The Base of Future

—Yogyakarta, 2023—

Mendung membungkus langit Yogyakarta. Titik-titik air bagai jarum menghunjam bumi turun kian lebat. Membuat orang-orang kalang kabut mencari tempat berteduh. Lana yang kala itu masih dalam perjalanan pulang dari kampus terpaksa menepi dan masuk ke dalan toko buku. Berinisiatif menumpang untuk berteduh.

Jarum-jarum air turun kian lebat. Genangan di jalanan nampak seolah anakan sungai yang mengalir deras. Berkecipak kala lalu-lalang kendaran simpang siur melewatinya. Lana memperhatikannya dari kaca toko buku. Ia berharap hujan segera reda. Walaupun pada nyatanya lima belas menit berlalu, langit tidak kunjung memberi tanda menghentikan tangisnya. Malahan semakin menjadi di tengah kemendungan.

Kesal hujan tak lekas reda, Lana memutuskan untuk berkeliling di dalam toko buku. Menyisir satu per satu judul novel yang dipampang pada rak barisan tiga. Walaupun kini sudah muncul terobosan e-book yang murah dan mengurangi penggunaan kertas, masih saja banyak orang lebih suka mbaca lewat kertas. Nampak memakan tempat saat dibawa ke mana-mana, tapi, Yah, orang bilang ada rasa nyaman tersendiri saat berbaur dengan lembaran kertas. Mereka para penikmat buku lebih menyukai menumpuk berjilit-jilit buku di rak mereka ketimbang menumpuk file-file e-book di memori perangkat mereka.

Lana tersenyum kala matanya menangkap sebuah novel dengan judul After Crescent Moon. Ada rasa yang meletup di dadanya, menyadari novel fantasi yang ia tulis sudah beredar luas hingga toko-toko buku kecil.

"Itu buku yang tengah banyak dibicarakan dan jadi buku dengan penjualan terbaik di toko ini, Kak." seorang pegawai toko nampak menawarkan ramah buku yang tengah Lana amati di tangannya. Sejujurnya, tanpa membacanya pun Lana tahu isinya dan bagaimana proses penulisan buku yang sempat mendekam di platform Wattpad selama satu tahun lebih itu.

"Oh, ya?" Lana mengukir senyum. Ya, tentu saja banyak dibicarakan. Buku itu hampir ditarik dari pasaran satu bulan yang lalu dan saat itu pula kontrak Lana dengan penerbit di ambang pencabutan.

"Ya, kemarin sekelompok anak SMA datang mencarinya. Mereka bilang itu buku yang bagus. Tidak biasanya banyak orang mencari judul buku yang sama dalam satu minggu ini." pegawai itu menjelaskan. "Apalagi novel fantasi bukanlah penjualan terbaik kami sebelumya."

"Ya, mereka tidak akan tahu tentang buku ini jika rumor payah itu pernah menyebar." Lana meletakkan kembali buku di raknya.

Pegawai toko menatapnya kebingungan, tapi Lana enggan memberikan penjelasan. Ia hanya tersenyum dan menggapai judul novel lain, lantas membawanya ke kasa. Hujan sudah reda, Lana harus segera pulang. Sekadar untuk membelai laptop kesayangannya, atau menyelesaikan makalah kelompoknya.

"Terima kasih. Silakan datang kembali."

Sepanjang jalan, Lana menatap tas kertas di tangannya. Toko buku yang dikunjunginya punya keunikan, mereka tidak menggunakan plastik. Mereka lebih memilih kertas yang penggunaannya berkurang di bidang industri buku karena beredarnya e-book. "Lebih ramah lingkungan," tutur si pegawai saat Lana menanyakannya karena penasan.

Sepintas teringat lagi tentang tulisannya yang dibukukan penerbit belum lama ini. Ada kisah kusut di balik ketenarannya saat ini. Sebut saja kisah kelam dibalik novel After Crescent Moon. Walaupun istilah itu terdengar berlebihan.

Enam bulan lalu, Lana tengah semangat-semangatnya berkomunikasi dengan pihak penerbit tentang tulisannya yang masih beredar dalam platform Wattpad. Mereka menawari Lana kontrak penerbitan. Yeah, tentu saja bagai dijatuhi uang segepok, Lana berlonjak senang dan menyetujuinya segera.

"Semangat ya, Na," ujar kakak Lana lewat telepon saat itu. Ia menyampaikan kabar dukungan keluarga padanya.

Ada hal lain yang membuat Lana sempat sedih untuk sesaat. Di mana seharusnya ia berlonjak dan memeluk ibunya erat saat ia mendapat email dari penerbit, tidak dapat dilakukannya. Untuk mendapat pendidikan sastra terbaik, ia menyeberang ke provinsi sebelah, Yogyakarta. Di sana ia akhirnya diterima di universitas yang cukup ternama. Universitas Gajah Mada, atau orang-orang lebih singkat menyebutnya UGM. Namun, kesedihan Lana enyah karena pada akhirnya keinginannya yang muncul bertahun-tahun lalu sudah berbuah. Tidak masalah jauh dari rumah. Ia akan memanen kebahagiaan pada akhirnya.

Lana tidak mau lagi orangtuanya penat bekerja keras, tapi dirinya tenang merebahkan diri tanpa mau tahu. Ini masanya start untuk balas budi. Jadi anak yang dapat dibanggakan merupakan pangkalnya, sebelum bibit berubah menjadi tanaman yang lebih menjulang.

Tahap percetakan pertama usai. Buku sudah didistrisbusikan menyeluruh ke wilayah Indonesia. Editor Lana bilang, untuk ukuran novel fantasi, itu bacaan yang ringan dan diprediksi menjadi best seller ke depannya. Lana akan senang sekali jika itu betulan terjadi.

"Gimana? Lancar, 'kan?" ibu Lana menelpon, saat itu rasanya Lana ingin memeluknya.

"Ya, Bu. Lancar." Lana menebar senyum, tapi tentu saja tidak sampai pada ibunya. "Kalau Lana pulang, kita makan-makan ya! Lana yang traktir."

"Alah, kamu ini. Baru tahu rasanya bisa kerja sendiri sudah berlagak."

Lana tertawa. Perbincangan itu berlanjut hingga berkelok-kelok ke arah topik lain. Hingga katanya ayam goreng yang ibu Lana goreng gosong dan membuat Mbak Ira, kakak kedua Lana, mengambil alih telepon dan memarahinya.

Semua terasa normal bertabur kebahagian sore itu. Tiket kesuksesan sudah di genggaman, walaupun Lana masih menjejakkan diri di semester tiga bangku perkuliahan. Lana berharap, kesungguhannya dapat memekarkan bunga keberhasilan yang lebih besar.

Sampai sebuah pesan datang lima bulan setelah cetakan pertama. Pihak penerbit mengigatkan tentang undang-undang hak cipta. Katanya tulisan Lana merupakan hasil plagiat dari sebuah cerbung di situs blog populer milik seseorang yang tidak pernah Lana tahu dan kenal. Ia melaporkan Lana tentang pelanggaran hak cipta. Sontak hal itu membuat Lana kebingungan. Bagaimana bisa orang yang tidak pernah Lana tahu wujudnya dan isi blognya melaporkannya dengan tuntutan pelanggaran hak cipta?

Berbagai pesan yang berisi hujatan memenuni berbagai media sosial Lana saat kabar itu menyebar. Mereka mengatakan novel semenarik tulisan Lana sangat sayang sebagai hasil plagiat. Kabarnya kian menyebar, membuat pihak penerbit hendak menarik novel itu dari pasaran. Namun, Lana datang dan memohon untuk melakukan konfirmasi. Ia susah payah meminta bantuan dan meyakinkan beberapa pihak untuk percaya padanya. Ia tidak pernah berpikir untuk memplagiat cerita orang. Hanya ada dua opsi, fitnah atau isi cerita mereka mirip.

Syukurah, Lana punya teman yang ahli mengusut hal yang demikian. Lana tidak bisa berdiam diri sedangkan di luar sana cerita yang ia garap setahun dalam platform Wattpad dituduh sebagai hasil plagiat. Ia memulai cerita itu dari menanam bibit, bukan mencuri buah di kebun tetangga! Dibantu orang dari pihak penerbit, mereka mengusut kejelasan akan desas-desus ini. Fakta terungkap! Kasus itu menemukan titik terang.

Tanggal rilis bagian awal cerita Lana di platform Wattpad lebih awal setengah tahun dari munculnya cerita berkonsep sama di blog yang katanya terkenal itu. Sudah jelas, bukan? Siapa yang harusnya melaporkan siapa. Lana bersyukur, jika si plagiator tak meleporkannya, ia tidak akan tahu ada yang memplagiat ceritanya. Walaupun awalnya mengumpankan dirinya untuk jadi tersangka. Tidak masalah. Semuanya telah usai dan hendak berlalu.

Kini, Lana dalam masa pemulihan nama baik. Novel tidak lagi akan ditarik dari pasaran. Kontrak penerbit pun rasanya aman-aman saja.

Angin berdesir pelan. Membuat air menitik dari dahan-dahan basah pepohonan pinggir jalan. Lana menengadah, saat itu pula titikan air membasuh wajahnya. Dering ponsel mengalihkan Lana dari lamunan. Di sana Mbak Wanda, kakak pertama Lana, menelpon. Mengabarkan agar Lana pulang minggu depan.

"Pulang, lho, ya."

"Insyaallah, Mbak. Aku juga kangen." Lana tersenyum. Ia berjalan sembari menelpon.

"Yaudah. Haikal rewel, nih. Udah dulu, ya."

Lana kembali memasukkan ponsel dalam saku. Mempercepat langkah, sebab langit telah menunjukkan semburat jingganya. Ini baru awal. Keberhasilan baru berkecambah! Walau batang dan daun akan sempat terpotong di perjalanan tumbuhnya, pada akhirnya tetap akan menjadi pohon yang besar.

****

Tamat

<Nyatanya menulis ini semua tidak semudahmenentukan kalender dan peta dunia fiksi fantasi>

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top