☆ lima ☆

☆☆☆☆☆

15 Oktober.

Itu adalah tanggal pernikahan gue sama Pak Alex. Tepatnya 2 minggu lagi. Please deh...itu kan hari ulang tahun gue? Kenapa mesti tanggal itu sih?

Kayaknya sengaja banget mereka ambil tanggal itu. Lagian tanggal itu pas umur gue genap 22tahun. Masa iya umur segitu status gue udah istri orang? Gue masih muda, masih pengen berkarir bukannya ngurus rumah tangga.

"Ma---batalin dong perjodohan ini. Aku gak mau nikah muda, Ma!" rengek gue sambil bergelayut di lengan kiri Mama.

"Ssst. Kamu ngomong apa sih Prill? Umur segitu udah cukupan. Mama aja dulu nikah sama Papa umur 19."

"Ya itu kan jaman kuno, Ma. Sekarang jaman modern, gak ada perjodohan-perjodohan!" kekeh gue.

"Yang namanya jaman itu sama aja, Prill. Mau kuno kek, mau modern kek. Intinya sama aja kan? Kamu nikah juga?"

Gue mendengus kasar. Percuma juga debat sama Mama. Dengan kasar gue melepas kaitan tangan gue di lengan Mama. "Tau ah. Mama gak asik!" seru gue pelan.

Gue membuang pandangan gue ke samping saat kedua calon mertua gue dateng. Agak berat sih nyebut mereka camer tapi ya mau gimana lagi? Dua minggu lagi gue bakalan jadi mantu dirumah ini.

Pak Roger dan Bu Lian duduk di depan kami. Saat ini gue sama orangtua gue lagi ada di rumah Pak Roger. Hari ini ada acara pertemuan keluarga.

"Di tunggu ya, Mbak, Mas. Alexnya masih---ah itu dia Alex. Sini sayang!"

Suara Bu Lian terdengar renyah tapi sayangnya gue gak akan terpengaruh. Gue masih natap ke samping saat gue mendengar suara langkah kaki mendekat. Sebenarnya jantung gue mulai bekerja gak normal, nervous campur takut.

"Waaah, cakep ya, Pa!" puji Mama. Mama lalu menyikut lengan gue, membuat gue mau gak mau akhirnya menoleh juga.

Hampir aja gue keselek ludah gue sendiri waktu cowok di depan gue ini natap ke arsh gue.

Jadi ini yang namanya Pak Alex? Umur berapa? Kok keliatan tua banget sih? Mana kumisan dan brewokan lagi. Ini anaknya Pak Roger atau adiknya sih?

"Ma, kok mukanya serem, Ma?" bisik gue ke telinga Mama.

"Hush. Itu calon suami kamu, Prill. Cakep kan? Mama gemes deh sama brewoknya. Itu pasti dadanya juga banyak bulunya!"

Alis gue terangkat sebelah mendengar respon Mama. Ini kenapa Mama gue yang ngebet?

Pak Alex masih aja ngeliatin gue. Tatapan matanya bener-bener tajem. Jadi ini orangnya? Yang selalu nelponin gue tengah malem? Yang bangunin gue shubuh-shubuh cuman buat nyusun ulang jadwal meeting? Dan lebih parahnya dia calon suami gue?

☆☆☆☆☆

"Maksud Bapak apa nerima perjodohan ini?" desis gue saat kami semua berada di meja makan yang besar.

Mama duduk bersebelahan sama Papa sementara Pak Roger dan istrinya. Gue duduk sebelahan sama Pak Alex. Meja makan ini berbentuk bundar dan semua orang duduk mengelilingi meja. Jadinya gue duduk sebelahan sama Pak Alex.

"Turuti saja apa kata mereka. Bukankah anak yang berbakti adalah anak yang nurut sama orangtua?" bisik Pak Alex tak kalah pelannya.

Gue semakin greget sama Pak Alex dan refleks gue menginjak ujung sepatunya. Membuat Pak Alex tiba-tiba memekik keras.

"Ada apa, Lex?" tanya Pak Roger yang duduk di sebelah Alex. Semua pandangan tertuju ke arah Pak Alex yang tampak meringis kesakitan.

"Tidak apa-apa, Pa. Kakiku tiba-tiba sakit, seperti diinjak marmut!"

"Marmut?" cicit Pak Roger. Pak Alex mengangguk pelan sambil melirik ke arah gue. Pengen banget rasanya gue menoyor kepalanya. Gue dikatain marmut? "Disini mana ada marmut, Lex? Yang ada Prilly,calon istri kamu yang cantik dan imut!"

Senyum gue mengembang mendapat pujian cantik dari camer gue. Tapi senyum itu gak lama, karena Pak Alex tiba-tiba bersuara lagi.

"Maksud Alex marmut jadi-jadian, Pa!"

Mata gue seketika melotot lebar ke arah Pak Alex. Gue dikatain marmut jadi-jadian. Gue bener-bener gak bisa terima kalo udah ngomongi soal fisik. Fisik gue emang kecil. Langsung aja gue tendang tulang keringnya pake hak sepatu gue yang tinggi.

Hasilnya, Pak Alex kembali memekik dan ini suaranya sangat keras.

"AAAARGH!!"

"Kenapa lagi, Lex?" tanya Pak Roger panik.

Pak Alex menggeleng pelan sambil meringis. "Marmutnya berubah jadi monster, Pa. Kakiku semakin sakit. Rasanya mau patah saja!" jawabnya pelan sambil mendesis pelan. Sepertinya tendangan gue ampuh.

Makan tuh hak sepatu.

☆☆☆☆☆


Setelah acara pertemuan malam itu, besoknya gue gak masuk kerja lagi. Itu semua bukan keinginan gue, tapi camer gue. Gue disuruh fokus sama pernikahan gue yang tinggal beberapa hari lagi.

Getaran di hp gue membuat gue bangun dengan malas. Menyambar dengan cepat benda pipih itu dan sebuah nama tertera di layar hp gue. Membuat gue mendengus kasar.

Pak Alex memanggil...

Gue sedikit ragu buat menjawabnya. Tak lama panggilan itu terputus. Gue menghela nafas lega. Niatnya hp itu mau gue taruh lagi di atas nakas tapi sialnya nama Pak Alex lagi-lagi muncul di layar hp gue.

"Ya, Pak. Ada apa?" sapa gue dengan nada malas.

"Setengah jam lagi saya jemput. Bersiap-siaplah!"

Setelah itu panggilan terputus. Gila nih orang. Ngajakin calon istrinya kayak nyuruh pembantu masak aja. Gak ada basa-basinya, gak ada lembut-lembutnya.

Gue langsung membuka aplikasi chat dan mengirim pesan ke Pak Alex.

Maaf, saya gak bisa, Pak.

Gue taruh lagi hp itu di atas nakas. Dan hp gue kembali berdering. Bukannya bales chat gue, Pak Alex malah nelpon gue.

"Saya gak bisa, Pak---"

"Apa alasannya?" potongnya.

"Ya---ya saya gak bisa. Saya capek. Lagian Bapak mau ngajakin saya kemana?" cerca gue.

"Ck. Apa perlu saya jelaskan disini?"

"Iyalah. Saya kan takut. Bisa aja Bapak nanti nyulik saya, mutilasi saya lalu ngejual organ saya. Ginjal harganya mahal loh, Pak!"

Omongan gue kayaknya ngelantur aja. Mana mungkinlah Pak Alex mau membunuh gue buat ngambil ginjal gue? Lagian Pak Alex kan horang kayah. Mau apa tinggal nunjuk dan ambil.

"Sudah bercandanya? Saya mau mengajakmu ke butik langganan Mama. Kita akan fitting baju pengantin---"

"Gak mau!!" teriak gue. Gila aja gue jalan sama Pak Alex. Di kiranya gue jalan sama preman. Rambut gondrong, kumisan, brewok lagi.

"Kenapa?" tanyanya cepat.

"Bapak itu nyadar gak sih? Penampilan Bapak kayak preman. Apa kata orang nanti? Bapak mau digebukin masa dikiranya nyulik saya?"

Hening sebentar. Setelah itu gue denger helaan nafas dari seberang sana. "Jaga bicara kamu. Cepat siap-siap. Setengah jam lagi saya datang ke rumahmu."

"Memangnya Bapak tau rumah sa---ya? Pak Alex!!!! Iiih nyebelin!!"  gue melempar hp gue ke tempat tidur. Belum selesai ngomong udah main tutup aja.

Gue terus ngomel-ngomel sendiri di dalam kamar dan makian gue berhenti saat pintu kamar gue terbuka secara tiba-tiba. Kepala Mama menyembul dari balik daun pintu.

"Prill, cepetan siap-siap ya. Mama Lian nungguin kamu di butik. Kamu di suruh kesana bareng Alex!"

WHAT?

Mama Lian? Alex?

Sejak kapan Mama manggil istri Pak Roger Mama Lian? Dan apa tadi Mama bilang? Alex? Mama manggil Pak Alex cuman nama aja? Alex? Waah gawat. Ini gak perlu dibiarin.
Gue harus bikin perhitungan sama Pak Alex. Kayaknya tendangan gue di tulang keringnya gak mempan. Perlu gue tendang anggota tubuhnya yang lain nih.

☆☆☆☆☆

Kening gue mengernyit menatap ke arah cowok yang sedang bersandar di mobil putih sport itu. Long sleeve biru dongker dan celana abu-abu.

Siapa ya?

Gue ngerasa gak ngenal dia tapi kenapa dia ngeliatin gue dari tadi?

Gue melangkah pelan menghampirinya dan masih menatap bingung ke arahnya.

"Mas, cari siapa?" tanya gue lembut. Wajahnya familiar sih dan rasanya gue pernah ngeliat. Tapi di mana ya?

Cowok itu menarik punggungnya dan menegakkan posisi berdirinya. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celananya kainnya.

"Bagaimana, apa sekarang saya tidak seperti preman?" tanyanya balik.

Seketika gue sadar, ini cowok yang sama yang gue temuin tadi malam.

Pak Alex.

☆☆☆☆☆


Sbya 13 Maret 2018

Hari ini double up ya...puas kan?

Akhirnya prilly ketemu alex jg.

Udh d ksih double up n skrg jgn pelit buat voment ya 😄😄😄

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top