[18]:Rumit:

NOVEL INI TIDAK DITULIS UNTUK DIKOMERSILKAN (DIJUAL) KARENA DAPAT MELANGGAR HAK CIPTA TOKOH

Fuze dapat dibaca gratis dan hanya dipublikasikan di Wattpad

***

Sakura tidak bisa menyembunyikan raut wajah paniknya. Ia melangkah terburu-buru menuju ruangan sidang tertutup yang tidak bisa dihadiri sembarang orang. Ingin rasanya Sakura mempercepat laju jalannya bahkan berlari sekencang yang ia bisa, tetapi tidak bisa. Gedung pengadilan ini penuh, bahkan dialih fungsikan sebagai rumah sakit dadakan untuk menampung korban-korban perang dari berbagai macam desa lainnya.

Sakura mengatur napasnya ketika mencapai ruangan yang ia tuju. Ruangan tertutup rapat dengan dua shinobi berjaga di depannya. "Aku Haruno Sakura. Hokage Tsunade mengatakan aku diperbolehkan menyaksikan sidang ini," ucap Sakura cepat kepada kedua shinobi yang tengah berdiri menjaga gerbang ruangan.

Kedua shinobi tersebut mengangguk satu sama lain kemudian membukakan gerbang ruangan. "Kau agak sedikit terlambat," ujar salah satu dari mereka.

Ruangan pengadilan tersebut tampak kosong karena sidang tertutup. Bahkan Sakura bisa menghitung orang-orang di sini dengan jari. Hanya ada beberapa hakim, penasihat desa, guru Kakashi, Naruto dan juga terdakwa, Uchiha Sasuke. Sakura mengambil tempat duduk di salah satu kursi yang disediakan. Ia mencoba setenang mungkin pada situasi ini. Naruto melambai lemah menyambut kedatangan Sakura, ia juga tampak lelah tetapi tidak ingin melewatkan sidang ini.

Tidak sengaja Sakura menatap perempuan berambut merah yang duduk di belakang Sasuke. Sakura pernah ingat, perempuan itu ia temui saat misi pengejaran Sasuke dan juga ia selalu mengikuti Sasuke ketika dahulu Sasuke menjadi buronan. Ia adalah Karin. Tidak hanya Karin, ada pula ninja lainnya dengan gigi taring berjajar panjang tersenyum ke arah Sakura. Ia Suigetsu, orang pernah melawan Naruto ketika misi pengejaran Sasuke.

"Tuan Uchiha Sasuke, mari kita lanjutkan ke pertanyaan berikutnya," sang hakim membalikan kertas yang ia pegang, membaca sedikit dalam diam, lalu bertanya. "Setelah bergabung dengan Akatsuki yang Tuan bilang atas dasar keinginan sendiri, bukan paksaan pihak mana pun, tujuan Anda adalah menghancurkan desa Konoha. Apakah tujuan tersebut merupakan paksaan? Atau keputusan bersama dengan rekan Anda di Akatsuki?"

"Keputusan itu adalah keputusan yang aku rencanakan. Rekan-rekanku hanya mengikuti," lugas Sasuke tanpa ragu menjawab pertanyaan dari hakim. "Aku harap rekan-rekanku yang lain tidak mendapatkan hukuman penjara di Konoha. Biarkan mereka bebas. Akulah yang membuat mereka menjadi kriminal karena aku pemimpin kelompok Taka."

"Oh, Sasuke...." Karin menutup mulutnya. "Kau tidak perlu mengatakan itu demi melindungiku." Suara Karin tidak terlalu keras, tetapi di ruangan sesunyi ini, Sakura tentu bisa mendengar dengan jelas.

"Apa memang rekan-rekanmu begitu berarti bagimu, Sasuke-kun? Apa saja yang sudah kau lalui dengan mereka? Apa saja yang aku tidak ketahui selama bertahun-tahun ini?" batin Sakura yang meremas kedua tangannya.

"Tuan Sasuke, sayang sekali, keputusan ini ada berada tiap individu. Rekan-rekan Anda tetap akan kami jatuhkan hukuman masing-masing sesuai dengan kejahatan yang sudah mereka pernah lakukan, kau tidak bisa membela mereka," tolak sang hakim. "Setelah Anda merencakan untuk menghancurkan desa Konoha, mengapa Anda justru berpihak pada Konoha dan membantu perang dunia shinobi? Bukankah keputusan tersebut berbanding terbalik dengan rencana awal Anda untuk balas dendam kepada orang-orang yang telah menghancurkan klan Uchiha?"

"Kematian seluruh klan Uchiha adalah sebuah konspirasi yang dilakukan Danzo dikarenakan Danzo tidak menyukai klan Uchiha yang semakin kuat. Danzo pun memerintahkan Itachi untuk membunuh seluruh klan Uchiha dengan dalih bahwa klan Uchiha akan memberontak dan menggulingkan pemerintahan Konoha. Semuanya bukan salah Konoha, itu hanya salah satu orang brengsek yang ketakutan jabatan pemerintahannya akan direbut oleh klan Uchiha," jelas Sasuke. "Aku melihat rekanku, Naruto. Kyuubi yang dibangkitkan Obito membunuh orangtuanya, bahkan membuatnya menderita selama belasan tahun. Tetapi kini Kyuubi dan dirinya tidak pernah membenci. Bahkan Naruto pun juga tidak membenci Obito."

Sasuke menoleh sedetik pada Naruto yang nyaris tertidur di sidangnya ini. Hati Sakura menghangat, kapan terakhir kali ia melihat Naruto dan Sasuke sedamai ini? "Begitu pula dengan Konoha dan Uchiha tidak seharusnya membenci. Meskipun aku tidak sebaik Naruto yang mau memaafkan Obito, aku akui, aku membunuh Danzo dengan tanganku sendiri. Naruto dan Konoha membuatku tersadar bahwa jalan yang aku ambil salah."

Hakim terdiam, kedua alisnya berkerut tajam, tampak menimbang-nimbang dengan hati-hati. "Mendengar pengakuan serta kontribusimu dalam perang dunia shinobi, aku akan membuat sedikit keringanan," kata sang hakim yang lalu mengembuskan napasnya. "Uchiha Sasuke, penghianat desa, berencana dengan sengaja akan menghancurkan desa, sepantasnya diberikan hukuman penjara seumur hidup. Namun, mendapatkan keringanan atas jasanya membantu perang dunia shinobi, hukuman diberikan selama dua puluh tahun penjara."

"Tidak! Tunggu, ini tidak benar!" Suara nyaring Naruto memenuhi seluruh ruangan, membuat beberapa orang terkejut. "Dua puluh tahun? Sasuke nyaris mati demi perang dunia shinobi, ia adalah pahlawan desa! Ia bukan lagi kriminal. Aku tidak menerima hukuman itu."

"Naruto!" sentak Kakashi. "Kau tidak bisa berbuat apa-apa, keputusan ada di tangan hakim."

"Diam saja, Bodoh!" Yang dibela justru tidak menerima. "Akan aku jalani dua puluh tahun itu. Aku tidak keberatan," ucapnya pada Naruto.

Seketika Naruto menendang kursi yang semula ia duduki itu. "Jika aku menjadi pemimpin, aku akan mengedepankan kemanusiaan dibandingkan aturan konyol di atas kertas!" Emosinya semakin tidak stabil, Naruto pun memilih meninggalkan ruangan sidang tanpa permisi.

"Maafkan sikap Naruto, Tuan Hakim." Entah mengapa, Sakura merasa perlu memperbaiki ulah Naruto. Sedari dahulu seperti itu. Naruto sering berulah. Mengambil makanan tanpa membayar, tertidur sembarangan, salah menyerang target dan Sakuralah yang akan berusaha memperbaiki ulah Naruto agar tidak menimbulkan masalah baru.

"Baiklah. Keputusan sudah aku buat. Dua puluh tahun terhitung mulai hari ini." Hakim mengetuk palu sebanyak tiga kali di atas meja. Seorang shinobi pun menghampiri Sasuke dan memasangkan borgol besi yang sudah terkunci oleh jutsu khusus agar sulit dilepas. Sasuke tidak mengatakan apa-apa, diam dan menerima semua perlakuan yang dilakukan kepadanya.

"Sasuke-kun, apa kau akan--"

"Sasuke! Jika aku dihukum, apa aku bisa meminta satu sel denganmu?" Panggilan Sakura kepada Sasuke terpotong oleh rengekan Karin. "Aku akan mengikutimu ke mana pun kau pergi! Aku akan setia padamu, sebagai balasan karena kau sudah membebaskanku sebagai kelinci percobaan Orochimaru."

Sasuke tidak memperdulikan rengekan Karin itu. Ia berjalan dengan menutup kedua matanya. Percaya pada shinobi yang menggiringnya menuju pintu keluar ruangan sidang. Perban Sasuke mengendur dan kotor, tampak harus di segera diganti yang baru. Sangat berbeda dari terakhir yang Sakura perbaiki.

"Selanjutnya, untuk Tuan Suigetsu, mari kita jalani sidang," lanjut sang Hakim yang membuat Sakura beranjak pergi meninggalkan ruangan sidang, hendak mencari Naruto. Namun, baru saja selangkah Sakura meninggalkan ruangan dan pintu belum tertutup rapat, seseorang di belakang memanggilnya.

"Hei, Rambut Merah Muda!" panggil orang tersebut yang ternyata adalah Karin. Tidak pernah sekali pun mereka berbicara satu sama lain, tapi Sakura yakin bahwa Karin mengetahui nama panjangnya.

"Haruno Sakura," jelas Sakura. "Namaku Haruno Sakura. Sakura," tegasnya lagi. "Uzumaki Karin. Aku tahu reputasimu. Ada apa?" tanyanya tanpa basa-basi.

"Oh, baguslah kau tahu namaku. Jadi aku tidak perlu menjelaskan siapa aku," balas Karin yang memandang Sakura dari atas sampai bawah. "Aku pikir kekasih Sasuke ketika dahulu jauh lebih cantik dari ini. Ternyata tidak seperti dugaanku."

Kekasih? Sesungguhnya Sakura ingin memberikan konfirmasi bahwa ia bukanlah kekasih Sasuke ketika dahulu. Tetapi melihat keangkuhan Karin, membuat Sakura ingin memberikan kesan pada Karin bahwa memang dirinya lah kekasih Sasuke dahulu.

Sakura mendengus. "Maaf?" tanyanya bingung. "Pasienku banyak, aku tidak punya banyak waktu, cepat katakan."

Karin tertawa, berusaha menunjukan keangkuhannya meski kedua tangannya diborgol. "Tidak apa-apa, aku cuma ingin membandingkan dirimu dengan diriku saja. Aku pikir sainganku mendapatkan Sasuke lebih cantik dari ini."

"Benarkah?" Sakura maju satu langkah, walau dirinya lebih pendek beberapa senti dari Karin, tetapi Sakura tidak kalah mendominasi. "Kau menyukai Sasuke? Ambil saja. Kau pikir aku mau bersaing denganmu demi mendapatkan Sasuke?" Sakura mendekatkan bibirnya pada telinga Karin.

Karin berdecak. "Kau benar-benar membuang Sasuke, heh?" Karin pun melangkah mundur, kembali menuju ruangan sidang. "Kau akan menyesal membuang laki-laki setampan Sasuke. Aku juga akan masuk penjara Konoha, semakin dekat dengan Sasuke. Seharusnya semakin mudah."

"Coba saja dekati dia." Sebelum Karin benar-benar jauh darinya, Sakura membalas. "Semoga berhasil karena sainganmu masa lalunya, sesering apa pun kau menemui Sasuke, kurasa tidak ada bedanya. Bukankah masa lalu akan selalu menang?"

Sakura tidak perlu menunggu reaksi Karin, padahal Karin baru saja hendak membuka mulutnya tetapi Sakura sudah meleos pergi tak peduli. Sakura benar-benar kalut kali ini. Di depan Sasuke ia tampak dingin, seolah ingin sekali membalas perlakuan dingin Sasuke dahulu padanya. Tetapi mengapa ia tidak rela jika ada perempuan lain yang hendak mendekati Sasuke? Apa perasaannya masih sama?

***

"Apa? Dia mengatakan hal bodoh seperti itu padamu?" teriak Ino sembari menggenggam gelas teh ocha-nya. "Kau terlalu sabar, Sakura. Jika aku jadi kau, aku sudah memukulnya atau kau bisa kan melemparnya dengan mudah?"

Teriakan Ino menjadi perhatian beberapa orang yang sedang berkunjung ke kedai. Sakura menyungging senyum canggung kepada beberapa pengunjung. Memohon pemakluman terhadap reaksi sahabatnya itu terhadap ceritanya ketika bertemu dengan Karin tempo hari di ruangan sidang Sasuke.

"Pelankan suaramu, Ino," tegur Sakura mulai risih dengan pandangan orang-orang di sekelilingnya.

"Ke mana perginya Haruno Sakura yang penuh emosi itu, hah?" Ino tidak memperdulikan teguran Sakura, justru ia berteriak lebih kencang. "Dasar rambut merah sialan! Tenang, Sakura! Aku akan menarik rambutnya dan aku pastikan rambutnya tidak bisa lagi ia kibaskan di depan Sasuke."

"Ayolah... kau pikir tindakanmu benar? Sasuke bahkan bukan kekasihku," tekan Sakura yang membuat Ino kini lebih bisa mengatur napasnya perlahan. "Aku yakin, lelaki seperti Sasuke tidak akan memikirkan percintaan." Sakura mengetuk-ketukan jemarinya di gelas ocha-nya yang belum sempat ia minum. "Begitu pula denganku, Ino. Dunia sedang berbenah setelah perang dunia shinobi. Terutama sebagai ninja medis. Aku punya banyak tugas."

Banyak ninja belum terobati luka fisiknya dan anak-anak belum terobati dari luka psikisnya. Tidak jarang anak-anak memiliki orangtua dengan pekerjaan sebagai ninja yang telah gugur di medan perang. Tiap anak mempunyai rasa trauma serta kehilangan tersendiri yang juga termasuk dengan tugas seorang tenaga medis menyembuhkan trauma tersebut.

Salah satu anak yang kehilangan orangtuanya adalah sahabat di depannya. Ino kehilangan sang ayah yang gugur bersama dengan ayah Shikamaru. Walau Ino bukan anak-anak lagi, tetapi Ino pasti memiliki trauma dan kehilangan sang ayah.

Mengingat itu semua, membuat Sakura tak kuasa untuk menggenggam tangan Ino. "Ini bukan waktunya memikirkan urusan pribadi. Kita harus fokus."

"Justru ini waktu yang tepat! Setelah seluruh negara berdamai, ini waktu di mana kau bisa mewujudkan hal-hal yang tidak dapat kau pikirkan saat sedang perang," timpal Ino dan seketika Sakura melepaskan genggaman tangannya. "Semua ninja Konoha sudah tahu aturan pasangan tidak tertulis."

"Aturan? Maksudmu?"

"Iya. Naruto dengan Hinata. Ino dengan Sai. Dan Sakura...." Ino sengaja menggantungkan kalimatnya. "Dengan Sasuke."

"Aturan apa itu?" Sakura tertawa. "Habiskan tehmu. Kita bergegas ke rumah sakit."

"Hei, aku akan memberitahumu supaya kau sadar. Kalau kau menyukainya, berdamailah dengan perasaanmu. Lebih baik menerima perasaan cinta masa mudamu dan mencoba, jangan sampai kau pendam rasa itu dan menyangkalnya sampai tua. Hanya menimbulkan penyesalan." Kata-kata terakhir Ino hanya Sakura tanggapi dengan dengusan malas. Percuma mendebat sahabatnya yang sok jago perihal asmara, padahal Ino sendiri belum pernah berpacaran.

Sakura menaruh beberapa lembar uang pada mejanya dan Ino. Keduanya pergi dari kedai dengan pandangan Sakura yang kosong memikirkan kata-kata terakhir Ino padanya. Apa sebaiknya Sakura mengejar kembali Sasuke? Tetapi apa semuanya akan sama?

"Tunggu--, hei! Kau menarikku ke mana? Kita akan ke rumah sakit!" Terlalu serius memikirkan kata-kata Ino membuat Sakura tidak sadar bahwa Ino menariknya ke jalan berbeda dari tujuan awal mereka.

"Kita akan ke penjara khusus Konoha," balas Ino santai sembari menggandeng lengan Sakura. "Kita akan menemui Sasuke! Nyatakan padanya kau masih menyukainya!"

***

[B/N]
Brain-Note

Terima kasih sudah mengikuti Fuze yang meskipun update nya satu abad sekali. Dari Boruto belum ada Animenya sampe sekarang udah mau rilis Boruto Shippuden wkwk kocak memang author ini. Jangan ditiru! Menghilang dan hiatus hanya dilakukan oleh profesional.

***

NOVEL INI TIDAK DITULIS UNTUK DIKOMERSILKAN (DIJUAL) KARENA DAPAT MELANGGAR HAK CIPTA TOKOH

Fuze dapat dibaca gratis dan hanya dipublikasikan di Wattpad

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top