My Little Hope

Bandar Udara Internasional Hong Kong, 2023

Seorang gadis berhijab menggeret kopernya hijaunya menuju pintu keluar bandara. Ia tampak berjalan dengan pelan tetapi santai. Tangan kanannya memegang ponsel dengan casing hijau, saat jari jempolnya baru akan menekan speed dial nomor dua, ia tak sengaja menabrak seseorang.

"Pardon me," katanya langsung sambil melihat sosok yang ia tabrak, yang langsung saja melengos pergi tanpa mengindahkan ucapan maafnya.

Radinra-gadis berhijab itu-mengembuskan napas. Sudahlah, ini kan negeri orang. Dia bisa apa?

Radinra memutuskan untuk duduk di tempat terdekat, ia kembali terfokus pada ponselnya yang tadi sempat hampir terpeleset dari tangan ketika pria tak dikenal itu menabraknya. Ia tersenyum kecil dan kembali menekan speed dial nomor dua.

"Asalammualaikum, Ma. Iya, Alhamdulillah Radin udah sampai di Hong Kong." Sebuah senyum kecil terulas di bibir tipisnya. Ia mengangguk pelan kemudian. "Iya, habis ini Radin naik taksi buat ke hotel. Mama enggak usah khawatir, Radin udah besar."

Percakapan Radinra dengan mamanya itu berlangsung selama lebih kurang sepuluh menit.

"Iya, Ma. Assalamualaikum," tutupnya sebelum kembali melihat ke sekitar. Kembali sebuah senyum lebar terbentuk.

Alhamdulillah, akhirnya bisa juga sampai di sini.

Suara azan yang berkumandang dari ponsel Radinra sontak membuat gadis itu berjengit sedikit. "Sudah asar, salat dulu, baru ke hotel." Ia berdiri dan meregangkan tubuhnya sedikit, sebelum kembali menggeret kopernya menuju musala terdekat.

Langkah Radinra terhenti ketika ia melihat sebuah iklan besar yang terpampang di dinding bandara. Menampilkan wajah dua orang pemuda tampan yang tersenyum ke arah kemera. Seperti di komik saja, wajah Radinra sedikit memanas hanya dengan menatap foto iklan tersebut.

Besok aku benar-benar akan bertemu mereka secara langsung...

Menatap lamat-lamat dinding tersebut, waktu seolah terhenti bagi sang gadis. Tanpa sadar kakinya berbelok sedikit, berjalan mendekati iklan tersebut.

Belum sampai dua meter, perhatian Radinra teralihkan pada serombongan keluarga yang melintas di hadapannya. Mereka tampak terburu-buru, mengingatkan Radinra akan tujuan awalnya.

"Ayo cepat salat, terus foto sama iklan ini!" serunya semangat sembari memutar kembali tubuhnya dan memperbesar langkah. Ia bersenandung kecil, kakinya terasa ringan.

****

Radinra sedang duduk di dalam taksi, ia memandang foto dirinya sendiri di depan papan iklan di bandara tadi. Memang agak memalukan ketika ia harus meminta tolong pada seseorang yang lewat untuk mengambilkan foto melalui kamera ponsel.

"Malu-maluin aja foto sama iklan."

Kepala Radinra segela menoleh ke kanan, di mana seorang laki-laki duduk di sampingnya dengan senyum menyebalkan yang khas. Itu Dika, abangnya Radinra.

"Biarin," balas Radinra ketus, bibirnya cemberut nyaris maju tiga senti. "Bang Dika sendiri ngapain tau-tau udah ada di Hong Kong aja? Udah Radin bilang, Radin mau pergi sendiri."

"Sok mandiri," cibir Dika.

Memang hal ini cukup mengagetkan Radinra. Baru saja dia keluar dari gedung bandara, ia dikagetkan dengan sebuah banner bertuliskan, "RADINRA FROM INDONESIA". Siapa saja akan terkejut jika menemukan seseorang sudah menunggu di negeri yang baru pertama kali ia pijaki ini.

Lega dan kesal adalah dua emosi yang Radinra rasakan kala menemukan wajah Dika dengan senyum menyebalkan itu. Pemuda dua puluh tiga tahun itu memegang banner berwarna putih yang ia bertaruh dibuat dari kertas karton asal Indonesia.

Baru saja Radinra sampai di hadapannya dan sudah siap mengeluarkan berbagai cercaan dan omelan, serta kata-kata protes lainnya, Dika langsung merebut koper hijau milik Radinra dan berjalan, mengabaikan sepenuhnya ocehan dari adik kandungnya sendiri.

Dalam waktu singkat, keduanya sudah duduk manis di dalam taksi.

"Abang disuruh Papa. Beliau bilang jangan sampai Radin tahu. Kapan lagi bisa jalan-jalan ke Hong Kong, 'kan?" Dika tersenyum, Radinra yakin betul pemuda yang baru mendapatkan gelar sarjana ini benar-benar menikmati apa yang ia lakukan.

Enggak disuruh Papa pun, pasti Bang Dika nyusul, batinnya keki.

"Pokoknya, Bang Dika enggak boleh sampai bikin acara Radin kacau. Tunggu aja di luar."

"Enggak mau, jauh-jauh ke sini masa cuma tunggu di luar."

"Yang boleh masuk Cuma yang punya tiket."

"Ya udah, tinggal beli tiket, 'kan?"

"Bang Dika!"

Perdebatan Radinra dan Dika terhenti sejalan dengan berhentinya taksi yang membawa mereka. Radinra cemberut saat sadar mereka telah sampai di hotel dan segera keluar dari mobil.

"Jangan bilang Abang juga nginap di sini?" katanya langsung bahkan sebelum Dika selesai menutup pintu taksi.

"Iya dong, kamar kita sebelahan."

Radinra capek marah-marah, dan faktanya gadis berhijab itu merasa sangat senang dengan keberadaan Dika di sampingnya sekarang. Alhasil dia hanya mengembuskan napas lagi dan mencoba mengulas senyum.

"Ayo, Bang. Radin capek. Mau istirahat."

****

Keesokan harinya, Radinra tidak henti-hentinya menguap.

"Barang-barang udah selesai semua? Album yang mau ditanda tangan? Poster?"

Kepala gadis itu hanya mengangguk-angguk sambil tetap memakan roti bakar, salah stau menu sarapan yang disediakan hotel.

"Umph?!"

Radinra berseru tertahan ketika sepotong omelette dimasukkan ke dalam mulutnya, siapa lagi pelakunya kalau bukan Dika? Radinra menatap tajam sang abang sambil mengunyah olahan telur tersebut.

"Oh, akhirnya bangun juga." Dika tersenyum jail.

Kalau saja ini bukan di hotel, dengan orang-orang asing sedang menikmati sarapan mereka di meja lain, Radinra pasti sudah memekikkan nama abangnya itu dengan kesal. Akhirnya gadis yang kali ini menggunakan hijab berwarna merah mutiara ini hanya melanjutkan makan sambil bersungut-sungut.

Radinra mematung saat sebuah tangan lebar dan hangat menepuk-nepuk pucuk kepalanya. Ia mengangkat kepala, menatap Dika dengan tatapan bingung.

"Gugup?"

"Iya, sedikit," aku Radinra sambil meraih gelas susunya sebelum meneguk cairan putih itu. "Makasih ya Bang, udah datang buat nemanim Radin di sini."

Senyum yang Dika ulas sekarang, pastilah senyum yang selalu membuat Radinra kesulitan karena teman-temannya berebut minta dikenalkan dengan sosok abangnya yang tampan ini.

"Iya, sama-sama."

Dua jam kemudian, Radinra dan Dika sudah sampai di salah satu mal besar di Hong Kong. Hari ini ramai sekali. Di mana-mana banyak pernak-pernik berwarna merah, juga spanduk di sana-sini. Orang-orang berlalu lalang, sebagian besar menggunakan pernak-pernik berwarna merah juga.

Penampilan Radinra juga tak berbeda dari mereka, hijab, rok, dan sepatu merah. Hanya baju berwarna krem yang ia kenakan menjadikan penampilannya tidak serba merah.

"Ini ya gerbang acaranya?"

Keduanya berhenti di depan sebuah spanduk besar yang digantung sedemikian rupa, di sana bisa terbaca,

"TVXQ! 20th Album Fan Meeting. Welcome Cassiopeia!"

Radinra bisa merasakan tubuhnya bergetar sedikit sambil mencengkram erat tali ranselnya. Sebuah tangan besar melingkar di bahunya, milik siapa lagi kalau bukan Dika?

"Gugup? Senang?"

Gadis itu hanya mengangguk cepat dan memeluk sosok yang lebih tinggi itu. Tepukan lembut di punggungnya mampu membuat Radinra merasa lebih baik. Jauh lebih baik.

"Sana, sepertinya sebentar lagi Changmin sama Yunho bakalan datang. Abang enggak bisa masuk, enggak punya tiket."

"Tiketnya udah habis." Radinra memukul lengan abangnya main-main sambil terkekeh.

Setelah melambaikan tangan, Radinra melangkah masuk melewati gerbang kecil yang sudah dibuat. Di tengah sana sudah ada panggung kecil. Ia segera mengambil tempat duduk di depan.

Dadanya mulai berdebar makin kencang. Otaknya kembali memutar memori sebelum ia memijakkan kakinya di sini.

Bagaimana perjuangannya mendapatkan izin dari kampus, izin dari papa dan mamanya. Beum lagi ia harus mati-matian mendapatkan selembar tiket fan meeting ini.

Masih basah di ingatannya bagaimana beberapa teman memandangnya dengan sinis, menyindir hijab yang ia kenakan, dan lain-lain. Namun Radinra tidak peduli.

Radinra sudah mempersiapkan segalanya untuk hari ini.

Dan kini, impiannya sudah di depan mata.

Sebentar lagi, ia akan melihat dua sosok idolanya. Di hadapannya, dengan mata kepala sendiri. Ia akan mendengar suara mereka secara langsung.

"Dong Bang Shin Ki! Dong Bang Shin Ki! Dong Bang Shin Ki!"

Radinra tersenyum makin lebar dan ikut memanggil nama grup idolanya tersebut. Sebentar lagi, Radinra akan melihat mereka sebentar lagi.

Pandangan gadis berhijab itu mengabur akibat air mata, namun bibirnya tetap mengulas senyum lebar.

Dengan begini, impian Radinra pun akan terwujud.

Radinra begitu yakin dua sosok itu sudah berada di belakang panggung dan siap menyapa mereka semua, namun sebauah tepukan di pundak membuat Radinra menoleh ke belakang.

"Radinra?"

****

"Radinra?"

Tubuh Radinra tersentak dan ia sontak membuka mata. "Anjeli?"

"Ra? Lo nangis?"

"Eh?" Radinra buru-buru memegang pipinya, dan benar saja, cairan hangat itu mengalir di sana.

"Astaga Ra, lo mimpi apa sampai nangis gitu?" Anjeli tampak panic dan segera mengusap air mata Radinra dengan tisu. "Gue cariin lo ke mana-mana, ternyata lo ketiduran lagi di perpus. Kenapa? Stres karena ujian?"

Radinra menggeleng pelan sambil tertawa kecil, ia mengambil alih tisu itu. "Enggak, cuma mimpi indah aja."

"Mimpi indah? Aduh!"

Radinra terkekeh kecil ketika Anjeli mengaduh setelah ia memukulnya lengannya pelan.

"Kenapa gua dipukul?"

"Kamu jahat, bangunin aku pas mereka mau muncul."

"Mereka? Mereka siapa?"

Radinra lanjut terkekeh kecil, mengabaikan raut bingung Anjeli.

"Radin, lo bikin gue takut. Pulang aja, yuk?"

Gadis itu mengangguk, ia dan Anjeli pun melangkah ke luar dari perpustakaan.

****

Dia Radinra, 21 tahun. Gadis berhijab yang kuliah di Universitas Indonesia jurusan Hubungan Internasional. Dikenal pendiam dan tak aka nada yang menyangka bahwa sosok Radinra yang ini mengidolakan sebuah duo asal Korea Selatan.

Dia Radinra, dan sampai kapan pun, impian kecilnya untuk bertemu dengan artis idolanya tak pernah pupus.

Yah, itu hanya salah satu dari sekian banyak impian yang Radinra punya.

****

Tamat

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top