[1]:Sakura:
NOVEL INI TIDAK DITULIS UNTUK DIKOMERSILKAN (DIJUAL) KARENA DAPAT MELANGGAR HAK CIPTA TOKOH
Fuze dapat dibaca gratis dan hanya dipublikasikan di Wattpad
***
Bunga sakura merupakan ciri khas bagi masyarakat Jepang. Warnanya merah muda dan bentuknya yang sangat indah dipandang. Namun, Mebuki tak ingin Sakura menjadi seorang perempuan yang hanya indah secara fisik. Tetapi juga sebagai anak yang membawa kebahagiaan bagi lingkungan di sekitarnya. Tiap bulan April, bunga sakura mekar sempurna dan semua masyarakat Jepang benar-benar menunggu bulan April datang.
Haruno Sakura tumbuh seperti bunga sakura yang kehadirannya ditunggu setiap orang. Ia ceria dan membawa kebahagiaan pada lingkungannya. Tetapi gadis kecil tetaplah gadis kecil biasa. Terkadang ceroboh dan suka bertingkah semaunya.
"Kau benar-benar serius dengan niatmu menjadi ninja?" Ino bertanya sembari memetik bunga-bunga liar di sekitar padang rumput tempat mereka bermain sehari-hari. "Maksudku, kau tidak perlu memaksakan diri untuk menjadi seorang ninja. Terlebih, keluargamu tidak seperti keluargaku yang memang mempunyai pekerjaan ninja."
Ino adalah sahabat dekat Sakura. Salah satu orang yang mendapatkan kebahagiaan tiap bergaul dengannya. Mereka selalu berusaha tetap terus bersama walau dalam beberapa hal, Ino lebih menyukai berjalan-jalan sementara Sakura lebih tertarik membaca buku di rumahnya.
Ibu Ino membuka toko bunga yang terkenal di desa Konoha. Walaupun masih sangat muda, Ino telah paham betul bagaimana cara merawat bunga mawar dan juga bunga kaktus. Di mata Sakura, Ino merupakan sesosok perawat bunga yang baik dan sudah memperlihatkan bakatnya sejak dini.
"Entahlah, Ino. Aku ingin mencobanya," jawab Sakura yang juga tengah memetik bunga. "Bukankah itu hal yang sangat keren? Bertarung, melindungi desa dan berjuang bersama teman-teman."
Sakura mengadah menatap langit. Imajinasinya bekerja. Bayangannya terhadap sosok ninja memenuhi seluruh pikirannya.
"Bisakah seorang pecinta buku sepertimu bertarung?" Pertanyaan Ino terdengar seperti meremehkan.
"Eh?" Sakura bangkit berdiri lantas menunjuk Ino. "Lihat saja, aku pun bisa bertarung suatu hari nanti!"
"Iya, bertarunglah dengan jidat lebarmu itu!" ejek Ino seraya menjulurkan lidahnya.
Bunga-bunga yang mereka kumpulkan bertebaran tidak keruan. Ino berusaha lari secepat yang ia bisa dan Sakura tak mau melepaskan Ino begitu saja. Keduanya berlari daa terhanyut dalam tawa.
Perbedaan membuat mereka terus saja mengeluarkan banyak argumen. Tidak jarang persahabatan mereka diwarnai oleh pertengkaran. Tetapi hal tersebut tak mampu memisahkan kebersamaan mereka.
Yamanaka Ino tidak hanya bertahan berteman dengan Haruno Sakura dikarenakan sekadar Sakura yang secerah bunga sakura di bulan April. Namun, karena Sakura pun selalu membutuhkan Ino--sang perawat bunga yang senantiasa menjaga bunga kesayangannya.
***
Sejak malam hari, Sakura tidak bisa terlelap. Meski matanya terpejam tapi pikirannya meracau kemana-mana. Ino mengatakan bahwa ujian masuk akademi ninja adalah hal yang sangat mudah untuk Sakura. Namun, inilah Sakura. Ia tidak bisa sedikit pun menganggap remeh sesuatu bahkan hal-hal pasti yang tidak perlu dia khawatirkan. Seperti saat dia mengkhawatirkan Ino pergi ke desa Sunagakure untuk membantu keluarganya mencari bunga yang sangat langka. Sakura terus menerus mengingatkan Ino agar dia tidak jauh dari ayahnya--Inoichi Yamanaka, salah satu petinggi desa yang mempunyai shintenshin no jutsu dengan kemampuan yang sudah tidak diragukan lagi.
Seluruh keluarga klan Yamanaka termasuk Ino juga mempunyai jutsu tersebut. Yang membuat Ino berlagak percaya diri adalah ketika tes fisik dan jurus pada ujian akademik ninja. Ino dengan lihainya mempraktikan jutsu tersebut yang membuat pikiran penguji dikuasai olehnya.
Sedangkan Sakura sendiri, tidak punya hal apa pun yang dapat dipamerkan untuk tes fisik dan jurus selain gerakan split serta dua bunshin yang ia buat. Sangat memperihatinkan bagi Sakura, meski ia dapat menjawab dengan mudah seluruh pertanyaan pada ujian tertulis.
Esoknya, dengan lingkar mata menghitam dan jantung yang berdebar kencang, Sakura dan Mebuki mendatangi akademi ninja Konoha untuk melihat hasil ujian yang tempo hari Sakura ikuti.
"Kalau kau tidak lulus, akan segera ibu daftarkan kau di sekolah dasar biasa. Kurasa jika bukan menjadi ninja, kau juga pantas menjadi seorang dokter," ujar Mebuki sambil mengelus puncak kepala Sakura.
Pernah sesekali Sakura berpikir akan menjadi dokter. Itu mungkin pekerjaan yang cocok dengannya. Dokter perlu ingatan kuat dan juga gemar membaca. Sakura mempunyai dua hal tersebut dalam dirinya tapi ia tetap lebih memilih menjadi ninja.
Memang terkadang seseorang enggan melakukan hal yang mereka jelas kuasai dan memilih mencoba hal yang lebih menarik. Dan inilah sifat manusia, tidak pernah puas akan satu hal.
Begitu sampai di akademik, Sakura dan Mebuki segera menuju tempat papan pengumuman berada. Mata hijau Sakura seketika membesar kala mengetahui namanya tertera pada pengumuman daftar peserta ujian yang diterima. Hampir saja ia melompat kegirangan jika Mebuki tidak segera memeluknya erat.
"Astaga, kau diterima dengan nilai yang tinggi sekali, Sakura!" teriak Mebuki sembari memeluk erat anaknya itu. "Kau membuatku sangat bangga!"
"I-Ibu aku tidak bisa bernapas!" keluh Sakura seraya terus berusaha melepaskan pelukan sang ibu.
"Oh, maafkan aku, Sayang." Mebuki pun melepaskan pelukannya lantas tertawa. "Aku benar-benar tidak menyangka kau dapat lulus. Aku saja ragu setelah mendengar ceritamu saat ujian berlangsung."
Sakura bernapas lega sehabis Mebuki melepaskan pelukannya yang erat itu. Ia juga ikut tertawa dan berkata. "Aku sendiri juga tidak percaya."
"Hei, lihatlah! Anakku lulus ujian akademik di rangking tiga. Namanya Haruno Sakura! Dia mendapatkan nilai 100 pada ujian tertulis meskipun hanya mendapatkan nilai 65 di ujian fisik, haha!" ujar Mebuki lantang dan membuat seluruh perhatian tertuju pada mereka berdua.
"Ibu! Hentikan!" pinta Sakura malu. "Ayo, kita sudah selesai, lebih baik pulang saja," ajaknya sambil menarik tangan Mebuki.
"Ah, ini dia. Dari suara berisikmu, aku sudah tahu itu kau, Mebuki!" sapa seorang wanita yang tengah menggandeng Ino. Dia adalah Nyonya Inoichi, ibu Ino yang sama sekali tidak mirip dengan anak semata wayangnya itu.
"Oh, selamat pagi Nyonya Inoichi! Bagaimana dengan Ino? Dia tentu lulus bukan?" ucap Mebuki menyambung sapaan dari Nyonya Inoichi.
"Tentu. Walau dia tidak mendapat nilai 100 pada ujian tertulis, tetapi setidaknya dia mendapatkan nilai 85 pada ujian fisik dan jurus." Nyona Inoichi terkekeh pelan. "Semoga ketika di akademik, anak-anak bisa menjadi teman yang baik."
"Kau memang sangat tahu bagaimana cara menjatuhkan seseorang!" balas Mebuki diiringi tawa kecil. "Apa kalian ingin makan teriyaki sebagai perayaan hari ini?" usul Mebuki yang membuat Ino tersenyum lebar.
"Itu ide yang bagus Bibi!" ucap Ino bersemangat.
"Uchiha Sasuke, bukannya dia satu-satunya klan Uchiha yang tersisa?" Di saat yang lain sibuk memilih restoran teriyaki yang cocok di musim semi ini, fokus Sakura justru beralih pada obrolan dua orang dewasa di belakangnya. "Sungguh memperihatinkan nasibnya. Seluruh keluarganya mati dan ia hidup sebatang kara."
"Itachi benar-benar kejam! Padahal yang kudengar, sewaktu di akademik, dia adalah murid yang sangat pintar dan berbakat."
Merasa pernah membaca nama Uchiha Sasuke, Sakura pun kembali melihat papan pengumuman dan langsung menemukan nama yang ia cari berada di ranking satu. Hanya berbeda dua rangking dengannya. Uchiha Sasuke mendapatkan nilai ujian tertulis 98 dan nilai ujian fisik dan jutsu 100. Total poin yang sangat tinggi.
"Lihatlah, dia sangat murung. Tatapannya juga dingin!" Salah satu dari dua orang di belakang Sakura menunjuk diam-diam seorang anak laki-laki seusianya yang tengah membaca papan pengumuman.
Sakura pun tanpa sadar ikut melihat anak tersebut. Memang benar, anak tersebut sama sekali tidak memancarkan aura bahagia sama sekali, tidak seperti anak-anal seusianya yang lain.
"Hei, Sakura? Hei! Bagimana? Apa kau setuju?" Pertanyaan Mebuki mengagetkan Sakura yang sedang tidak fokus kepada obrolan memilih tempat makan.
"Soal apa?" tanya Sakura kebingungan.
"Ya ampun, Sakura. Ibumu tadi berbicara cukup keras tetapi kau tidak mendengarnya sama sekali. Pantas saja kau mendapat nilai 65. Ayo, tidak perlu menunggu keputusan Sakura! Aku sudah lapar!" ucap Ino yang kemudian membalikan badan dan melangkah pergi.
Nyonya Inoichi membelai surai merah muda Sakura. "Ino memang seperti itu jika lapar."
"Ya, seperti babi," balas Sakura sembari menyusul langkah kaki Ino.
"Dan begitulah Sakura jika sedang kesal!" Mebuki menyonggol pelan siku Nyonya Inoichi.
"Itu wajar jika ibunya seperti kau, Mebuki."
Kaki Sakura terus melangkah menjauh, tetapi dalam beberapa detik Sakura membalikan arah pandang dan demi melihat Sasuke yang masih berdiri di bawah papan pengumuman. Entah apakah Sasuke betah menatapi namanya yang tertera sebagai lulusan terbaik. Atau jangan-jangan sedari tadi Sasuke masih sibuk mencari namanya?
Tanpa Sakura duga, Sasuke mengalihkan pandangannya sejenak dari papan dan padangan mereka pun bertemu. Yang Sakura lakukan adalah tersenyum karena hal itu merupakan kebiasaannya. Menebarkan kebahagiaan seperti bunga Sakura.
Sayangnya, Sasuke tidak menanggapi hal tersebut. Ia justru balik badan dan melangkah pergi tanpa membalas senyuman Sakura.
"Sakura! Perhatikan pandanganmu saat berjalan. Lihat ke depan! Ibu tidak ingin membantumu berdiri dari jatuh karena kau sekarang adalah murid akademik ninja." Mendengar perintah ibunya, Sakura pun cepat-cepat berlari menyusul Ino dan tidak menoleh ke belakang lagi.
***
[B/N]
Brain Note
Hai, minna-san! Ini fanfic pertama aku dan thanks to Sasusaku yang udah buat aku berani bikin fanfic. Semoga kalian suka sama cerita ini. Tunggu update selanjutnya ya minggu depan di hari yang sama yaitu hari Kamis.
Mata kondo na!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top