02. Top buronan
"Kau yakin dia baik-baik saja?"
"Ya, sedikit membiusnya bukanlah masalah besar."
Rindou berjalan menyamai langkah kaki kakaknya, mereka sama-sama berjalan di gang sempit yang merupakan jalan pintas untuk menuju ke markas Bonten.
"Tapi... Ck! Kau curang aniki!" Geram Rindou.
Sang kakak menoleh dan tersenyum menang padanya, "Siapa cepat dia dapat."
"Aku yang pertama kali menemukannya!"
"Heh... Cobalah untuk mengerti wanita Rindou! Apa yang mereka sukai, inginkan, semuanya!" Ujar Ran percaya diri, "Maka wanita juga akan mengerti perasaanmu, kau lihat tadi? Bagaimana dia menatapku?"
Rindou memasang wajah datface, "Hm, tatapannya seolah ingin membunuhmu."
Benar juga mengingat wajah marah (Name) tadi seram juga. Tapi sayang, gadis itu kalah jumlah, tenaga, ketangkasan, kelincahan. Intinya kalah.
"Yah, sifatnya tidak berubah dari dulu. Masih saja keras kepala." Ucapan Rindou diangguki Ran.
"Keras kepala sepertimu."
"Enak saja!"
"Memang itu kenyataannya."
"Tandanya jodoh."
"Jangan mimpi!"
Rindou tidak protes setelah dikatai begitu, namun ia berhenti berjalan dan melirik Ran.
"Tapi aku akan tetap keras kepala jika menyangkut detektif itu!"
"Kau memang seperti itu ya, Rindou. Mengagumkan!" Puji Ran dengan menatap Sang adik.
"Mari sportif!"
"Tentu saja, kalau kau curang aku akan menyembunyikan semua celana dalammu!" Ancam Ran.
"Lihat siapa yang bicara, kau yang curang lebih dulu bakaniki!" Protes Rindou, "Kalau kau curang lagi, kau harus telanjang seharian di markas!"
Ran yang mendengarnya tertawa lepas.
"Begitu, kalian sedang jatuh cinta ya, haha!" Celetuk seseorang yang tiba-tiba muncul dihadapan Haitani bersaudara.
"Sanzu?!"
Seorang pria berambut merah muda dengan bekas luka dikedua bibirnya memainkan pistol ditangan kanannya.
"Menyukai gadis yang sama ya... apa saudara memang seperti itu?" Tanya Sanzu sambil menyeringai.
"Bukan urusanmu." Balas Rindou acuh.
"Kenapa kau ada disini?" Tanya balik Ran.
"Mengintai pengkhianat." Ya, itu memang tugasnya.
"Hm, otsukarre!" Ran menepuk bahu Sanzu sebelum masuk ke markas bonten. Rindou menyusul dibelakangnya dan tak lupa melempar tatapan malas pada Sanzu.
"Omoshirre!! Ku harap kalian tidak bertengkar satu sama lain dan merugikan bonten." Sanzu menoleh ke belakang.
"Yah tapi, jika sampai melewati batas. Aku sendiri yang akan melubangi kepala kalian haha." Ujar Sanzu sambil tersenyum evil.
Disisi lain tempat, Naoto kembali datang ke minimarket tempatnya bertemu dengan (Name) sebelumnya. Setelah sambungan telepon yang tiba-tiba terputus tadi, Naoto mendadak cemas. Takut terjadi apa-apa pada senpainya itu.
Netranya memelotot kaget disaat melihat (Name) terkapar di teras minimarket.
"Senpai!"
Naoto mendekat dan segera mengguncang tubuh (Name) supaya sadar.
"Senpai bertahanlah!"
"Jangan mati!"
Tanda-tanda (Name) sadar masih belum kelihatan. Naoto kembali mengguncang tubuhnya.
"Kau belum membayar hutangmu loh, senpai!"
Yah, menurut Naoto siapa tahu (Name) mendadak bangun sebab kata "Hutang" yang merupakan kata keramat bagi gadis itu.
Tapi netranya menangkap sebuah benda yang tergeletak disamping (Name).
"Hah, siapa yang melakukan ini padamu senpai?" Gumam Naoto memungut sebuah jarum suntik yang dapat ia pastikan kalau itu adalah obat bius, dari baunya.
Dan lagi, bukankah itu tindakan yang ceroboh? Meninggalkan barang bukti yang penting seperti ini. Apa mungkin sang pelaku justru sengaja meninggalkan jejak semacam ini?
Pikiran Naoto mendadak dipenuhi dengan skill analisis detektif.
Andai saja dia tahu yang sebenarnya.
***
(Name) terbangun dengan kepala yang rasanya berat seperti dosa.
Pusing masih melekat jelas di kepalanya.
Ia mencoba duduk untuk mendapatkan kembali kesadarannya.
"Ugh- dimana?" (Name) menyentuh pelipisnya yang masih berdenyut.
"Alam baka?!" Kagetnya disaat melihat ruangan yang dominasi warna putih.
"Ah ruang kesehatan."
Naoto masuk ke dalam dan menghela nafas lega sebab tahu (Name) sudah sadar.
"Jadi, apa yang telah terjadi senpai?"
"Kau ini, setidaknya tanyakan bagaimana keadaanku dasar tidak peka!"
"Huh, eh etto... kau baik-baik saja?"
"TELAT NAOTO TELATT!" Marah (Name).
Apa semua laki-laki selalu kurang peka? Apa sebenarnya peka, tapi pura-pura tidak peka?
Ah sudahlah, (Name) tidak mengerti dengan Undang-Undang Dasar pria.
"Siapa yang membiusmu? Kau melihat wajahnya?"
"Jadi benar ya, aku dibius. Tch, kriminal itu!"
"Huh? Jangan-jangan..."
"Hm ya, aku bertemu dengan Haitani bersaudara." Naoto nampak kaget.
"Kau seharusnya menelponku senpai!! Eh sudah deng." (Name) ingin marah rasanya.
"Mereka berdua Naoto! Berdua! Sedangkan aku tidak membawa pistol ataupun borgol ah sial! Andai saja aku keturunan ras Ackerman." (Name) mulai mengada-ngada.
"Bonten terlalu sulit untuk ditangkap, kau mestinya tahu itu dari dulu. Organisasi itu sudah menjadi top buronan."
(Name) menghela nafas, "Kalau begini caranya, bagaimana aku bisa naik jabatan lagi?"
Naoto memandang iba pada senpainya, kasian mana masih muda.
"PONSELKU?!"
Naoto berjengkit kaget, apa lagi coba?
"Ponselku... Ponselkuu... Ah!" (Name) teringat sesuatu.
Teringat adegan drakor dots ala Rindou (Name).
oh every time i see you~
geudae nuneul bol ttaemyeon jakku
gaseumi tto seolleyeowa
nae unmyeongijyo sesang kkeutirado
jikyeojugo sipeun dan han saram
baby ohohohoh─plungg!!
Dan ponselnya dilempar ke sungai.
"Kurang ajar asdfghjkl!!" Umpatan (Name) ditujukan untuk Rindou diluar sana ketika teringat kejadian sakral itu.
"Ponselku..." Rengek (Name).
"Relakan saja senpai, lagipula file pentingmu ada di laptop bukan? Dan juga kau juga tidak punya kekasih. Jadi tenang saja, tidak akan ada yang mengkhawatirkanmu." Naoto menenangkan sekaligus menjatuhkan (Name).
"NAOTO!! PLEASE!!" (Name) terlihat marah besar sampai Naoto dibuat kaget.
"Jangan terlalu jujur!!"
"Eh?" Naoto cengo.
(Name) kembali meringkuk di ranjang rawatnya, teriakan serta emosinya tadi membuatnya sedikit lebih baik. Tidak pusing lagi.
"Tunggu, H-haitani bersaudara itu... Bagaimana bisa dia tahu namaku?"
***
Btw Ran aslinya umur 30,
gara-gara terlalu tua
jadi ku kurangi 1 thn :<
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top