[17]:Penolakan:
Hampir delapan jam Sakura bertugas menyembuhkan para ninja korban dari perang dunia shinobi ini. Sekitar lima puluh pasien Sakura tangani dengan sepenuh hati. Oh, Sakura merindukan rumahnya. Tetapi ia tidak bisa pulang mungkin dalam beberapa hari ke depan. Pasalnya banyak sekali pasien yang belum ditangani. Dan setelah itu, ia baru bisa berpikir jernih tentang apa yang sudah terjadi padanya dan juga... Sasuke.
"Apa yang aku pikirkan tadi siang!" gerutu Sakura sembari memukul jidat lebarnya. Teh ocha yang Shizune buatkan untuknya, dianggurkan saja di sampingnya. Asapnya mengepul ke atas, seolah memanggil Sakura untuk segera meminumnya. "Kenapa aku bisa berkata seperti itu pada Sasuke?"
Apakah ini karena faktor kelelahan, faktor sifatnya yang memang suka marah-marah atau faktor lain seperti ia akan datang bulan? Akhirnya Sakura mengalah pada godaan asap teh ocha tersebut dan meminumnya. Sembari menyandarkan tubuhnya pada pohon rindang, Sakura mengadah menatap awan yang tengah berjalan.
"Penghianat itu, Uchiha Sasuke," kata seorang ninja penjaga seraya mengeluarkan rokok dari sakunya. "Aku dengar ia kembali dan bertarung membantu kita. Bukankah ia keturunan Uchiha yang seharusnya memihak pada Madara?"
Teman ninja tersebut yang sudah lebih dahulu merokok pun menanggapi. "Aku pikir sekali penghianat, selamanya akan begitu bukan? Aku dengar dia itu sangat pintar ketika masih berada di akademik. Bisa saja dia merencanakan sesuatu dan berpura-pura memihak pada kita."
"Ah, aku juga dengar, kalau dia akan diadili di pengadilan." Diam-diam Sakura menggeser tubuhnya mendekat ke pohon di sampingnya. Pohon yang digunakan dua ninja lelaki tersebut untuk berteduh. "Biar bagaimana pun, dia pernah masuk Akatsuki, membantu pemberontakan, jadi mungkin dia akan berada di penjara atau... dihukum mati?"
Sakura pun menutup mulutnya. Sasuke akan diadili? Bahkan ia belum pernah mendengar kabar itu dari teman-teman terdekatnya. Apa itu hanya rumor?
***
Naruto dan Sasuke memandang ke arah sebuah lingkaran segel di tengah ruangan. Lingkaran yang berisi cakra dari sel Hashirama Senju--Hokage Pertama, yang masih dikembangkan dan juga diteliti. Beberapa orang yang bekerja sebagai peneliti medis terus mencatat, berdiskusi dan juga melakukan berbagai macam percobaan di ruangan ini.
"Jadi, ini dia yang akan menyembuhkan kalian," ujar Yamato yang menuntun Sasuke serta Naruto menuju suatu sisi ruangan. Yamato memperlihatkan seekor tikus yang kelihangan kedua kaki depan serta ekornya. "Clan Senju dikenal pula dengan metode penyembuhan mereka yang fantastis. Tidak hanya bisa mengembalikan organ tubuh, tetapi juga membuat awet muda. Kalian pasti tahu Tsunade adalah cucu Hashirama, wanita itu tampak sangat muda bukan?"
Kemudian Yamato mengambil beberapa tetes cairan dari tabung kimia dengan sebuah jarum suntik. "Ini dia kehebatan sel Hashirama Senju." Yamato meneteskan cairan tersebut pada tikus tersebut dan tidak selang lama, tiba-tiba saja kaki tikus yang hilang, tubuh dengan sendirinya. Begitu pula dengan ekornya yang terputus, kini sudah kembali memanjang. Tikus tersebut bahkan tampak sempurna seperti seharusnya.
"Wah! Keren!" puji Naruto setengah berteriak. "Aku pikir aku akan cacat selamanya! Hahaha!" candanya. "Jadi dengan sel Hashirama, aku bisa mengembalikan tangan kananku?"
"Tentu saja." Yamato pun beranjak dari kursinya lalu merangkul Naruto serta Sasuke. "Tidak semua orang bisa mendapatkan sel Hashirama. Aku bisa pertimbangkan kalian mendapatkannya karena kalian berjasa pada perang shinobi ini dalam mengalahkan Madara."
Yamato menuntun kedua pemuda tersebut keluar dari ruangan sebelum Naruto kembali berteriak dan menganggu beberapa peneliti yang sedang bekerja. "Baik, temui aku besok di sini. Kami akan mengusahakan kesembuhan kalian."
Begitu Yamato membuka pintu ia mendapati Sakura tengah berjalan lemas dengan wajah pucat. "Sakura?" panggil Yamato memastikan bahwa yang ia lihat memang muridnya, bukan jelmaan hantu Sakura karena warna wajah Sakura benar-benar lebih putih dari biasanya.
Dahulu, Sakura akan berdandan jika hendak menemui Sasuke. Tetapi sekarang, ia tidak peduli dengan penampilannya di depan Sasuke.
"Oh! Kau rupanya, Sakura-chan!" teriak Naruto. Untunglah sekarang Naruto sudah berada di luar ruangan penelitian. "Bisakah ninja medis menyembuhkan dirinya sendiri juga? Kau tampak sangat menyedihkan."
"Ya... setidaknya aku tidak lebih menyedihkan dibandingkan orang yang hanya mempunyai satu tangan," balas Sakura dan Naruto pun menggeleng sombong. Lagi-lagi Sakura berkata tanpa memikirkan perasaan orang di sekitarnya. Sebaiknya Sakura selama berada di sini tidak berbicara, karena dia bahkan tidak sadar dengan ucapannya barusan.
"Kau tidak tahu apa yang akan Yamato-sensei lakukan pada tanganku ini."
"Apa?"
"Menerima sel dari Hashirama!"
"Aku pernah mendengar penelitian itu dari Nyonya Tsunade."
"Iya, Naruto dan Sasuke akan mendapatkan sel dari Hashirama agar kedua tangan mereka kembali." Yamato pun mengkonfirmasi sembari mengangguk.
"Hanya Naruto. Aku menolaknya," tegas Sasuke yang membuat Yamato, Naruto serta Sakura terperangah.
"Hah? Ada apa? Kau tahu, tidak semua orang bisa mendapatkan penyembuhan canggih seperti ini. Dan kau malah menolaknya?!" protes Naruto seraya bergerak heboh ke sana kemari.
Sasuke menunduk menatap tangan kirinya yang hanya tersisa hingga bagian siku saja. "Tangan kiriku yang telah membunuh Itachi. Kakak kandungku." Sasuke terdiam mengambil jeda pada perkataannya. Dengan sabar ketiga temannya menunggu. "Tangan kiriku sudah membunuh banyak orang. Aku ingin mengingat semua dosaku dan membayarnya."
Naruto ingin bertepuk tangan mendengar deklarasi Sasuke tetapi ia tidak bisa melakukannya karena satu tangannya hilang. "Aku... tidak menyangka kau mempunyai pemikiran mulia seperti itu, Teme."
Teme merupakan nama panggilan khusus Naruto kepada Sasuke yang berarti kamu namun tentunya dalam konteks sangat kasar. Sedangkan Sasuke biasa memanggil Naruto dengan panggilan Dobe yang artinya adalah bodoh.
"Sasuke, coba kau pikirkan kembali tawaran Yamato," ucap Sakura yang langsung menyita perhatian Sasuke. "Begini, anggap saja sel Hashirama ini adalah hadiahmu karena sudah membantu perang dunia shinobi, jadi--"
"Apa kau keberatan dengan orang cacat, Sakura?" potong Sasuke sebelum Sakura menuntaskan kalimatnya.
"A-Apa?" Sakura tergagap. "Tidak. Aku tidak masalah sama sekali. Bahkan aku berteman dengan Naruto yang catat mental hampir seumur hidupku dan aku tidak mempermasalahkannya."
"Hei! Coba ulangi kata-katamu!" desis Naruto. "Ya ampun, aku sampai sekarang masih tidak menyangka bisa-bisanya pernah menyukai perempuan dengan mulut pedas sepertimu."
Yamato hanya diam. Memperhatikan perdebatan kedua muridnya dengan ekspresi sabar menunggu. Ia telah terbiasa dengan situasi seperti ini, dan ia harus sedikit lega karena tidak ada Sai di sini. Jika ada Sai, maka perdebatan akan lebih panjang.
"Aku sangat senang sekali kau menyesal pernah menyukaiku," balas Sakura dengan ekspresi bahagia yang dibuat-buat.
"Masih ada satu hari untuk memikirkan hal tersebut, Sasuke." Sebelum Naruto dan Sakura mengalihkan obrolan menuju perdebatan tak berujung, Yamato segera membahas kembali topik utama. "Pikirkan baik-baik soal ini."
"Aku tidak perlu waktu lagi," jawab Sasuke cepat. "Aku sudah menentukan keputusanku." Sasuke pun mengalihkan pandangannya menuju Sakura yang berdiri di depannya. "Mungkin aku akan lebih sering menuju rumah sakit untuk memeriksa lenganku. Kau bekerja di sana, bukan?"
Pertanyaan itu jelas tertuju pada Sakura seorang. "Aku memang bekerja di rumah sakit tapi aku rasa kita tidak bisa bertemu terlalu sering."
"Kenapa?" tanya Sasuke sambil menautkan kedua alisnya.
"Kau akan diadili. Bagaimana bisa kita sering bertemu? Katanya karena tindakanmu terdahulu sebagai penghianat desa, kau bisa diadili dengan hukuman penjara atau bahkan... hukuman mati." Ucapan Sakura tidak hanya membuat Sasuke kaget. Tetapi juga Naruto dan Yamato. "Kenapa kalian melihatku seperti itu? Apa aku salah?"
"Kau tahu dari mana soal itu?" tanya Naruto penasaran. "Kau sudah tahu tentang ini, Sasuke?"
"Belum." Sasuke kembali menundukan pandangannya.
Rumor itu begerak dengan cepat. Bahkan objek rumornya pun tertinggal, justru orang lain yang mengetahui terlebih dahulu. Sakura pun menatap Sasuke iba. Sasuke seperti kehilangan segalanya. Semua keluarganya, anggota tubuhnya, bahkan sekarang bisa jadi nyawanya.
"Kau bisa kabur jika kau tidak mau dihukum," bisik Sakura, namun suaranya masih terdengar jelas oleh ketiga laki-laki di depannya. "Kau ahli dalam melarikan diri. Bukan hal sulit untukmu kabur dari desa sekarang."
"Aku tidak akan kabur," kata Sasuke lugas. "Tidak lagi."
"Tapi kau bisa saja mati."
Seorang peneliti yang keluar dari ruangan mengejutkan mereka. Takut apabila peneliti tersebut mendengar pembicaraan rahasia mereka dan menyangka mereka akan menyuruh Sasuke kabur dari desa untuk menghindari hukuman.
"Lebih baik kita berbincang sambil berjalan," usul Yamato yang disetujui mereka semua. Yamato memimpin di depan, setelahnya Naruto menyusul, kemudian Sasuke dan Sakura berjalan berdampingan di belakang.
"Aku akan meminta Tsunade memberikanmu keringanan hukuman di pengadilan," ucap Sakura dengan suara nyaris berbisik.
Sasuke menggeleng pelan. "Tidak perlu."
"Kenapa?"
"Apa pun hukumannya, akan aku jalani. Aku harus bertanggung jawab atas semua yang aku perbuat."
"Tapi bukan berarti kau menyiksa dirimu sendiri!" Sungguh, Sakura tidak mengerti cara berpikir Sasuke yang menolak tawaran Yamato untuk menyambungkan sel Hashirama pada dirinya.
Sasuke pun tersenyum mendengar omelan dari Sakura. "Tampaknya kau sudah sedikit punya waktu sehingga bisa mengomeliku."
"Jadi aku harus apa, Sasuke? Melepas perbanmu yang sudah rapih itu dan melilitkannya lagi?" Pandangan Sakura beranjak pada perban di lengan Sasuke. Ia merasa bersalah melihatnya. "Sebenarnya memang perban ini kurang rapih." Sembari terus berjalan, Sakura dengan cekatan memperbaiki perban di lengan Sasuke.
"Setidaknya, jika aku tidak punya dua tangan, aku masih memiliki dua jari," ujar Sasuke yang membuat Sakura menghentikan pergerakannya mengikat perban.
"Maksudmu?"
Keduanya pun berhenti di sebuah perbatasan lorong, kemudian Sasuke mendorong jidat Sakura dengan dua jemarinya. Tepatnya dengan jari telunjuk dan juga jari tengah. "Sampai jumpa," pamitnya seraya melangkah pergi meninggalkan Sakura yang masih berdiri mematung di tempatnya. Sasuke menyelinap di antara puluhan ninja yang tengah beristirahat lalu sosoknya menghilang begitu saja.
Sakura mengelus jidatnya pelan, seperti mencari sisa-sisa setuhan Sasuke di sana. "Sasuke...." rapalnya yang masih tidak percaya dengan apa yang baru aja terjadi.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top