Part 17 (Pengintai)

    Sudah hampir 2 hari tidak ada aktifitas diluar gedung pembelajaran, kecuali hanya untuk regu pengintai.

     Selama 2 hari ini regu pengintai sudah berkali-kali melakukan penyisiran ke wilayah musuh. Entah itu pagi hari, siang hari, bahkan terkadang malam hari.

      "Kapten, berikan perintahmu," ucap pemuda berambut putih yang sedang bersembunyi di balik sebuah pohon, dialah Fukuzawa.

      "Itu, kemungkinan kelas A," balas lawan bicaranya. Keberhasilan pengintaian ini ditentukan dengan tingkatan kelas dari para Hito-gui. Mulai dari D sampai S, dan pengukuran kekuatannya dilakukan dengan memperhatikan gerak-gerik nya, jadi hasilnya masih 50/50.

      "Jadi, bagaimana?" Tanya Fukuzawa.

      "Untuk saat ini, kita hanya dapat melaporkan. Tugas kita bukan bertarung, lagipula banyak anggota kita yang bukan kelas petarung."

      "Kita mundur," lanjut sang kapten.

       'baik' seru anggota yang lain dan dengan bergegas mereka segera meninggalkan lokasi.

      Sekali lagi, di pengintaian kali ini tidak ada korban jiwa.

      Regu pengintai yang baru berjumlah 50 orang, jadi ada 5 regu yang berisi 10 orang di setiap regunya. Dan salah satunya adalah regu tempat Fukuzawa berada, regu itu dipimpin oleh murid kelas 12 yang bernama Yamada Akemi. Dia adalah pemuda dengan perangai yang tinggi sekitar 187 cm, rambutnya kuning dengan sedikit tambahan oranye dan warna matanya berwarna oranye.

       "Tugas kita untuk hari ini cukup sampai disini, kita lanjutkan setelah makan siang," ujarnya dari depan barisan.

       "Yamada-san, t-tolong! Tolong!!"

        Setelah beberapa saat terdengar teriakan dari barisan belakang, seketika semua orang menoleh ke arah barisan tersebut termasuk Fukuzawa yang sekarang berada di samping Yamada.

      "Ada apa?!" Tanya Fukuzawa.

       'krekk, krekkk'

       "Hahh....darah segar," muncul suara serak diiringi dengan bunyi tulang leher yang patah. Tangan dari orang itu sekarang sedang memegangi leher dari murid yang berteriak tadi, lehernya menjadi lebih fleksibel tanpa adanya tulang yang menyangganya.

       Jika tangan orang itu tidak memegangi lehernya mungkin sekarang tumpukan daging itu tergoyang ke kanan dan ke kiri.

       "Sial, kau Hito-gui yang tadi!" Teriak Fukuzawa geram.

      "Lari."

       "Hah?"

       Mendengar ucapan dari sang kapten membuat Fukuzawa kebingungan.

       "Yang masih tersisa, lari!" Perintah Akemi kemudian menarik kerah baju Fukuzawa dan berlari sekencang angin diikuti oleh siswa lain yang masih hidup.

       Perlu kalian ketahui, ragu pengintaian bukanlah kelompok yang membawa banyak persenjataan. Diketahui hanya beberapa orang yang membawa perlengkapan senjata yaitu kapten, dan beberapa orang yang diperintahkan oleh pemimpinnya.

       "Yamada-san, bagaimana dengan orang itu?!?" Tanya Fukuzawa yang berlari mengikuti irama dari Yamada.

       "Tidak ada harapan lagi baginya, jangan menoleh ke belakang!!"

         Tapi, berlari menjauh Hito-gui bukanlah hal yang tepat jika kalian sudah berhadapan dengan mereka.

         Dalam sekejap, Hito-gui kelas A tadi sudah berhasil menyusul regu Yamada. Dia melompat-lompat melalui pepohonan, lompatannya seperti kangguru. Sangat jauh dan kuat, bahkan batang pohon yang dia lalui hampir roboh, begitu pula dengan tanah yang ia pijak.

        "Jangan lari!" Teriaknya sambil berusaha menggapai murid yang berada di barisan paling belakang.

        'hii, tolong-tolong'

        'lebih cepat!'

         Teriakan putus asa dari para murid yang berlari membabi buta memenuhi ruang lingkup sekitarnya.

         'darrr darrrr' semua murid yang sudah berada dalam gapaian Hito-gui itu diinjak satu persatu. Pijakan yang sangat kuat itu bahkan sampai menghancurkan kepala mereka seperti semangka yang masih segar.

        "Bermain!! Ayo bermain, para cebol!" Teriak Hito-gui itu.

        Lari pun terasa tidak berguna. Sekarang Hana tersisa 4 orang yang belum terinjak, mereka adalah Yamada, Fukuzawa dan dua murid yang lainnya.
 
       Mereka berbeda dengan murid yang lain, cara mereka berlari lebih terkoordinasi. Mungkin itu karena salah satu dari dua murid itu adalah anggota klub lari, dan yang satunya kabarnya adalah veteran dalam hal-hal yang seperti ini.

        "Sial, berapa jauh lagi jarak ke gedung utama," tanya salah seorang murid.

         "Sekitar 70 atau 80 meter lagi. Pokoknya lari saja dulu," jawab Yamada.

         "Sial!"

         Kelima regu pengintai dibagi dalam wilayah intainya masing-masing. Malang bagi regu Yamada yang mendapat wilayah di hutan sebelah timur. Rumor tentang Hito-gui listrik yang menyerang Ryuki sudah menyebar di dalam gedung pembelajaran, jadi semua murid yang berhadapan dengan hutan sekolah pasti akan langsung ketakutan untuk melangkah tidak terkecuali regu Yamada sendiri.

          'tap tap tap'

           Jarak antara keempat orang itu dengan Hito-gui nya semakin menipis. Karena jumlah orang yang tersisa tidak banyak Hito-gui tersebut tidak menambah lajunya, malah kecepatannya berkurang cukup drastis. Meskipun begitu, tetap saja manusia dan monster memiliki daya fisik yang berbeda.

        'aaakhhh'

        Satu lagi korban, si pelari ulung yang sudah kehilangan tenaganya sekarang harus pergi ke surga dalam keadaan yang menyakitkan.

        "Mati kau, mati!" Ucap Hito-gui itu geram. Dia kesal karena mereka berempat terus berlari darinya. Tubuh malang dari pemuda itu sekarang diinjak-injak oleh monster tersebut. Mulai dari kepala, dada, hingga perutnya menjadi tanda kekejaman dari sang monster.

         Telapak kaki monster itu ditumbuhi duri-duri tajam yang hanya bisa keluar atas kehendaknya saja. Itu jugalah yang membuatnya sekarang sangat mudah menyayat dan menghancurkan tubuh siswa itu.

        "Haha, haha, hahahahaha. Menyenangkan, sangat seru!! Lagi! Lagi! Menjeritlah kesakitan! Keluarkan suara keputus-asaan mu itu!" Teriak monster tanpa perasaan itu sambil terus menghancurkan tubuh mangsanya.

      Ketiga orang sisanya hanya dapat menangis dan berlari. Fukuzawa pun tak dapat menahan air matanya yang mengalir.

       'sial, kenapa harus sekarang?' pikirnya. Meskipun Fukuzawa dan Yamada membawa sebuah katana tapi keahlian mereka bukanlah bertarung. Memang Fukuzawa pernah ikut turun tangan dalam pertarungan langsung tapi untuk menghadapi monster sekuat itu mentalnya hancur seketika.

        "Fukuzawa! Jangan memikirkannya, lari terus!" Perintah Yamada.

       "B-baik."

        "Kapten, apa kita akan selamat?" Tanya seorang murid yang tersisa bersama mereka.

        "Kita, kita pasti bisa melewati ini. Terus saja berlari," jawab Yamada meyakinkan anak buahnya. Walaupun dia berkata seperti itu tapi hatinya tetap bertanya-tanya apakah keputusannya ini adalah jalan yang benar.

        Takut mati. Hanya itu dasar dari keputusannya saat ini.

       "Baiklah, selanjutnya!" Hito-gui itu sudah selesai dengan mangsanya tadi.

      Dia segera melompat-lompat lagi mengejar ke tiga orang yang masih tersisa, dan meninggalkan tubuh siswa yang sudah bolong-bolong akibat duri di telapak kakinya tadi. Bekas tusukan itu malah seperti pori-pori yang besar dan mengeluarkan darah. Sedikit tidak beraturan tapi tetap mengerikan.

      "Bermain! Bermain! Ayo bermain!" Teriaknya saat sedang melompat, senyum lebar di wajahnya tidak dapat menyembunyikan kesenangan batin yang ia dapat setelah membunuh murid tadi. 

     Gigi taringnya yang dominan menambah kesan horor pada wajahnya. Cipratan darah juga menghiasi baju, wajah, dan celananya.

       "Ayo main!!!! Jangan tinggalkan aku, hahahahaha."









To be Continued










*Comment and vote nya dibutuhkan (•^•)

      

       

   
        

      
   
    

      

    

    

    

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top