/7/
"Masih inget gue?"
Suara itu membuat Ghana sontak melebarkan matanya dan kedua tangannya terkepal erat. Dengan jantung yang berdegup kencang, Ghana bertanya, "Mana Rando? Kenapa hape dia bisa ada di lo?"
Terdengar suara tawa dari seberang sana yang membuat Ghana semakin panik. Keringat membasahi tubuh cowok itu. "Ghana, Ghana," ucap Zafran pelan. "Kalo lo mau temen lo baik-baik aja, gue saranin lo besok ketemuan sama gue, terus kita buat kesepakatan. Gimana?"
"Brengsek! Di mana Rando sekarang?! Jawab!" bentak Ghana.
"Gue akuin lo pinter juga ya, sampai-sampai ada anak sekolah gue yang mau jadi bawahan lo. Hebat, hebat," kekeh Zafran. Namun beberapa saat kemudian tawanya berhenti. "Tapi sayangnya lo nggak cukup pintar untuk membuat bawahan lo nggak ketangkap basah sama anak-anak gue."
Gigi Ghana bergemeletuk menahan amarah dan rahangnya mengeras. Cowok itu tidak menjawab apa-apa karena semua yang dikatakan Zafran benar adanya.
"Oke, oke, gimana kalo gue kasih kesempatan buat lo selamatin temen lo sendiri? Dalam 24 jam, kalo lo nggak berhasil sampai di sini, temen lo bakal kita habisin. Setuju?" tanya Zafran dengan nada merendahkan. Rasanya, Ghana ingin sekali melempar Zafran ke sungai seandainya cowok itu berada di hadapannya.
"Tapi kalo gue berhasil?" tanya Ghana, masih dengan nada yang tajam.
"Temen lo bebas, dan ... gue beserta anak-anak gue akan mengakui kedaulatan sekolah lo."
Ghana terdiam cukup lama sebelum akhirnya ia berkata, "Gue pegang kata-kata lo. Deal." Dan setelah itu, Ghana langsung mematikan sambungan telepon dan menghubungi Refo yang sedang berlarian di koridor rumah sakit bersama Edo. Refo yang menerima panggilan dari Ghana lantas berhenti berlari dan mengangkat telepon dari cowok itu. "Ref, gue butuh lo buat cari lokasi Rando sekarang," ucap Ghana sambil melangkahkan kakinya cepat untuk mencari taksi yang lewat.
Dan Refo yang berada di seberang sana lantas bergumam, "Sial."
***
22 jam kemudian.
Gina beserta Fanya dan Naufal sedang dalam perjalanan menuju sebuah tempat yang telah diberitahu oleh Refo dua jam yang lalu. Gina yang duduk di kursi penumpang terus-menerus menjentikkan kuku-kuku jarinya, pertanda bahwa dirinya sedang dilanda kegelisahan yang luar biasa. Jantungnya berdegup tidak karuan dan matanya terus melihat ke arah jalanan, berharap mereka cepat sampai di tujuan. Gina takut. Ia panik. Bagaimana kalau tempat itu benar-benar berbahaya seperti yang telah dikatakan Refo? Bagaimana jika sesuatu terjadi pada Ghana? Ia belum bertemu dengan cowok itu selama beberapa hari, dan ia tidak ingin hari ini menjadi pertemuan terakhirnya. Dan di dalam diam, Gina terus berharap kalau semuanya akan baik-baik saja.
Gina hanya ingin lekas bertemu Ghana.
***
Beberapa saat kemudian, mereka sampai di tempat yang ingin mereka tuju. Tempat itu tampak sedikit seram karena banyak pepohonan lebat di sekitar mereka. Naufal melihat ke sekeliling, lalu menoleh ke belakang, bertanya pada Fanya, "Ini bener tempatnya?"
Fanya mengangguk sambil memperbesar gambar peta yang terdapat di ponselnya. "Bener, kok. Gue udah ngetik nama tempat dan alamatnya sesuai. Emang di sini tempatnya."
Naufal menghela napas berat dan kembali menghadap ke depan. Cowok itu kemudian menoleh ke samping, melihat Gina yang sedang menunduk sembari mengulum bibirnya. "Emangnya lo harus sampai sejauh ini, apa?"
Gina menoleh dengan wajah yang cemas, kemudian berkata, "Kalo alasan dia menghilang adalah karena hal ini, gue harus tau kenapa, Fal." Gina terdiam sebentar sebelum akhirnya melanjutkan, "Gue cuma nggak mau kehilangan dia lagi."
"Ya tapi gimana kalo di dalem sana bahaya? Gimana kalo lo sampe kenapa-napa?" cecar Naufal lagi. Cowok itu kini memutar sedikit tubuhnya ke arah Gina.
"Ya—ya gue nggak tau!" jawab Gina dengan napas yang putus-putus. "Otak gue udah nggak bisa mikir lagi, Fal. Gue cuma nggak mau dia kenapa-napa. Cuma itu."
Mendengar Gina berbicara dengan nada tinggi seperti itu, Naufal lantas terdiam dan menatap Gina cukup lama. "Tapi gue juga nggak mau lo kenapa-napa, Gina."
Pelan-pelan, Gina mengangkat wajahnya dan menatap mata Naufal. Ada sebersit rasa takut di sana, meskipun Gina tidak tahu karena apa dan untuk apa. Apakah Naufal benar-benar peduli padanya? Apakah ... Naufal juga sedang takut kehilangannya? Tapi ... kenapa?
Tiba-tiba saja, Fanya yang duduk di kursi belakang berdeham pelan setelah menyaksikan adegan yang cukup dramatis di hadapannya. Setelah memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya, ia bertanya, "Jadi turun nggak?"
"Jadi," jawab Gina, kemudian melepas sabuk pengamannya dan membuka pintu di sampingnya. Naufal juga melakukan hal yang sama. Cowok itu mematikan mesin mobilnya, melepas sabuk pengamannya, lalu turun dari mobil.
Tempat yang mereka cari sedari tadi ternyata adalah sebuah bangunan tua yang tak terawat. Beberapa bagian dari bangunan tersebut tampak karatan dan lapuk karena termakan oleh usia. Banyak juga kaca jendela yang pecah dan tiang-tiang yang rubuh. Jika dilihat dari bentuk bangunannya, tempat ini seperti sebuah pabrik yang sudah lama tidak terpakai. Halaman luarnya tampak kotor karena dihiasi oleh dedaunan kering yang jatuh serta sampah-sampah plastik. Mungkin karena letaknya yang jauh dari jangkauan masyarakat, tempat ini menjadi tak terurus dan terasa sangat sepi. Tanaman-tanaman liar dan pohon-pohonnya saja dibiarkan tumbuh lebat seperti ini. Gina jadi semakin penasaran. Sebenarnya, apa yang dilakukan Ghana dan teman-temannya di tempat terpencil seperti ini?
Dengan jantung yang berdegup kencang, Gina terus berjalan dengan langkah yang dipercepat. Hatinya mengatakan kalau sesuatu yang buruk akan terjadi, dan ia harus segera mencegah hal buruk itu. Ia berulang kali berusaha menelan salivanya, pertanda bahwa ia sedang gugup. Namun ketika ia sudah mendekati pintu masuk, langkah kakinya terhenti. Peluh membasahi seluruh tubuh gadis itu dan jantungnya masih berdegup kencang. Fanya sudah berada di depan pintu masuk dan bersiap-siap membuka kenopnya. Gadis itu hanya menunggu Gina datang menghampirinya. Namun sebelum Gina mulai melangkahkan kakinya lagi, pundaknya ditahan oleh seseorang yang membuat Gina langsung menoleh ke belakang.
"Gin," panggil orang itu. Napasnya sudah tidak teratur lagi. "Tolong janji satu hal sama gue," ucap Naufal. "Lo harus baik-baik aja."
Napas Gina juga sudah putus-putus sekarang. Gadis itu bahkan sudah hampir menangis karena dirinya sedang dilanda kepanikan yang luar biasa.
"Cuma lo yang gue punya sekarang. Tolong jangan buat gue ngerasa kehilangan lagi," lirih Naufal.
Ketika Gina mendengar hal itu, napasnya yang tadi memburu kini perlahan-lahan kembali normal. Gina maju selangkah untuk mendekati Naufal, kemudian berkata, "Fal—"
Di saat itu juga, suara tembakan tiba-tiba terdengar. Gina yang tersentak lantas berbalik dan berlari menghampiri Fanya yang sudah membuka pintu masuk. Kedua gadis itu beserta Naufal kemudian masuk ke dalam bangunan tersebut dan mulai mencari sumber suara. Mereka kemudian melihat sebuah cahaya di ujung ruangan. Pelan-pelan, mereka menghampiri cahaya tersebut dan bersembunyi di balik tumpukan kotak-kotak kayu yang berada di dekat sana.
Mata Gina mendelik sempurna ketika ia melihat Ghana berada di sana. Cowok itu terluka. Wajahnya babak belur dan pakaiannya kotor. Beberapa bercak darah juga terdapat di seluruh tubuhnya. Gina menutup mulutnya menggunakan kedua tangannya. Matanya berkaca-kaca dan air mata turun membasahi pipinya. Ghana ... cowok itu menghilang karena ini? Apakah dia sudah gila? Beberapa teman cowok itu bahkan sudah terkapar tak berdaya di lantai. Gina juga melihat Rando, teman sekelasnya sendiri, diikat di ujung ruangan dengan kepala yang berdarah.
Sebenarnya, apa yang terjadi di sini? Apa yang dilihatnya? Gina sama sekali tidak mengerti. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Apakah ia harus melapor polisi? Gina sejujurnya sangat takut. Namun di tengah ketakutannya itu, matanya tiba-tiba saja melihat seseorang di ujung ruangan yang sedang mengarahkan pistolnya ke arah Ghana. Gina yang terkejut lantas melihat ke arah Ghana yang sedang berusaha untuk berdiri dan menghadapi lelaki yang berada di hadapannya, lalu langsung berlari ke arah cowok itu sambil berkata, "GHANA AWAS!!!"
Dan setelah itu, bunyi peluru yang dilepaskan terdengar, bersamaan dengan tubuh Gina yang terjatuh ke lantai.
Lalu, semuanya gelap.
***
HAI GAES AKU BALIK LAGI!!! Jadi kayaknya mulai sekarang aku cuma bakal update hari Senin-Jumat aja yaa, weekend gabisa karena aku juga mau jalan-jalan HAHAHAHA. Jadi gimana? Partnya cukup menegangkan ga?😂😂 semoga kalian penasaran ya WKWKWKWK
oke deh sekian. Jangan lupa vote dan komen yaa makasihh♥️
Love, Lis.
17 Desember 2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top