/4/

            Hujan sudah mulai reda ketika Gina dan Fanya sampai di kafe dekat rumah mereka. Setelah memarkirkan motornya, Gina menyusul Fanya yang sudah terlebih dahulu masuk ke dalam, lalu bertanya, "Lo mau pesen apa?"

"Lo yang bayar kan?" tanya Fanya. Mereka berdua kini sama-sama memakai jaket dan topi, tapi bedanya adalah rambut Fanya dikuncir satu, sementara Gina tidak.

"Iye, cepetan," jawab Gina.

Fanya melihat-lihat sebentar, lalu berkata, "Hot chocolate sama red velvet-nya satu ya."

"Sama matchalatte satu. Yang anget ya. Makasih." Gina tersenyum, lalu membayar pesanan mereka berdua di kasir. Setelah itu, ia membawa pesanan mereka ke tempat duduk yang sudah terlebih dahulu dibooking Fanya.

"Tumben lo ngajak gue ke kafe. Ada apaan?" tanya Fanya setelah Gina duduk di hadapannya.

"Ya nggak pa-pa, lagian juga kasian gue liat lo stress gitu belajar Kimia sampe pingsan di meja," kekeh Gina sembari mengeluarkan pesanan mereka dari nampan, kemudian menggeser nampannya ke meja lain.

"Ya lo mah enak, pinter, jadinya nggak usah stress-stress. Lah gue?" Fanya menyesap hot chocolate-nya pelan-pelan sambil melihat ke luar jendela.

Gina terkekeh pelan. "Ya nanya ke gue aja kapan-kapan kalo nggak ngerti. Kamar gue kan di seberang kamar lo, Nya. Bukannya harus melewati gunung dan lembah dulu."

"Hmm," jawab Fanya.

"Lain kali kalo udah capek jangan dipaksain. Istirahat dulu aja bentar baru lanjut lagi. Kayak nggak punya kasur aja ampe tidur di meja," lanjut Gina.

"Iya," jawab Fanya lagi.

"Lo kenapa dah? Lagi dapet? Kok bete gitu kayaknya?" tanya Gina sesudah menyadari perubahan mood Fanya. Ya memang sih Fanya biasanya jutek, tapi nggak sejutek dan segalak ini. "Atau lidah lo kebakar gara-gara minum hot chocolate jadinya susah ngomong?"

"Kak," panggil Fanya dan membuat ocehan Gina terhenti. "Lo ... beneran udah punya cowok, ya?"

Gina sedikit terkejut saat mendengar pertanyaan Fanya barusan. Ni anak kok tiba-tiba nanya begini dah? Dia tau dari mana emangnya?

            "Dia ... yang kasih lo boneka beruang super gede itu, kan?" lanjut Fanya lagi.

            Mulut Gina sedikit ternganga dan dahinya mengerut. "Wait. Why are we talking about this? I mean like, lo tiba-tiba secara random nanyain gini tuh kenapa?"

            "Kak, bisa nggak sih jawab aja?" ketus Fanya. "Dia juga, kan, yang anterin lo pas pingsan?"

            Mulut Gina kini kembali mengatup dan jantungnya berdegup kencang. Bukan karena ia ketahuan kalau sudah punya cowok, namun karena diri Ghana yang disebut-sebut oleh Fanya. Gina sudah tidak bertemu cowok itu beberapa hari, dan rasanya, saat seseorang menyebut diri Ghana, ia jadi semakin rindu kepada cowok itu. Gina terdiam sebentar sambil memainkan kesepuluh jarinya yang tertaut di atas meja. Dadanya terasa sedikit sesak saat mengetahui bahwa cowok itu, Ghana, bahkan belum mengirimkannya pesan sampai kepada detik ini. Dengan dirinya yang tidak mengetahui keberadaan Ghana, apakah ia masih bisa disebut sebagai kekasih cowok itu?

            "Lo ... liat ya?" tanya Gina setelah beberapa detik terdiam. "Gue bahkan udah nggak liat dia lagi sejak saat itu," lanjut Gina sambil menunduk ke bawah. Gadis itu mengulum bibirnya, kemudian melihat ke arah lain. Ke arah manapun selain ke arah Fanya. Gina lalu tertawa parau. "Yah ... dia ngilang. Dia nggak chat gue, dia nggak telpon gue, dan gue nggak tau dia di mana sekarang."

            Fanya kini tidak tahu harus merasa apa. Apakah ia harus merasa senang karena sepertinya hubungan Ghana dan Gina hampir kandas? Ataukah ia harus merasa sedih karena kakaknya itu sedang dilanda kegalauan yang luar biasa?

            "Maaf gue jadinya curhat," ucap Gina tiba-tiba dan kembali memasang senyumnya. "Lo mau pulang sekarang nggak? Kayaknya udah mau ujan lagi."

***

            Perkiraan Gina benar. Hujan deras turun lagi ketika ia dan Fanya sampai di rumah. Gina dan Fanya sama-sama naik ke lantai dua, lalu berpisah di depan pintu kamar masing-masing. Sebelum Gina masuk ke kamarnya, gadis itu sempat berkata, "Inget ya kalo ada yang nggak ngerti, tanya gue aja." Baru setelah itu ia membuka pintu kamarnya. Namun ketika ia baru saja ingin masuk ke dalam kamarnya, seseorang tiba-tiba saja memeluknya dari belakang dan membuat Gina terkejut. Gadis itu menoleh ke belakang lagi dan mendapatkan Fanya sedang memeluknya erat sambil menangis.

            "Nya? Lo kenapa?" tanya Gina panik. Tidak biasanya Fanya memeluknya sambil menangis seperti ini. Peluk aja jarang, apalagi sambil nangis-nangis. "Kimia lo sesusah itu ya emangnya?"

Fanya menggeleng dan membuat Gina bingung.

            "Ya terus kenapa?" Gina membalikkan badannya, sehingga kini ia juga dapat memeluk Fanya. "Cerita aja nggak pa-pa."

            "Maafin gue, ya," isak Fanya. Gina mengerutkan dahinya.

            "Maaf kenapa dah? Perasaan lebaran masih lama." Gina menoleh sedikit untuk melihat wajah Fanya, tetapi wajah gadis itu terbenam di pundak Gina.

            "Ya maaf aja. Buat semuanya," ujar Fanya, dan Gina yang masih bingung hanya membalas gadis itu dengan pelukan. Beberapa saat kemudian, setelah merasa lebih tenang, Fanya akhirnya melepas pelukannya dan menghapus jejak air matanya. Dengan suara yang masih serak, ia berkata, "Lo bisa ... ajarin gue Kimia nggak?"

***

            Satu jam sudah berlalu dan Gina masih sibuk mengajari Fanya di kamarnya. Untungnya penjelasan Gina mudah dipahami, sehingga materi yang diajarkan oleh gadis itu bisa cepat masuk ke otak Fanya. Dan setelah mengerjakan beberapa latihan soal, mereka akhirnya beristirahat. Fanya berguling-guling di atas tempat tidur Gina, sementara Gina hanya memainkan ponselnya.

            "Kak, lo tau nggak?" ucap Fanya yang sedang tiduran menghadap ke langit-langit.

Gina lantas menjawab, "Apa?"

"Gue ... pernah naksir sama cowok lo," lanjut Fanya dan membuat Gina sedikit terkejut.

            Gina menaikkan satu alisnya. "Ghana?"

            Fanya mengangguk. "Ya sebenernya itu hal yang umum, sih, karena emang banyak banget yang suka sama dia. Dia ganteng, keren, dan ... baik." Fanya tersenyum ketika menceritakan hal itu. Ia lalu menoleh ke arah Gina. "Dan lo tau? Dia pernah nolongin gue waktu disirem air sama kakak-kakak kelas. Dia yang kasih jaketnya ke gue waktu itu."

            Gina mengangguk-angguk. Ia ingat kalau Fanya pernah pulang membawa jaket seseorang yang ia kenal, dan ternyata jaket itu adalah jaket  Ghana. Pantas saja terlihat familiar.

            "Sejujurnya gue nggak ngerti kenapa dari sekian banyaknya cewek yang dia kenal, dia milih lo. Maksud gue kayak, banyak cewek yang lebih cakep dari lo, dan ... kenapa harus lo, gitu?" Senyuman Fanya kini sedikit memudar. Tatapannya masih tertuju kepada langit-langit kamar Gina yang dicat putih. "Ya gue juga sempet kesel sama lo karena ternyata Ghana milih lo—meskipun gue sebenernya juga nggak berharap banyak-banyak amat, sih—tapi ya, gue kesel. Kayak, apa sih bagusnya dari lo? Apa coba menariknya?"

            Gina melempar bantal di dekatnya ke wajah Fanya saat mendengar hal itu. "Eh lo ngomong kayak gitu kayak gue nggak ada bagus-bagusnya tau nggak?"

            Fanya tertawa. "Ya tapi itu pas gue masih belom mikir jauh, okay? Tapi setelah gue pikir-pikir ... gue akhirnya ngerti kenapa Ghana milih lo."

            Gina kini ikut-ikut tiduran di samping Fanya dan bertanya, "Kenapa?"

            "Ya mungkin karena dia menemukan sesuatu dalam diri lo yang nggak bisa dia temukan di dalam diri orang lain. Dan bagi dia, itu adalah hal yang spesial," jelas Fanya sambil tersenyum. Gina ikut tersenyum saat mendengar hal itu. "Lo beruntung, Kak." Fanya menoleh ke arah Gina, lalu melanjutkan, "Dan lo pantas mendapatkannya."

            Gina yang sudah lupa dengan tujuan awalnya itu tersenyum, kemudian berkata, "Thanks."

            Setelah terdiam sebentar, Fanya tiba-tiba berkata, "Kata lo, Ghana nggak ada ngabarin lo?"

            Gina mengangguk.

            "Lo udah nanya ke temennya?"

            "Belom."

            "Mau gue bantu tanyain?" Dan pada saat Fanya berkata seperti itu, senyuman Gina merekah sempurna.

            Ah, Semesta memang baik.

***

            "Kata temennya Ghana, Ghana juga nggak masuk sekolah kemaren." Kalimat itu Gina lontarkan kepada Naufal pada saat mereka sedang istirahat di kelas. Leah sih sedang belanja di kantin karena katanya ia tidak ingin mengganggu pembicaraan Gina dan Naufal.

            "Trus? Temennya udah coba hubungin?" tanya Naufal.

            Gina menggeleng. "Pas gue nanya gitu dia baru coba hubungin, tapi katanya nggak diangkat."

            Naufal berdecak pelan. "Beneran niat ya ngilangnya."

            "Terus gue harus gimana dong? Ke rumahnya langsung aja kali ya?" tanya Gina dengan wajah yang khawatir.

            "Emang lo tau?"

            "Ya kan bisa nanya sama temennya."

            "Temennya bisa dipercaya?"

            "Bisa lahhh."

            "Mau pergi sama siapa lo emang?"

            "Sama ... lo?" jawab Gina ragu-ragu. "Ya gue tau lo pasti nggak bolehin gue kalo gue pergi sendiri, makanya lo aja yang temenin gue. Yayaya?" pinta Gina.

            Naufal menghela napasnya berat. "Mau pergi kapan lo emangnya?"

            "Hari ini—eh jangan besok ada ulangan Bio, gue mesti belajar. Jadi ya paling besok atau lusa. Tergantung kapan temennya kasih, sih."

            Naufal menggangguk. "Iye, yaudah."

            Gina tersenyum lebar sembari menepuk kedua tangannya. "Emang ya beruntung banget gue punya sahabat kayak lo. Temenin gue ke kantin, yuk! Gue laper." Dan setelah itu, Gina berjalan terlebih dahulu ke luar kelas, meninggalkan Naufal sendiri dengan rasa yang menyeruak di dadanya.

Sebenarnya ... Naufal harus bagaimana?

***

Part ini sisterhood bgt ga sih? wkwk btw ada yang ngerti ga kenapa Fanya minta maaf? tadi sebenernya aku udah nulis dialog antara Fanya dan Gina panjang x lebar buat jelasin kenapa Fanya minta maaf, tapi aku apus lagi karena merasa kalau dialognya terlalu lebay dan bertele-tele banget, jadi ya aku buatnya kayak gitu aja hehehe. coba dong yang ngerti komen si Fanya minta maaf kenapa biar aku tau seberapa banyak yang konek😂

anyway, jangan lupa vote dan komen ya! thankyou!♥️

(btw Naufal kasian di sini :")

love, lis.

12 Desember 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top