pria itu.

"Aku akan memeriksanya secara dekat," ucap Renoa yang kini melesat tanpa menunggu persetujuan teman-temannya.

"Tunggu! Apa yang dia lakukan?" seru Caldora yang mencoba melarang Renoa mendekat tapi Renoa melesat dengan kecepatan penuh.

Halinka nampak memperhatikan saudarinya itu. "Renoa sedikit aneh hari ini? Aku mencium bau-bau busuk kaum atas di sekeliling tubuhnya," celetuh Halinka yang memang paling tajam penciumannya.

"Kau! Berhentilah berbicara sesukamu!" Caldora memperingatkan Halinka dan di balasnya dengan gendikan bahu.

"Kau lihat saja baik-baik. Aku rasa, Renoa akan menyelamatkan salah satu dari kaum bedebah itu." Halinka tak berhenti memberikan asumsinya dan benar saja

"Lihatlah, dibawah perahu besar itu. Kau lihat lumba-lumba itu kan? Mereka pasti diperintahkan oleh Renoa. Sialan! Bagaimana bisa Renoa melakukan ini?" Halinka serta Caldora tak percaya melihat tindakan Renoa yang cukup mencengangkan itu.

"Periksa semua lautan!" Caldora memerintah Halinka.

"Kenapa?" Halinka tak mengerti.

"Jangan sampai kaum kita mengetahui semua ini! Percayalah, cukup Jeronia yang mengacau! Aku tidak ingin Samara bersedih lagi," ucap Caldora yang sebenarnya ada benarnya juga.

Halinka pun segera melesat dengan kecepatan penuh, memeriksa seluruh lautan bahkan menciptakan dinding perisai yang membuat kaumnya tidak bisa melihat adegan keheroikan Renoa yang menyelamatkan salah satu kapal diatas lautan.

"Sialan, Renoa kenapa kau membuatku susah seperti ini?" Halinka terus mengerutu dengan terus membuat perisai.

Jauh dari ketegangan lautan, disini didalam ruangan yang temaram. Sosok gadis berbaring dengan beberapa rantai yang mengikatnya, seolah memang dibuat untuk berjaga-jaga saat ia mencoba melarikan diri jika ia terbangun nanti.

Gadis itu menggeliat tiba-tiba, saat merasa dingin menghampiri tubuhnya. Seperti tersentak oleh satu hal, ia terbangun dan hendak duduk. Namun, rantai itu membuatnya kesusahan.

"Bedebah! Siapa yang berani merantaiku seperti ini," gumamnya yang kini mengeluarkan kekuatan magmanya untuk membakar rantai tapi tak berpengaruh sama sekali. Seolah rantai itu telah terlapisi dengan syihir.

"Kau tidak akan bisa melepaskannya." Seseorang datang membuatnya cukup terkejut.

Sesosok pria bertudung itu lagi dan tentu membuat gadis ini sangat marah.

"Kenapa? Kau marah? Puteri Xena dari kerajaan Volcan atau Puteri Xena sang Gnereid?" ucapnya dengan sinis.

-Tbc-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top