[7]:Menantang:

NOVEL INI TIDAK DITULIS UNTUK DIKOMERSILKAN (DIJUAL) KARENA DAPAT MELANGGAR HAK CIPTA TOKOH

Fuze dapat dibaca gratis dan hanya dipublikasikan di Wattpad

***

Di bawah payung berwarna kuning, Sakura berjalan riang menuju kediaman Sasuke. Rintikan hujan tidak mengurungkan niat gadis itu untuk mengantarkan makanan pada pemuda pujaannya. Sasuke menyukai miso. Setiap mereka datang ke kedai Ichiraku Ramen, Sasuke selalu memesan kuah miso untuk ramennya. Pagi hari ini Sakura mendapatkan resep baru dan ibunya mengatakan bahwa kuah misonya sangat enak. Tanpa pikir panjang, Sakura membuat kembali miso untuk diantarkan ke kediaman Sasuke.

Sesekali Sakura melangkah melewati genangan air sambil bersenandung, hingga tak terasa dirinya sudah tiba di kediaman keluarga Uchiha. Sakura membuka pintu gerbang dan suara kayu terdengar nyaring. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di sekitar kediaman clan Uchiha. Banyak sekali bangunan yang dibiarkan terbengkalai, kayunya keropos serta berjamur.

Satu-satunya penghuni di kompleks keluarga Uchiha hanyalah Sasuke. Ini pertama kalinya Sakura menginjakan kaki kemari dan ia merasa kebingungan karena walaupun Sasuke tinggal di sini, tetapi tentu Uchiha Sasuke bukan tipikal orang akan membuat tanda besar di depan gerbang kompleksnya seperti: "SASUKE TINGGAL DI SINI, IKUTI PETUNJUK PANAH YANG ADA UNTUK MENEMUKAN RUMAH SASUKE."

Sakura sempat melewati rumah yang sama dua kali bahkan kembali menuju jalan gerbang utama. Tetapi kesabarannya membuahkan hasil saat menemukan sebuah tulisan kecil yang terukir di sebuah papan kayu. Fugaku. Itu nama ayah Sasuke. Sakura pun segera masuk ke dalam pekarangan rumah tersebut dan mengetuk pintu beberapa kali. Payungnya ia biarkan terbuka di dekat pintu masuk.

"Tunggu sebentar." Suara Sasuke terdengar menggema di dalam rumahnya. Sakura pun cepat-cepat merapihkan poninya yang sebelumnya sudah ia rapihkan di rumah dan membutuhkan waktu kurang lebih setengah jam.

Sasuke dengan pakaian misinya membuka pintu lantas berkata. "Aku belum siap-" Sasuke membulatkan matanya begitu mengetahui Sakuralah yang mengetuk pintunya. Ucapannya terputus dan ia menjadi diam seribu bahasa.

"Kau... mau ke mana dihari liburmu, Sasuke?" tanya Sakura.

Sasuke memalingkan wajahnya. "Harusnya aku yang bertanya, apa yang kau lakukan di rumahku pada hari libur?"

Sakura mengangkat tempat bekal berbentuk mangkuk yang sedari tadi ia pegang erat. "Aku membawakan ini untukmu."

"Kau tidak seharusnya melakukan ini untukku karena aku tidak meminta."

"Tetapi bagaimana jika aku yang menginginkannya?" Aroma kuah miso mulai tercium, menguar dari dalam tempat bekal yang bening. "Sasuke-kun, ini miso! Kesukaanmu!"

"BIsakah kau tidak terus mengangguku?" Sasuke melepaskan tangannya yang ia sandarkan pada pintu kemudian menyilangkannya di depan dada. "Apakah kau tidak menyadari tindakanmu ini bodoh, Sakura?"

Sakura tertohok, seketika semburat merah dan senyuman di wajahnya menghilang. "Apa maksudmu, Sasuke-kun? Kau mengataiku bodoh?" Sakura bersedekap, sebelum itu ia sudah menaruk tempat bekalnya di lantai teras. "Bagiku, bodoh adalah ketika kau tidak mengetahui sesuatu dan tidak mau berusaha untuk mengetahuinya. Tetapi aku, aku tahu bahwa aku menyukaimu dan aku mau berusaha mendapatkanmu."

Alis Sasuke berkerut tajam mendengar kata-kata Sakura. "Aku tidak punya waktu untuk itu. Pergilah."

Sasuke menutup dengan perlahan-lahan itu rumahnya, membuat Sakura semakin diam di tempat. Tidak. Sakura tidak kecewa. Hanya saja, Sakura menyadari bahwa Sasuke tidak seperti biasanya. Pertama, Sasuke akan pergi di hari liburnya. Kedua, Sasuke tampak sudah bersiap-siap seperti ia telah membuat janji pada seseorang. Sakura mengenal semua teman Sasuke, bahkan teman Sasuke adalah temannya juga. Tetapi Sakura tidak yakin, bahwa teman Sasuke yang satu ini adalah salah satu temannya.

"Sasuke-kun," panggil Sakura di pintu rumahnya tertutup. "Jika kau tidak punya waktu untuk menyukaiku, izinkan aku meluangkan waktuku untuk menyukaimu." Sakura menggeleng, deklarasinya belum tuntas. "Walau itu terlihat bodoh di matamu, tapi aku yakin suatu hari nanti aku bisa membuatmu menyukaiku. Bahkan kau akan menyukai kebodohanku. Aku menantangmu! Dan kita lihat siapa yang menang!"

Sakura mengembuskan napas lega. Setelah deklarasinya. Ia pun memutuskan untuk melangkah pergi, meninggalkan kotak bekalnya di depan pintu rumah Sasuke. Ia mengambil payungnya dan berjalan di bawah rintikan hujan. Sakura tersenyum, dia merasa bahwa pemilihan kata-katanya bagus. Mungkin saja Sasuke tidak mendengarnya tetapi yang tak Sakura tahu, Sasuke mendengar semua itu dengan jelas. Saat ini Sasuke terduduk lesu di balik pintu rumahnya. Memandang nanar ke arah kedua kakinya yang tidak beralas. Sakura tidak tahu, bahwa kelegaannya setelah deklarasi, menimbulkan sesak yang bergejolak di dada Sasuke.

***

Hari berganti dan tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan atau dijadikan lamunan kesedihan. Sakura tetap Sakura yang periang dan selalu berjuang demi mendapatkan perhatian Sasuke. Itulah dirinya yang kini sedang berjalan menuju kantor Hokage untuk mengambil misi terbarunya.

"Pagi, Sasuke-kun!" sapa Sakura dengan suara terimut yang ia punya. "Oh, pagi juga... Naruto." Seketika Sakura merubah suaranya menjadi datar untuk menyapa Naruto.

"Suaramu mirip seorang pria," ejek Naruto. "Terlebih rambutmu... pendek."

"Astaga! Kau tidak memperhatikan penampilanku yang feminim ini?" Sakura berpura-pura tersinggung mendengarnya. "Lagi pula, ketika rambutku pendek, aku jadi lebih enak beraktifitas."

"Coba katakan itu pada Neiji," kelit Naruto yang berusaha menyadarkan Sakura bahwa Neiji tetap lincah dengan rambut panjangnya.

Sakura mendesis. "Dan coba katakan itu pada Hinata." Mengingat bahwa Hinata mempunyai rambut yang lebih pendek dari Sakura.

"Aku keluar dahulu," ujar Sasuke yang langsung saja meleos pergi. Biasanya jika Sakura dan Naruto sedang berdebat, Sasuke hanya terdiam menyaksikan perdebatan keduanya. Sesekali mengejek Naruto dengan sebutan bodoh atau mengatakan berisik kepada Sakura.

Tetapi sebelum Sasuke menjauh, Sakura pun menghadangnya dari depan. "Ah, kau mau ke mana? Mencari angin segar? Kurasa Kakashi-sensei akan segera datang untuk memberikan kita misi, sabar sebentar ya," bujuk Sakura.

"Enyahlah dari pandanganku," ujar Sasuke yang langsung saja dibalas dorongan dari Naruto.

Tidak hanya mendorong, Naruto juga menarik krah Sasuke sangat kencang. "Jaga bicaramu, DOBE!" bentaknya. "Jangan lampiaskan hari-hari burukmu kepada, Sakura! Dia tidak bersalah! Uruslah sendiri hari burukmu."

Hampir-hampir saja Sasuke terbawa emosi. Tangannya mengepal kuat dan matanya menatap tajam Naruto. Tetapi Sakura yang peka akan kondisi pun, segera menurunkan cengkraman tangan Naruto dari krah baju Sasuke. Ia juga meraih kedua pundak Sasuke dengan lembut. Seketika kepalan tangan Sasuke mengendur, tatapan tajamnya meneduh melihat manik hijau terang Sakura.

"Sudahlah, kalian tidak perlu bertengkar. Jangan mencari gara-gara di kantor Hokage," ujar Sakura menengahi.

Naruto berdecak sebal. "Hei, Sakura! Kau selalu saja membela Sasuke apa pun yang terjadi! Bahkan sekali pun dia memperlakukanmu dengan jahat! Jangan membiarkan orang lain memperlakukanmu seenaknya walau kau sangat menyukainya. Jangan menjadi bodoh!"

"Siapa kau bilang bodoh?!" sentak Sasuke yang langsung saja melayangkan tinjunya pada Naruto. Kemudian, semuanya menjadi runyam. Keduanya saling beradu jotos dan tidak terkendali.

Orang-orang yang berada di sekitar mereka tidak ada yang berani mendekat. Siapa yang ingin melerai anak monster dan juga anak terakhir keluarga pembunuh? Jelas itu yang terpikirkan oleh mereka. Tetapi dengan beraninya, Sakura melangkah maju. Mencoba taijutsu-nya yang masih lemah untuk menghentikan tinjuan Sasuke. Tinju Sasuke berhasil terhalang, terhalang oleh pipi Sakura. Sasuke seketika terdiam. Serangan brutalnya pada Naruto terhenti saat melihat Sakura terjatuh akibat pukulannya.

"Sakura!" teriak Naruto yang cepat-cepat membantu Sakura bangun. "Lihat ulahmu, Sasuke!" Naruto menunjuk Sasuke tajam. "Dia tidak seharusnya mendapatkan ini darimu!"

Sebelum Sasuke dan Naruto saling menunjukan ninjutsu mereka di kantor Hokage, Kakashi pun menghantam kepala Naruto dan Sasuke. Gerakan Kakashi sangat cepat. Bahkan yang diketahui Naruto dan Sasuke hanya kesakitan di dahi mereka masing-masing.

"Aku menyuruh kalian datang kemari untuk mengambil misi, bukan untuk berkelahi." Kakashi mengembuskan napas panjang sembari memejamkan matanya. "Kurasa misi kali ini akan aku lempar ke tim 10. Naruto, pulanglah dan bawa Sakura bersamamu. Antar juga dia pulang," perintah Kakashi.

"Apa? Kenapa Naruto-"

"Kau ikut denganku, Sasuke." Kakashi memotong ucapan Sasuke yang hendak protes.

Sasuke menatap Sakura yang tengah menghapus darah di sudut bibirnya akibat ulahnya. Dada Sasuke terasa sesak melihat ini semua. Ia pun mengalihkan pandangannya ke bawah dan pura-pura tidak peduli saat Naruto dan Sakura melewatinya pergi dari kantor Hokage.

"Mau makan mochi?" tawar Kakashi yang hanya dibalas pandangan tak peduli dari Sasuke. Orang-orang yang semula mengelilingi mereka, kini perlahan-lahan membubarkan diri. "Ah, biasanya kau suka mochi isi kacang. Mungkin bisa mengembalikan suasana hatimu."

"Tidak," jawab Sasuke. "Aku tidak ingin menyakiti orang lain lagi." Sasuke meneguk ludahnya sendiri sebelum melanjutkan kalimatnya. "Aku tidak akan menyakiti orang lain lagi selain dia." Kemudian pemuda itu pergi. Berlari. Semakin lama, laju larinya semakin kencang. Tak lagi melihat ke belakang.

Kakashi tidak mengejar muridnya itu. Ia tahu siapa orang yang Sasuke maksud. Kakashi tahu siapa sebenarnya Sasuke bahkan melebihi Sasuke mengetahui siapa dirinya sendiri.

"Nee, Kakashi...." panggil seorang pria tua berjenggot putih yang mengeluarkan asap tebal dari cerutunya. "Kau bilang kau bisa mengubahnya menjadi lebih baik."

Hokage Ketiga. Sandaime. Orang yang mempercayakan Uchiha Sasuke kepada Hakate Kakashi. Juga orang yang mempercayai Uzumaki Naruto pada Hakate Kakashi. "Kau tahu pepatah, buah jatuh tak akan jauh dari pohonnya bukan?" Sandaime menghirup dalam cerutunya. "Sekeras apa pun kau mendidik seorang penghianat, dia akan tetap menjadi penghianat."

Kakashi tahu siapa yang Sandaime maksud. "Yah, aku tahu pasti hal itu. Aku tidak ingin merubahnya dari seorang penghianat menjadi seorang penurut." Ia menaikan kedua bahunya dan memasukan satu tangannya ke saku celana. "Aku hanya memastikan apa yang ia percayai memang pantas dipercayai. Dan aku tidak akan melarangnya menggapai kepercayaannya itu, meski caranya adalah menjadi penghianat."

Sandaime menyipitkan matanya. "Aku tidak mengerti apa rencanamu."

Walau Kakashi hanya memperlihatkan satu matanya, tetapi Sandaime mengetahui ke mana arah mata Kakashi tertuju.

"Aku tidak ingin, Sasuke terkurung dan dipaksa menurut oleh sesuatu yang tak ia percayai kebenarannya," ucap Kakashi sembari melihat Danzo datang bersama para petinggi desa lainnya ke dalam kantor Hokage. "Aku permisi." Dalam sekejap, Kakashi menghilang.

Danzo. Kakashi. Dan Anbu. Tiga kolerasi yang belum Sandaime ketahui. Hokage Ketiga itu tetap memilih diam. Terutama saat Danzo menghampirinya, Sandaime tersenyum ramah lalu menuntun para petinggi negara untuk masuk ke ruangannya.

***

[B/N]
Brain-Note

INI YANG KALIAN TUNGGU UHUHU terima kasih atas kesabaran kalian. Akhirnya gue bisa upload karya lagi setelah sekian lama sibuk di dunia nyata. Sampai jumpa minggu depan para pembacaku yang hebat!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top