[28]:Festival:
Sakura memaksakan tertawa. "Ya, aku pernah mengatakan pada Naruto bahwa aku ingin kau kembali. Aku tidak menyangka Naruto akan menyampaikannya padamu," bohongnya. Jantung Sakura berdegup lebih cepat, takut bila kebohongannya akan terlihat. "Aku tidak menyangka kau akan datang tepat di tanggal 23 festival musim semi. Karena kau sudah datang jadi ayo kita bertemu Naruto dan yang lainnya."
"Jangan," larang Sasuke cepat. "Aku tidak ingin bertemu mereka. Akan menganggu."
"He?" Sakura memiringkan kepalanya heran.
"Jangan katakan pada mereka aku kembali. Hanya kau saja yang tahu kedatanganku." Sasuke pun berjalan mendahului, sementara Sakura masih terdiam di tempatnya. "Apa setelah ini kau ada urusan?"
Sakura menggeleng. "Oh, tidak. Aku hanya akan memasak untuk makan malam."
"Bagus." Orang-orang di sekitar mereka mulai mengabaikan mereka karena busur kembang api raksasa yang dibawa oleh penjaga gerbang lebih menarik. "Aku juga sudah lapar," lanjut Sasuke tanpa melihat ke belakang. "Ayo, kita ke rumahmu."
"Tunggu, jangan!" Kali ini bergantian Sakura yang melarang. Apa jadinya jika Sasuke bertemu dengan ayahnya yang terang-terangan tidak menyukai pemuda itu? "Aku sudah lama tidak pulang ke rumahku. Aku sering menginap di rumah sakit, dan bila beruntung, aku tidur di kamar yang aku sewa dekat rumah sakit. Pekerjaanku membuatku hampir tidak pernah pulang ke rumah," Penjelasannya memang sebuah alasan agar Sasuke tidak ke rumahnya tetapi apa yang ia ceritakan adalah kebenaran.
Seorang pertarung akan beristirahat jika perang sudah selesai. Namun, ninja medis tidak akan pernah beristirahat baik ketika berperang atau pasca perang. Sakura tidak menyesali keputusannya menjadi ninja medis. Kepeduliaannya terhadap sesama jauh lebih besar dibanding rasa lelahnya.
"Kalau begitu, ayo kita pergi ke tempat kau akan pulang."
Sakura tidak bisa menahan senyumannya. Ia mengangguk semangat dan menyerahkan belanjaannya pada Sasuke. "Baik. Masakanku tidak begitu enak. Jangan protes."
Keduanya berjalan berdampingan. Sesekali mengisi obrolan dalam perjalanan mereka mengenasi kondisi desa pasca perang. Rambut Sasuke panjang, nyaris menutupi sebagian wajahnya jadi tidak ada yang mengenalinya. Sakura sengaja mengambil jalan agak memutar dari seharusnya. Takut apabila dalam perjalanan mereka bertemu beberapa teman seangkatan karena sedari awal, Sasuke sudah mengatakan tidak ingin bertemu siapa pun.
Sesampainya di indekos Sakura, keduanya segera menuju dapur. Sakura mencuci tangannya sebelum mencuci bahan masakan. Sasuke duduk pada futon dengan secangkir ocha yang sudah dibuatkan Sakura.
"Nanti malam akan ada festival musim semi. Ada banyak perlombaan dan juga kembang api. Meski kau menghindari teman-temanmu, sebaiknya kau tetap hadir ke festival," saran Sakura sembari memotong tomat menjadi dua bagian. "Sayang sekali bila kau tidak hadir. Ini perayaan satu tahun sekali."
"Tidak perlu. Aku akan menunggumu di sini jika kau akan datang ke festival."
Nyaris saja jari kelingking Sakura tergores pisau ketika memotong-motong tomat. "Apa? Kau tidak berencana menginap di sini 'kan? Berapa lama kau akan tinggal di Konoha?" Sakura meletakan pisaunya dan bersidekap. "Begini, Sasuke. Ini tempat tinggalku dan aku tidak nyaman bila ada laki-laki lain, apalagi sampai larut malam. Aku harap kau mengerti."
"Aku mengerti, aku tidak akan lama. Saat fajar nanti aku akan kembali pergi."
Oh, Sakura tidak bermaksud mengusir Sasuke secepat ini. "Kau hanya satu hari berada di Konoha? Tidak bisa dibiarkan." Ia meletakan pisau dapur dan mengais-ngais sesuatu di dalam kotak di bawah nakas. "Pakai topeng ini. Tidak akan ada yang tahu kau Uchiha Sasuke bila kau datang ke festival dengan topeng itu."
Sasuke mengambil topeng berbentuk kepala singa tersebut dan memasangnya kikuk di wajahnya. "Baik jika kau memaksa."
***
Pukul delapan malam desa Konoha dipenuhi alunan lagu musik jalanan. Semua orang bergembira meski mereka bernyanyi di atas rumah mereka yang tengah dalam masa perbaikan. Kembang api dalam ukuran kecil mulai dilontarkan selagi menunggu kembang api raksasa dipersiapkan untuk tengah malam nanti.
Sakura tidak mengenakan kimono pada festival kali ini. Biasanya, ia dan Ino akan bersaing mengenakan kimono yang paling modis dan sibuk dengan tatanan rambut andalan mereka. Namun, tahun ini berbeda. Ninja medis sepertinya tetap harus bersiaga berlari, jadi ia tidak mungkin mengenakan kimono yang bisa memperlambat laju jalannya.
"Kau mau kue dango?" tawar Sakura sembari menunjuk salah satu gerobak dango. Sasuke pun mengangguk pelan. "Seleramu tidak berubah ya sedari dulu. Kau masih suka dango?"
"Iya," balas Sasuke sambil menerima dago dengan tiga warna tersebut. "Tapi bagaimana aku memakannya? Aku memakai topeng."
"Kau tinggal membuka sedikit saja topengmu."
"Sakura?" sapa seseorang, suaranya lembut dan Sakura sedikit senang bahwa yang menemukannya di kerumunan festival ini bukanlah Ino ataupun Naruto si pemilik suara nyaring. "Kita bertemu di sini." Itu Hinata, dengan kimono berwarna ungu muda dengan aksen garis lurus berwarna biru tua.
"Hinata!" Sakura membalas, melambaikan tangannya. "Kau anggun sekali," puji Sakura.
"Terima kasih," ujar Hinata menunduk, menyembunyikan rona merahnya. "Oh, kau bersama seseorang?"
Sasuke diam di tempat. Dango-nya masih utuh belum tersentuh. Hinata jelas tidak mengetahui seseorang di balik topeng singa ini adalah Sasuke.
"Ya, seperti yang kau lihat?" kata Sakura berusaha tenang. "Kau sendiri bagaimana? Bersama keluargamu?"
Hinata mengangguk. "Iya, aku bersama adikku. Tapi ia sedang sibuk memainkan permainan menangkap ikan. Jadi aku berkeliling sebentar." Hinata tersenyum tipis kepada Sasuke. "Sepertinya aku menganggu, sampai jumpa lagi, Sakura dan teman Sakura."
"Ah, jangan seperti itu. Kau sama sekali tidak menganggu." Sakura meremas ujung lengan bajunya. Satu sisi berharap Hinata akan pergi tetapi di sisi lain, Sakura tidak enak hati pada Hinata.
"Tidak apa-apa, Sakura-chan. Aku senang akhirnya kau menemukan seseorang yang kau bisa ajak kencan. Padahal kau ini dikenal sangat ramah tapi setahun terakhir tidak ada satu pun laki-laki yang berhasil mendekatimu." Hinata mengangguk sopan sebelum berbalik. "Aku titip Sakura-chan ya Tuan Singa. Kau pasti orang spesial karena bisa mengajak temanku yang super sibuk ini menghadiri festival."
"Hinata...." rengek Sakura yang dihiraukan Hinata. "Ya ampun, gadis pemalu itu ternyata bisa menggoda."
"Dia siapa?" tanya Sasuke setelah Hinata tidak terlihat lagi dalam kerumunan.
"Hyuuga Hinata. Kau tak mengenalinya? Dia teman seangkatan kita juga."
Sasuke menggeleng. "Dia punya byakungan. Itu artinya dia secara tidak langsung sudah melihatku."
Sakura nyaris berteriak, bagaimana bisa ia lupa Hinata memiliki byakungan? Mata yang bisa melihat rahasia apa pun yang ada di dalam tubuh manusia. "Astaga. Bagaimana kalau dia mengatakan pada teman-teman kita yang lain bahwa kau datang ke desa?"
"Tidak apa-apa. Tinggal katakan saja aku hanya mampir sebentar dan hanya bertemu denganmu saja."
Sakura menghela napas. "Ya sudah, cepat makan dangomu. Ayo, kita ke sana!" Sakura menunjuk ke arah taman desa. "Di sana tidak begitu ramai."
Dalam gelapnya malam dan kesibukan warga masing-masing, sejenak mereka tidak menyadari bahwa Sasuke kini tengah membuka topengnya dan asyik memakan dango di bawah pohon sakura yang rindang. Sesekali bunga sakura jatuh tertiup angin malam yang cukup kencang.
"Setidaknya di sini cukup sepi dan tenang," ujar Sakura. "Bunga-bunga sakura di taman ini begitu indah. Meskipun sebenarnya lebih indah jika dilihat di pagi hari."
"Aku juga melihat bunga sakura di negara lain. Tapi tidak seindah bunga sakura di desa ini."
Sakura tidak tahu sejak kapan Sasuke sudah menghabiskan dango-nya. Pemuda itu kini menatapnya lekat-lekat. Walau hanya bercahayakan bulan, tetapi Sakura masih bisa melihat dengan jelas sorot mata Sasuke. Keduanya saling menatap satu sama lain sampai tanpa Sakura sadari jarak mereka semakin dekat.
Suara letusan kembang api mengkagetkan Sakura dan membuatnya mundur menjauh. Pipinya jelas merah padam dan tidak dapat ia tutupi di hadapan Sasuke.
"Sepertinya aku pergi sekarang." Sasuke pun bangkit. "Di saat semua orang sibuk menatap langit, mereka tidak sadar akan ada seseorang yang berlari di tanah."
"Kapan kau akan kembali lagi?" tanya Sakura yang mengikuti Sasuke bangkit berdiri.
"Aku tidak tahu, tapi setidaknya aku lega." Sasuke pun tersenyum. "Meski bertahun-tahun aku tidak kembali, setidaknya seperti yang Hinata katakan, tidak ada laki-laki yang mendekatimu."
Sakura tidak mendengar apa pun selain napas Sasuke membelai pipinya. Bahkan suara ledakan kembang api seolah tidak hadir. "Sampaikan salamku pada Naruto. Aku dengar dia akan menikah. Katakan padanya, aku tidak bisa datang." Singkat namun membekas, Sasuke mencium sekilas pipi kanannya. "Aku membutuhkan doamu. Semoga aku kembali dengan selamat."
***
[Spoiler Chapter Berikutnya]
"Apa kali ini, aku boleh ikut denganmu?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top