༄ Пятая страница ༄
⚠️ Slight warning: Harsh words. You have been warned. ⚠️
✧˖*°࿐
Sudah sebulan semenjak kejadian di rumahnya. Sejak saat itu lelaki bersurai gelap ini tidak pernah melihatmu. Dia tidak pernah lagi melihatmu masuk dari pintu depan dengan santai seolah masuk ke flat bibimu. Kamu tidak pernah lagi datang membawa makanan atau kudapan seperti biasanya. Cangkir khusus untukmu masih tersimpan dengan rapih di rak piringnya, mungkin sudah mulai berdebu karena kamu tidak pernah datang lagi.
Fyodor tidak mau mengakui kalau rumahnya terasa sangat sepi.
Mungkin dia sudah keterlaluan. Atau mungkin dia terlalu cepat mengatakan kenyataan. Wajah ketakutanmu kala itu membuatnya tidak nyaman. Selama bersamamu ada satu perasaan aneh yang mengganjal. Fyodor sadar kalau sebenarnya dia jatuh hati, tapi dia juga sadar egonya terlalu tinggi. Dia tidak mau menyatakannya kepadamu, dia menyimpanmu bersamanya, memanfaatkan keadaan sakit Anemia miliknya kala itu untuk membuatmu makin perhatian terhadapnya.
Fyodor selalu memainkanmu di antara jemarinya. Dia selalu merasa seperti bermain catur dengan kamu sebagai bidaknya. Dia tahu kamu menyukainya, dan dia tahu kamu tidak akan melepaskannya. Jadi, dengan liciknya dia memancingmu, menahanmu bersamanya. Fyodor tidak pernah merasa begitu dicintai, begitu puas. Hanya dengan kata-kata dan tindakan. Dia tidak perlu mengambil keperawananmu untuk membuatmu tinggal, dia cukup berkata bahwa dia membutuhkanmu maka kamu akan datang.
Kamu terlalu baik, dan kebaikanmu menyiksanya. Fyodor sadar dia bukanlah orang baik. Apa yang dia rencanakan dibalik berjam-jam lamanya di depan komputer bukan hal yang heroik. Bisa dibilang keji, dia ingin menghancurkan hidup hampir 100 juta jiwa di Negara dengan nama berbeda. Kamu tidak tahu, kamu tidak pernah tahu, dan Fyodor tidak akan membiarkanmu tahu. Tapi karena secarik kertas Koran, beberapa baris kata berita, semuanya terkuak.
Tentu saja kamu belum tahu kalau dia bisa membunuh hanya dengan satu titik sentuhan fisik. Fyodor yakin kamu berpikir kalau dia membunuh seperti pembunuh biasanya, dengan pisau, pistol, racun, atau apa pun itu. Dia bisa merasakan rasa aneh menjalar di dadanya begitu melihatmu menendangnya menjauh dan berlari keluar, bahkan tidak melihat ke belakang untuk memastikan seperti biasanya.
Kalau kata salah satu temannya itu dinamakan Patah hati. Tapi Fyodor tidak yakin jika yang dirasakannya adalah patah hati karena dia belum pernah merasakan jatuh hati sebelumnya. Selama ini dunia nya hanya berporos kepadamu, sesosok teman masa kecil yang tidak pernah disentuhnya.
Karena dia takut akan menyakitimu. Dia tidak mau membunuhmu. Dan kamu tidak pantas untuk dibunuhnya.
Uap dingin ia hembuskan, kepala yang tertutup Ushanka putih ia dongakkan. Kelap-kelip malam diiringi turunnya salju menghiasi mata. Tapi Fyodor harus jujur, Moscow tidak seindah dulu. Dia masih tidak terbiasa dengan banyaknya manusia di jalanan.
Fyodor menutup jendela kabinnya. Memutuskan untuk kembali menulis surat karena kepalanya sudah kembali jernih. Fyodor mengambil pena, menggoreskan tinta hitam ke kertas berwarna putih bersih, Fyodor tersenyum kecil, menulis awalan suratnya. Untuk temanku tercinta, [Name] [Lastmame] di St. Petesburg sana.
✧˖*°࿐
Untuk temanku tercinta, [Name] [Lastname] di St. Petersburg sana.
Bagaimana perasaanmu sesaat menerima surat ini? Senang? Takut? Marah? Bingung? Mengenalmu, sepertinya kamu akan merasakan keempat emosi itu.
Aku disini, di jantung kota Rusia. Moscow. Salju disini terasa lebih menumpuk ketimbang St. Petersburg. Tapi tidak seindah pemandangan salju yang biasa kita lihat di depan Perpustakaan.
Makanan dan barang-barang disini pun lebih mahal daripada di kota kecil tempat kita tumbuh bersama. Beberapa restoran tidak bisa menyingkirkan kacang dari menu mereka, sehingga aku mau tidak mau harus memasak sendiri. Buku resep darimu menyelamatkanku kali ini.
Kamu pasti bertanya-tanya. Mengapa aku ada di Moscow? Untuk apa aku pergi ke Moscow? Kamu pasti belum tahu kalau rumahku sudah kosong selama berhari-hari. Ah, kamu bisa mengambil cangkir milikmu. Kuncinya ada di tempat biasa.
Surat ini terdengar tidak masuk akal dan acak-acakan. Ini karena aku baru saja menghabiskan dua botol Vodka yang dijual oleh beberapa Swalayan disini. Tapi [Name], aku ingin surat ini segera sampai kepadamu. Karena aku ingin kamu tahu bahwa aku baik-baik saja. Dan aku ingin tahu apakah kamu baik-baik saja, meskipun mungkin jika suratmu tiba ke Kabin, aku sudah tidak lagi berada di Russia. Tapi setidaknya aku tahu kamu masih dapat membalas suratku.
Sebentar lagi akhir tahun, akan ada kembang api. Akan menyenangkan jika berjalan-jalan di depan Cathredal dan menghitung mundur waktu sebelum tanggal 1 Januari. Aku tidak terlalu suka kerumunan, jadi aku memilih untuk menikmatinya dari kabin saja. Aku akan berubah pikiran jika kau yang mengajak. Ahahaha. Aku selalu punya waktu untukmu.
Sepertinya aku kembali berbicara atau menulis yang tidak-tidak. Akan aku akhiri suratku sampai disini. Sampai bertemu kembali [Name].
- Fyodor Dostoevsky -
✧˖*°࿐
Sesuai dugaannya, surat itu sampai kepadamu.
Amplop berwarna putih bersih dengan prangko dan tulisan tangannya sampai ke depan flat bibimu tanpa hambatan. Keadaannya mulus, bersih, tanpa coretan tambahan. Bentuknya persis seperti keadaannya saat dikirim. Surat itu tertiban dengan beberapa surat lainnya dari klien bibimu, tapi amplop putih diantara coklat selalu terlihat mencolok bukan? Karena itu kamu langsung menariknya, alih-alih menemukan surat romansa dari Tarkov di ujung jalan, kamu malah menemukan surat yang dikirim untukmu. Dari temanmu, yang sesuai dengan suratnya, sedang berada di Moscow sana.
Suratnya sangat aneh. Berantakan. Tidak masuk akal. Topiknya pun loncat kesana-kemari. Mungkin Fyodor memang sedang mabuk saat menulisnya. Atau mungkin dia sekedar ingin menjahilimu saja. Fyodor tipikal teman setan yang sangat gemar menjahili atau memancing emosi. Tapi dari bahasa suratnya, dia terkesan terlalu sopan untuk sekedar menjahilimu.
"Kalau orang mabuk biasanya lebih jujur," kata Bibimu saat kamu tanya pendapatnya.
Tapi apa yang dia katakan secara jujur? Suratnya terlihat seperti keanehan belaka. Tidak ada unsur kejujuran sama sekali. Mungkin dia jujur kalau dirinya payah jika sedang mabuk. Tapi itu kenyataan, tanpa diberitahu pun kamu sudah tahu, mengingat pesta akhir tahun Kuliah kalian. Fyodor mabuk dan muntah di pohon dekat air mancur. Tidak ada yang tahu tentunya, hanya kamu dan salah satu guru perpustakaan.
Suratnya seperti memancingmu untuk menyusul. Entah benar, entah karena kamu penasaran. Yang jelas saat pagi mendatang, kamu selesai mengemasi barang-barang. Bibimu mengantarkanmu sampai stasiun. Dan kamu, dengan ringannya masuk ke gerbong kereta yang akan mengantarkanmu ke jantung kota Russia.
✧˖*°࿐
Fyodor bangun dengan kepala berdengung tidak nyaman. Dia tertidur di atas meja belajar kecil yang tersedia di kabin. Gelas berisi vodka masih tersisa setengahnya. Ushanka putihnya sudah tergeletak di bawah. Fyodor mengerutu pelan. Biasanya dia kesulitan tidur, tapi kali ini dengan mudahnya dia tertidur setelah mengirimkan surat kepadamu dan mabuk-mabukkan dengan tiga botol vodka. Pria berambut gelap itu bangun dari posisi tidak nyamannya, berjalan menuju bilik kamar mandi di dekat dapur kabin.
Salju sudah berhenti turun, meninggalkan jejak putih menumpuk hampir di seluruh Russia. Akan menjadi pekerjaan baru baginya untuk mengeruk Salju di depan kabin. Fyodor mencuci muka dengan air seadanya. Beruntung kabin dengan harga murah ini memiliki saluran air panas di dalamnya. Dia tidak perlu susah-susah menunggu air masak.
Pintu kabinnya diketuk. Ketukannya tidak berirama. Seperti ada seseorang yang ingin mendobrak masuk ke dalam kabinnya. Fyodor tentu kenal ketukan ini. Sama seperti irama ketukanmu saat dia ogah-ogahan bangun di pagi hari. Tapi Fyodor bukan pengharap, dia tahu itu adalah ketidakmungkinan pasti. Kamu sedang berada di St. Petersburg sana. Tidak mungkin bisa sampai ke Moscow dalam waktu dekat kecuali memakai kereta pagi buta.
Fyodor membuka kunci serta selot pintu kabinnya dengan malas-malasan. Sebenarnya enggan menerima tamu. Dia ingin menghabiskan hari terakhir sebelum berangkat dengan mempersiapkan rencananya matang-matang di Kabin. Fyodor pun memutar kenop pintu. Alih-alih menemukan Kakek Tua dari Kabin seberang atau tamu tidak diundang, dia malah melihat pucuk kepalamu bergetar kedinginan.
Kamu mengangkat kepala, menatap iris violet yang sedikit mengecil karena keterkejutannya. Fyodor diam di depan pintu Kabin—di depanmu. Seperti sedang mencerna atau memastikan apakah orang di hadapannya benar kamu atau bukan.
"Kenapa kamu disini?"
Dari sekian pertanyaan dan kata-kata di benaknya, Fyodor mengeluarkan pertanyaan paling bodoh. Dia tentu tidak bisa terang-terangan berkata bahwa dia senang melihatmu berdiri di depan pintu Kabinnya. Kegirangan yang dia sembunyikan dalam-dalam karena dia tahu akan terjadi kesalahan jika ia mengeluarkannya. Tapi gejolak di hatinya tidak bisa dikhianati pun disembunyikan. Dia bisa merasakan jantungnya berdetak begitu cepat, sensasi yang sama ketika ia akan membunuh musuh. Sebuah emosi bernama kesenangan.
"Kau yang mengirim surat duluan dasar bodoh."
Kamu pun sama bodohnya. Di benakmu ada begitu banyak ucapan dan pertanyaan untuk sang lelaki beriris violet di hadapanmu. Tapi kamu memilih untuk mengejeknya. Tidak ingin berpikir bahwa kamu benar-benar menyusulnya hanya karena sebuah surat. Padahal kamu tahu, dengan berdirinya dirimu di depam Kabin pukul enam dini hari sudah membuktikan kalau kamu memang ingin mengejarnya.
Fyodor ragu-ragu. Haruskah dia mengajakmu masuk ke dalam Kabinnya? Akankah kamu lari atau ketakutan seperti terakhir kali kamu mengunjungi rumahnya?
Tangannya mengenggam kenop pintu kuat-kuat. Fyodor memaksakan satu senyum tipis.
"Pulang lah."
Dia mengusirmu. Dia tidak ingin kamu berada dekat-dekat dengannya. Dia ingin kamu pergi, menjauh, menghindarinya. Kalau bisa memutus kontrak antara kamu dan dia. Bertingkah seolah-olah tidak pernah mengenali satu sama lain. Fyodor bohong jika dia bilang dia tidak ingin melihatmu, dia akan berbohong jika dia bilang kamu tidak dibutuhkan lagi. Atau jika surat itu hanya kenakalannya semata.
Tapi selama ini dia hidup dalam kebohongan. Kamu hidup dalam kebohongannya. Apa ada yang bisa dipercaya lagi darinya?
"Kamu tidak akan menyuruhku pulang setelah mengirim surat berisi hal tidak penting yang membuatku naik kereta tujuan Moscow pukul empat pagi dini hari Fyodor." Ucapmu, menekuk senyum miring.
Fyodor menghela nafasnya, "Dengarkan aku [Name]—"
"No. YOU listen to ME you shithead!" Serumu, menunjuk sang pria tepat di hidungnya.
Fyodor terperangah beberapa detik. Matanya mengerjap beberapa kali, menatap jarimu yang masih berada di depan hidungnya. Dia masih tidak mempercayai fakta bahwa kamu memanggilnya dengan panggilan shithead. Pertama kali dalam hidupnya, dia mendapatimu memanggil dirinya dengan sebuah panggilan umpatan. Tentu, kalian sering bertengkar, namun tidak sekali pun kamu atau dia mengeluarkan kata-kata seperti itu. Fyodor sedikit takut. Apakah ini artinya kamu benar-benar marah kepadanya?
"You sent me that ridiculously absurd letter! I even beg my Aunt to give me payment from my pocket money just to came here! You're not going to evict me after all those things! Heck! You even asked me to watch the fireworks together!"
"True that I'm still scared. I'm so fucking scared that i thought maybe I'll piss right here and now! But I still wanted to see you! I'm still your friend! Don't you dare tell me to go home after those fucking four hours I spent on the train and two hours to find this cabin! You're not going to tell me what I should do Fyodor!"
Kamu mengambil nafas dalam-dalam,
"Don't fucking sent me a letter and gave me false hope damn it," Lanjutmu dalam bisikan pelan
Fyodor terdiam. Tangannya gatal ingin memelukmu, atau setidaknya menepuk kepalamu. Tapi nyatanya tangan pucat miliknya tetap setia menggantung di sisinya. Dia tidak bisa bertindak gegabah hanya karena emosinya. Kamu terlalu berharga, pun, dia tidak memiliki nyali untuk melakukannya. Ironis sekali. Dia sangat bersemangat untuk melaksanakan misinya membunuh orang-orang di tempat lain. Tapi menyentuhmu saja dia tidak bisa.
"....Maaf...."
Kamu melambaikan tangan beberapa kali. Fyodor kembali terperangah. Apa maksudnya kamu tidak ingin permintaan maafnya? Apa yang kamu inginkan?
Fyodor kira dia mengerti. Nyatanya dia tidak mengerti satu pun darimu. Dia bahkan tidak mengerti alasan mengapa kamu susah-susah datang menyusulnya hanya karena sebuah surat. Surat yang bahkan ia tulis saat mabuk. Padahal kamu bisa menganggapnya sebagai lelucon belaka. Nyatanya dirimu, dengan percaya dirinya berdiri di depan Kabin, memarahinya, namun kamu tidak menginginkan permintaan maafnya.
"I don't need the damn apology."
Kamu kembali menatapnya.
"At least, before you go. I want to spend some more times, as a friend. I'm still one though, right?"
Fyodor tercengang. Untuk pertama kalinya, dia tercengang. Sayang sekali wajahnya tetap kaku seperti biasa. Entah dia tercengang karena ucapanmu, atau karena keberanianmu. Dua hal itu sama saja. Kamu membuatnya terkejut dan senang di saat yang bersamaan.
Kamu pamit setelah memastikan dirinya berkata dengan lantang kalau ia berjanji akan menemuimu di depan Chapel malam nanti. Dia memperhatikan punggungmu yang kian mengecil di pandangannya. Tangannya tergerak untuk melambai kepadamu—kepada punggungmu untuk pertama kalinya.
Fyodor menutup pintu kabin. Menguncinya dengan gerakan cepat. Dia menatap langit-langit kabin yang berwarna kelam sambil berusaha untuk menyembunyikan senyum serta irama jantungnya yang berdebar-debar.
✧˖*°࿐
Maya rambles 🖋️
Hi! Akhirnya chap ini kelar yeeeyyy!!!
Last chapnya bakal aku publish antara minggu depan atau akhir Maret nanti. Maaf kalau misalnya ff ini slow update ;-; kehidupan rl kadang menjadi penghalang untuk berhalu.
Either way! Terima kasih para pembaca yang audah setia menunggu! I hope you enjoyed this chapter! Yey!
See you next week, or maybe, at the end of March!
Your honorable awkward author,
Maya Andrea
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top