05. Kebohongan

"Ran, aku mengingatnya."

Ran terpaku, ia terdiam cukup lama seolah membiarkan otaknya berfikir lebih lanjut. Bibirnya terangkat, ia tersenyum lega. Namun, Ran sama sekali tidak membalas pelukan (Name). Bukannya ia tak menyukainya, tapi...

Pelukannya begitu hangat.

"Benarkah?" Tanya Ran memastikan.

"Iya, kau... dan Rindou." (Name) tambah menenggelamkan wajahnya dipundak Ran membiarkan aroma maskulin menyapa indera penciumannya.

"Aku senang, ah tidak. Aku sangat bahagia mendengarnya." Ran baru membalas pelukan dari wanitanya.

"Aku─"

Dering ponsel memotong ucapan Ran, rupanya itu berasal dari ponsel lipat model lama milik (Name). Dengan begitu, (Name) terpaksa melepas pelukannya dan mengangkat telepon.

"Ada apa?" Nada bicaranya sedikit kesal.

"Hah? Sekarang juga?! Tapi..." Ia melirik sedih ke arah Ran.

"Ya ya baiklah."

Setelah menutup telepon (Name) menunduk sedih, Ran menebak pasti (Name) mendapat telepon tentang pekerjaan lagi apalagi ia harus menindaklanjuti pencuri yang berhasil ditangkap tadi.

"Maaf, aku... argh apa aku harus pergi? Aku tidak mau pergi, ada hal yang harus kita bicarakan lagi bukan?"

Ran terkekeh, "Pergilah! Kita masih punya banyak waktu untuk bertemu lagi."

"Tapi kau─ ah tidak! Kita harus bertemu lagi! Aku berjanji akan menemuimu dan Rindou secepatnya." (Name) memegang tangan Ran sebentar dan menatapnya lembut sebelum benar-benar meninggalkan Ran sendirian di gang itu.

"Ini sedikit mengejutkan." Monolog Ran.

"Dan sedikit membahagiakan." Lanjutnya dalam hati.

Beralih ke (Name), sekarang wanita itu kembali ke mobilnya dan tancap gas kembali ke cafe yang ia datangi bersama Naoto. Perkiraannya tepat, Naoto ada di pinggir jalan tengah menunggu (Name).
Begitu mobil berhenti, Naoto masuk tanpa aba-aba.

"Bagaimana, senpai?"

"Ya, itu berhasil." (Name) tersenyum miring.

Segera (Name) mengeluarkan notebook yang ia simpan di dashboard mobil dan menyalakannya. Ia mengetik sesuatu dengan cepat setelah menyambungkannya dengan network.

"Berhasil, aku dapat!"

Sebuah garis-garis abstrak beraturan dan titik merah yang berjalan lambat tertera pada layar notebook. Naoto tersenyum senang begitu misi senpainya itu sukses.

"Ku harap dia tidak menyadari alat pelacaknya."

"Tenang saja senpai, itu barang baru yang ukurannya tidak kurang dari 1 inch."

"Iya aku berhasil memasangnya."

(Name) mengingat usahanya menyimpan alat pelacak pada jas Ran bagian dalam diwaktu ia memeluknya.
Usaha yang terkesan memaksa dan akting yang pas-pasan membuat (Name) tak mau lagi melakukannya.

"Ugh sial! Aku masih merinding." (Name) menggosok-gosok kedua telapak tangannya hingga menimbulkan rasa panas.

Ia tak pernah membayangkan memeluk Si sulung Haitani seperti itu dan lagi Ran malah membalas pelukannya, itu membuatnya bergidik ngeri.
Netranya beralih ke layar notebook mengamati pergerakan titik merah.

Ia beruntung tadi sempat menghubungi Naoto agar menelponnya di ponsel model lamanya agar aktingnya sempurna di depan Ran.

"Dengan cara ini, kita bisa menangkap para tikus di sarangnya."

Yah, keberhasilan misi ini membuat (Name) berharap mati-matian.

Jangan lupakan faktanya, (Name) sama sekali tidak mengingat apapun tentang Haitani bersaudara.

Tapi kenapa mereka tiba-tiba muncul dan terobsesi pada (Name) yang seolah mengenalnya sejak lama?

***

Haitani Ran, begitu pria itu kembali ke markas, ia dihadiahi cibiran dari Sang adik.

"Jadi ini akal bulusmu untuk bisa menemuinya?"

"Ohoo santai saja Rindou, bagaimana misimu?"

"Kau sengaja memasangkan ku bekerja dengan anggota baru itu untuk mencari kesempatan menemui (Name) sendiri, dasar brengsek kau perlu diberi pelajaran!"

Rindou berniat memukul Ran tapi Sang kakak lebih cepat merebahkan diri di atas sofa sehingga beruntung tidak mendapat pukulan.
Sang adik pasrah-pasrah saja toh kejadiannya sudah lewat walaupun ia begitu kesal, Ran tetap lah kakaknya yang patut dipukul.

"Rin." Panggil Ran.

"Hm?" Balas Rindou malas.

"Bagaimana jika (Name) mengingat kita?"

"Tentu dia pasti akan menampar atau memukul kita."

"Benar kan? Tapi tadi reaksinya aneh sekali."

"Maksudmu?"

"Apa dia benar-benar mengenali kita?" Batin Ran sambil mengingat perlakuan (Name) sesaat yang lalu.

Ran ingin memikirkannya sambil meminum wine. Namun, begitu ia mau meneguknya tiba-tiba gelasnya direbut paksa oleh seorang pria jangkung dengan bekas luka yang menonjol.

"Kau benar-benar besantai saat ini?" Ucapnya dingin.

"Aku perlu mendinginkan kepalaku Kakucho." Balas Ran.

"Omong kosong!" Kakucho Hitto, teman bejatnya itu menyita gelas sekaligus botol wine kesukaan Ran.

"Ahaha biarkan saja dia menikmati ketenangan ini sejenak tanpa tahu ada orang yang akan membunuhnya nanti." Sindir seorang wanita yang baru saja masuk menjadi anggota Bonten.

"Ucapanmu cukup menghiburku nona."

"Doumo, tapi bukankah ini terasa aneh? Kenapa suasana disini sunyi sekali?" Tambah wanita tadi.

"Setidaknya lebih baik tanpa si berisik Sanzu." Tanggap Kokonoi yang menganggap anggota berambut pink itu seorang pengganggu. Sebab biasanya Sanzu lah yang berlangganan melenyapkan para pengkhianat dengan meriah di malam hari.

"Oh, dimana dia? Dari pagi aku tidak menemukannya." Tanya Mochi penasaran.

"Dia mengambil cuti dan keluar dengan bocah perempuan aneh itu." Jawab Takeomi sembari menyesap rokoknya, "Yah biarkan saja, dia telah berjasa besar melenyapkan Si mata-mata mafia brengsek itu."

Sang pemimpin, Sano Manjirou dan Rindou yang tidak menanggapi percakapan mereka. Namun tak lama kemudian Rindou meninggalkan ruangan tanpa pamit.

"Ada yang aneh."

"Lagi-lagi?" Kakucho menanggapi ucapan Si anggota baru.

Manjirou menyipit seolah menyetujui ucapan wanita yang kini di sebelahnya.
Tak lama kemudian disusul bunyi riuh yang terdengar jauh.

"Mungkin kita harus pergi dari sini." Ucap Sang anggota baru.

"Buat apa?" Sinis Kakucho.

"Mereka menemukan kita."

"Hah?"

"Jangan remehkan kepekaan seorang wanita, tuan nomor 3."

"Maksudmu polisi?" Panik Takeomi.

"Entahlah..." Si wanita menoleh pada Ran yang tengah cemas soal Sang adik yang belum kunjung kembali.

Akibat pernyataan itu, para anggota Bonten jadi waspada. Mereka memilih untuk pergi sendiri-sendiri lewat pintu belakang markas, berbeda dengan Ran yang lari ke arah sebaliknya untuk mencari Rindou.

"Rindou!"

Ran dikejutkan pemandangan Rindou yang berdiri sambil memegangi lengannya yang berdarah.

"Apa yang─" Ucapan Ran tertahan sebab mendapati sosok (Name) yang berdiri dihadapan Rindou sambil memegang pistol yang mengarah padanya pula.

"Aku memang bodoh mempercayai ucapan Ran yang berpikir kau mengingat kami." Celetuk Rindou dengan kekehan seakan tidak merasakan lengannya yang sakit akibat tembakan.

"Syukurlah kau menyadarinya." Balas (Name) dingin.

"(Name)..."

"Halo Haitani Ran! Kita bertemu lagi sesuai janji." Sapa (Name) tanpa mengurangi rasa waspada.

"Bukannya ini keterlaluan? Menyerbu dan mengepung diam-diam?" Tanya Ran, "Dan lagi..."

"Kau telah membohongiku."

"Ya, kupikir itu rencana yang bagus." (Name) menyadari Ran yang kecewa padanya.

"Ku harap kalian tidak melupakan fakta, kalian adalah kriminal dan aku yang akan menangkap kalian." Tambah (Name).

"Pergi dari sini aniki!" Lirih Rindou.

"Hey, ku pikir tidak ada lagi yang perlu dibicarakan disini." (Name) siap menarik pelatuknya.

"...mari bertemu lagi di penjara."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top