[21]:Sampai Nanti:

NOVEL INI TIDAK DITULIS UNTUK DIKOMERSILKAN (DIJUAL) KARENA DAPAT MELANGGAR HAK CIPTA TOKOH

Fuze dapat dibaca gratis dan hanya dipublikasikan di Wattpad

***

"Itu adalah beberapa misi dan juga perjanjian yang harus kau penuhi. Bagaimana kau setuju dengan pergantian metode hukuman ini?" tanya Kakashi setelah Sasuke meletakan kembali beberapa lembar kertas yang telah ia baca ke atas meja. "Kau harus membasmi potensi sisa-sisa Akatsuki dan pengikut Madara di dunia ini, dan melaporkannya kepadaku dalam periode waktu tertentu. Kau bisa melaporkannya langsung dengan pulang ke Konoha atau melalui elangmu." Kakashi merangkum isi perjanjian tersebut dalam tiga kalimat.

"Perjalanan penebusan dosa ini tidak seperti yang aku bayangkan. Aku kira aku bisa berkelana sesuka hati. Tetapi perjalananku dibatasi dan ada rute tertentu."

Kakashi menyandarkan tubuhnya pada punggung kursi Hokage. "Tentu saja, biar bagaimana pun, kau ini adalah buronan kelas kakap dan masih dalam masa hukuman."

"Akan aku terima," ucap Sasuke sembari menutup mata. Lagi pula, apa ia bisa memilih? Dihukum dengan penjara pun seharusnya ia bersyukur.

Biasanya, buronan teroris seperti Sasuke akan dijatuhi hukuman mati. Tetapi mengingat peran Sasuke begitu penting di perang dunia shinobi, ia pun akhirnya lolos dari hukuman mati tersebut.

"Bagus." Kakashi menjetikan jarinya. "Kau bisa memulai perjalananmu--maksudku, hukumanmu mulai hari ini."

Sasuke tidak membalas. Kali ini ia diam. Menatap tanpa ekspresi Kakashi yang duduk bersandar santai di kursi Hokage. Walau tanpa ekspresi dan ungkapan, Kakashi sedari dahulu bisa membaca setidaknya sedikit yang dipikirkan oleh muridnya itu.

"Apa? Terlalu cepat jika kau pergi sekarang?" tanyanya yang juga menduga apa yang membuat Sasuke terdiam lama.  "Ah, kau ingin berpamitan kepada teman-temanmu sebelum pergi?"

"Tidak perlu," jawab Sasuke tegas. "Selama empat tahun aku meninggalkan Konoha, teman-temanku sudah tidak menganggapku teman. Mereka menganggapku pengkhianat desa. Aku tidak punya memori baik dengan mereka."

Di balik maskernya, Kakashi tersenyum. Apa yang akan dikatakan Sakura ataupun Naruto jika sampai mendengar Sasuke berkata seperti itu? Bahkan sampai akhir pun, Naruto dan juga Sakura masih menganggap Sasuke adalah teman.

"Baiklah. Aku akan mengantarmu menuju gerbang perbatasan desa." Kakashi bangkit dari kursi, menaruh jubah Hokagenya di atas meja.

Ia ingin mengantar Sasuke bukan sebagai Hokage dan juga tahanan. Ia ingin meninggalkan jabatan itu sementara. Saat ini, tanpa jubah Hokage, ia berjalan bersama Sasuke sebagai seorang guru dan murid.

"Aku bisa pergi sendiri," sergah Sasuke yang diabaikan oleh Kakashi. Laki-laki yang sudah berusia tiga puluh akhir itu berjalan mendahului Sasuke meninggalkan ruangan Hokage. "Kau memperlakukanku terlalu baik."

"Sudah sepatutnya. Ayo!" ajak Kakashi bersemangat, membuat Sasuke muram. Entah mengapa laki-laki yang berusia, memiliki semangat lebih banyak.

Mereka berdua berjalan berdampingan menelusuri desa Konoha. Masih dalam suasana pasca perang, para warga desa bergotong royong membangun kembali desa mereka yang hancur. Ada yang membangun, mengumpulkan bahan bangunan dan ada pula yang membantu menyiapkan makanan untuk para warga. Anak-anak bermain berlarian tanpa arah karena sekolah tentu saja ditutup untuk saat ini. Ini adalah PR besar bagi Kakashi, menjadi Hokage untuk membangun desa pasca perang.

"Dia...?" Seorang wanita tua tanpa sungkan menunjuk Sasuke. "Uchiha Sasuke?"

"Keturunan terakhir clan Uchiha?" Pria di sebelah wanita itu menyahuti. "Dia bukannya satu clan dengan Madara? Madara yang membuat semua kerusakan ini terjadi?"

Tiba-tiba seorang anak lelaki menabrak Sasuke dari depan. Anak itu mundur beberapa langkah ke belakang. Baru saja Sasuke hendak mengelus pelan puncak kepala anak itu, sang ibu sudah menghampiri anak tersebut dan membawanya pergi dengan kasar.

"Jangan bermain jauh-jauh! Lihat siapa yang kau tabrak!" sentak sang ibu. "Permisi, Tuan Hokage." Kentara sekali, ibu itu berpamitan pada Kakashi, sedangkan Sasuke tidak.

Tatapan orang-orang di sekitarnya menghakimi Sasuke. Melihatnya sebagai teroris, dan keturunan clan yang sama dengan penjahat dunia bernama Madara. Tapi tidak ada yang melihatnya sebagai seorang anak yang kehilangan kedua orangtuanya, mencari keadilan dengan membunuh kakak kandungnya, serta bertaubat sampai menyelamatkan dunia di Medan perang.

"Jangan didengarkan." Kakashi terus berjalan, menghiraukan tatapan serta ucapan warga desa.

"Aku paham kenapa kau menyuruhku segera pergi," kata Sasuke yang untungnya, berhati dingin. Ia juga tidak memperdulikan pandangan orang-orang terhadapnya.

Mereka pun sampai di sebuah gerbang perbatasan desa. Gerbang yang dijaga setidaknya empat shonobi terlatih. Dua berjaga di sisi kanan gerbang, dan dua berjaga di sisi kiri. Tetapi ternyata tidak hanya ada empat shonobi di sana. Ada satu ninja yang juga berdiri menanti. Tampak bukan seperti penjaga, ninja itu datang dengan pakaian sehari-hari.

"Sakura?" panggil Sasuke ketika mendapati gadis itu berdiri di depan gerbang.

"Oh, kalian sudah datang." Sakura berbalik, mata hijaunya berbinar. "Aku diberi tahu oleh guru Kakashi bahwa kau akan pergi."

"Kau yang memberitahunya?" tanya Sasuke dan Kakashi mengangguk mengkonfirmasi. "Aku harap kau tidak memberi tahu Naruto."

Kakashi menggeleng. "Tentu aku tidak memberitahu Naruto. Aku hanya memberitahunya bahwa kau akan pergi dari desa untuk perjalanan penebusan dosa. Tapi aku tidak memberitahunya kau akan langsung pergi hari ini," jelas Kakashi.

"Eh?" Binar hijau Sakura yang semula berbinar kini menatap bingung. "Kau tidak memberitahu Naruto tentang kepergian Sasuke? Kenapa?"

"Ah, aku tidak ingin Naruto mengganggu momen kalian berdua."

Ucapan Kakashi tersebut langsung membuat wajah Sakura memanas. Sensei! Apa maksudmu?! Jerit Sakura dalam hatinya. Apa ini momen di mana Sakura seharusnya mengungkapkan isi hatinya? Apa ini momen di mana Kakashi memberinya kesempatan untuk itu? Namun, mengungkapkan isi hati di depan Kakashi? Harusnya momen ini hanya miliknya dan Sasuke, kenapa Kakashi ikut menyaksikan?

Racau pikiran Sakura pun memudar. Ia sadar satu hal, bahwa perasaannya masih sama. Ia masih menyukai Sasuke akan tetapi ia berubah menjadi dewasa. Pikiran dewasanya menghalanginya untuk mencintai Sasuke. Bahwasannya benar, Sasuke kriminal dan pengkhianat desa, kenapa ia bersi keras bersama pria ini?

"Aku akan pergi. Aku juga tidak tahu kapan akan kembali." Lama menyaksikan Sakura terdiam, akhirnya Sasuke berucap. "Aku akan berkeliling, menebus dosa-dosaku dalam perjalanan. Selama perjalanan, aku akan menolong yang membutuhkan, terus berdoa dan berbagi pada sesama."

"Oh, itu menakjubkan." Sakura akhirnya berbicara walau sepatah kalimat. Apa...." Sakura gugup, ia menatap kakinya beberapa detik sebelum akhirnya memberanikan diri menatap mata hitam kelam Sasuke. "Apa aku boleh ikut denganmu?"

Sakura tahu, keputusannya sungguh bodoh. Seharusnya ia bisa menekan rasa sukanya pada Sasuke. Ia bukan putri kerajaan yang hidup mengejar cinta. Ia adalah ninja yang hidup mengabdi pada desa.

"Ini perjalanan penebusan dosaku, kau tidak ada kaitannya dengan ini," tolak Sasuke halus.

Antara sedih dan senang, Sakura tersenyum. Sedih karena harus ditinggalkan oleh orang yang ia cintai, sekali lagi. Tetapi ia senang, bahwa Sasuke menolaknya. Kalau Sasuke tidak menolaknya, ia pasti sudah gila meninggalkan desa dan pekerjaaannya. Tapi mana mungkin laki-laki dingin di depannya ini akan menerimanya?

"Sesuai kesepakatan," Kakashi berdeham, tanda momen keduanya harus berakhir. "Kau tetap harus menghubungiku, Sasuke."

Sebagai tanda mengerti Sasuke mengangguk. Kakashi yang tidak menjelaskan detail mengenai maksudnya, membuat Sasuke menyadari bahwa metode hukuman serta rute perjalanannya yang sudah diatur tersebut adalah perjanjian di antara keduanya saja. Sakura tidak boleh tahu. Atau siapa pun.

Sebelum benar-benar pergi, Sasuke sekali lagi menghadap kepada Sakura. Tanpa aba-aba kedua jarinya, telunjuk dan tengah, menepuk pelan dahi Sakura.

"Sampai jumpa nanti," ujar Sasuke dengan seulas senyuman. Senyuman yang tidak pernah Sasuke tunjukkan kepada siapa pun.

Ada satu hal yang Sakura yakini. Memang benar Sasuke pergi meninggalkan desa Konoha lagi. Tetapi kali ini berbeda. Sasuke akan kembali. Dan itu adalah janjinya.

Hanya kepada Sakura. Yang sayangnya disaksikan oleh Kakashi.

"Oh, astaga. Ternyata kisah cinta nyata lebih indah dari fiksi seperti icha-icha paradise," gumam Kakashi sembari melihat kepergian Sasuke, sementara Sakura membeku di tempatnya, memegangi dahinya. Bekas sentuhan Sasuke yang tak pernah ia bisa lupakan.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top