JOOKYUN SPIN OFF [AKHIR]
Mengandung Typo yang sangat banyak dan bahasa hancur tidak karuan. Tidak menerima kritik dan saran yang sarkas/tidak membangun. Bagi yang tidak suka, silakan tekan kembali.
Spin Off pertama ada di book 1 dan spin off kedua ada di book ini setelah chapter 13.
***
"Danieelll~ Ayo bermain!" ajak si sulung dengan riangnya namun hanya dibalas dengan diam oleh si bungsu. Daniel bukannya tidak mendengar, dia hanya pura-pura untuk tidak mendengarnya, meski pun jelas itu tidak akan berpengaruh apa-apa mengingat kakaknya yang super bebal ini.
"Danieeeeell~ Ayo main!" Daniel benar kan? Kakaknya memang manusia paling tidak peka sedunia.
"Daaaaniieeeeeell~" sekali lagi. Jooheon benar-benar seperti seekor anak kucing jika sudah berada didekat adiknya, mungkin Daniel kali ini harus menyesal karena salahnya yang terlalu menuruti permintaan aneh kakaknya.
"Daaaniie—"
"Tidak."
Satu kata saja cukup untuk membuat Jooheon diam. Namun diam itu tidak akan bertahan lama, dia akan kembali merengek dan merengek sampai keinginannya dikabulkan. Daniel menghela napasnya berat kemudian menatap ke arah Jooheon dengan tatapan datar, "Aku ingin cemilan, carikan dulu." Ucapnya dan tanpa menunggu lebih lama Jooheon langsung melesat keluar dari kamar mereka menuju dapur untuk mencarikan cemilan demi adik tercintanya.
Sementara Jooheon pergi ke dapur, Daniel bergegas untuk merapikan mejanya dan kemudian berjalan ke arah jendela.
Hap!
Dia melompat ke arah semak-semak yang lumayan empuk untuk ukuran tubuh kecilnya, anak laki-laki itu kemudian mengedarkan pandangannya ke kiri dan ke kanan untuk melihat situasi. Saat dirasa aman dia pun segera berjalan keluar dari area rumah tersebut.
Mungkin dia hanya ingin jalan-jalan untuk menenangkan pikiran. Ya mengingat umurnya yang masih sangat muda, memiliki pikiran tentang keluarga adalah hal yang terburuk. Ini adalah umur yang paling tidak pantas untuk mengetahui kenyataan bahwa dia ternyata bukan bagian dari keluarga harmonis itu.
Seandainya Daniel tau setelah dia lebih dewasa mungkin dia tidak akan menjadi seperti ini, namun sayangnya dia mengetahui hal ini disaat umur yang masih sangat muda –atau bisakah disebut sangat kecil?.
Kakinya terus berjalan tanpa arah tujuan, dia tidak berniat untuk kabur, tentu saja tidak! Siapa memangnya orang yang mau menampung anak nakal yang tidak jelas asal-usulnya seperti dia?! Daniel hanya berjalan untuk menghirup udara segar dan menenangkan diri, lagi pula jika berada dirumah maka dia hanya akan diganggu oleh kakak menyebalkannya.
Tiba-tiba saja mata Daniel tertuju pada seorang gadis kecil yang sedang mengemut lollipop sambil duduk di ayunan taman.
Tanpa Daniel sadari anak perempuan itu kini juga menatapnya, "Ah dapat!" ucapnya girang kemudian melambaikan tangan pada Daniel.
Sebagai sesama anak kecil, mungkin mereka akn lebih mudah berkomunikasi. Daniel pun berjalan ke arah anak perempuan dengan bando kucing dikepalanya. "Kau Daniel bukan?" sapanya lebih dulu. Daniel terkejut kala anak itu mengetahui namanya namun dia tidak menunjukkan ekspresi kaget sama sekali, ekspresinya tetap datar seperti biasa.
Daniel kecil lalu ikut duduk di ayunan yang ada disebelah anak perempuan itu, "Hei hei.. Jawab pertanyaanku." Ulangi anak itu lagi. Daniel tidak menjawab dan hanya ber'hmm' ria, namun itu sepertinya sudah lebih dari cukup untuk gadis itu.
"Kau terlihat murung, mau lolipop?" tawarnya seraya menyodorkan sebuah lollipop yang masih baru, Daniel hanya menatapnya sekilas lalu membuang wajahnya lagi. Itu tandanya dia menolak.
"Che.. Bagaimana kau bisa mendapatkan teman jika berbicara saja malas." Cibir anak gadis itu kemudian menyimpan lagi lolipopnya.
"Bukan urusanmu." Jawab Daniel ketus. Gadis itu kemudian tersenyum dengan senyuman yang menurut Daniel aneh, mungkin lebih pantas disebut seringaian. "Ahh tentu saja ya, seandainya aku juga memiliki seorang Lee Jooheon maka aku tidak akan perlu orang lain." ucap gadis itu dengan suara yang lumayan keras dan lebih terdengar seperti menyindir. Daniel langsung menatap tajam gadis itu namun sepertinya itu hanya membuat si gadis tersenyum semakin lebar.
"Aku bukan siapa-siapa." Dengus Daniel pelan namun masih bisa didengar oleh gadis itu, "Hah? Apa kau bilang?" ujarnya seraya menempelkan tangan ke telinga, benar-benar membuat jengkel.
Namun Daniel bukannya mengulang kata-katanya kini dia malah menghela napas lalu berdiri dan berusaha meninggalkan gadis itu.
Sebelum Daniel benar-benar menjauh, dia mendengar seruan dari belakang.
"Jika dunia berbohong, maka kau hanya perlu menghancurkannya. Jika semua orang membohongimu maka kau hanya perlu mencari kebenarannya sendiri. Jika semua orang merasa kasihan padamu maka tinggalkanlah. Seorang laki-laki harus hidup dengan kepala terangkat penuh hormat, bukannya menunduk seperti anjing peliharaan."
Entah apa maksud kata-kata gadis itu dan saat Daniel berbalik dia hanya mendapati sebuah senyuman serya lambaian tangan seolah mengantar kepergiannya dari si gadis asing.
***
"Kau dari mana saja?" Jooheon langsung berlarian menghampiri adik semata wayangnya yang kini tengah memasuki rumah. Daniel hanya menatap kakaknya canggung, "Maaf, aku mengambil sesuatu yang terjatuh kemudian dikejar anjing." Bohongnya. Namun hal itu membuat wajah Jooheon memucat, "Apa kau digigitnya? Dimana anjingnya? Apa anjing milik tetangga?" tanya bertubi-tubi dan mulai mencek bagian tubuh adiknya, membolak baliknya seperti ikan goreng. Ada-ada saja Lee Jooheon.
Daniel tersenyum miris, "Aku tidak apa-apa." Balasnya kemudian berlalu bahkan tanpa mau repot-repot meladeni kehebohan kakaknya.
Mungkin hal yang bodoh jika marah atau kecewa karena di bohongi, seharusnya dia bersyukur karena keluarga ini mau menerima nya, iya kan? Tapi entah mengapa Daniel tidak bisa berpikiran seperti itu, dia benar-benar bukan tipe orang yang mau mendapatkan rasa kasihan dan simpati begitu saja.
"Daniel, ada apa? Apa terjadi sesuatu?" tanya sang Mama menghampiri anak bungsunya yang tengah duduk sendirian di sofa. Saat ini Jooheon sedang diberi tugas oleh ibunya untuk pergi ke supermarket terdekat. Lagi pula anak itu hampir tidak memiliki pekerjaan yang berarti jadi biarkan saja dia mengerakkan tubuh mudanya itu dengan jalan kaki ke supermarket.
Anak laki-laki itu hanya terdiam. Namun kemudian dia membuka suara dan itu membuat ibunya kaget setengah mati, "Mama, aku ini bukan anak kalian, iya kan?" ujarnya terdengar miris.
Sang ibu langsung membelalakkan matanya lebar, "A-apa maksudmu sayang? Kau tentu saja anak kami." Ujarnya mencoba meyakinkan meski pun bagi Daniel itu malah semakin mengesalkan. Semuanya sama saja, semuanya menyebalkan.
"Aku sudah tau semuanya. Aku sudah membaca dokumen milik Papa, aku juga mendengar apa yang dikatakan para tetangga. Mama, jangan berbohong lagi padaku." Lirihnya pelan dan kemudian cairan bening mengalir begitu saja di pipinya. Daniel menangis.
"Da—Daniel!"
Ibunya berteriak namun anak laki-lakinya itu malah berlari dan masuk ke kamarnya.
Daniel mengunci pintu dan mulai memeluk lututnya.
Dia tidak menangis.
Dia tidak akan menangis.
Daniel ingin pergi ke tempat lain. Dia sudah tidak mau tinggal disini. Dia tidak ingin mendapat rasa kasihan dari siapapun. Lagi pula dia bukan anak baik-baik bukan? Dia bukan dari keluarga yang baik bukan? Dia hanyalah darah daging seorang anggota penjahat yang namanya adalah Black Rabbit itu, bukan? Ah sudahlah. Dunia penuh drama, Daniel tidak mau memikirkannya.
Anak kecil itu baru saja ingin menenggelamkan kepalanya lagi diantara lutut namun matanya tertuju pada sesuatu yang berada diatas ranjangnya. Daniel kemudian berdiri dan menghampiri benda asing itu. Dia menemukan sebuah kotak yang berukuran tidak terlalu besar, dengan kertas pembungkus berwarna merah bergaris hitam serta pita warna merah pula.
Lalu diatas kotak itu ada sebuah pesan yang ditulis diatas kertas origami berwarna pink.
My Dearest Family
Mungkin terasa aneh jika aku –kami- mengaku sebagai keluargamu padahal kita belum pernah bertemu sebelumnya. Tapi jika kau ingin menemui keluargamu yang sebenarnya –kami- maka tinggalkan kotak ini di kamarmu dan kau harus keluar dari rumah sebelum tepat jam 8 malam. Pergilah ke taman untuk mengambil bunga mawar lalu kembalilah ke rumah, maka kau akan menemukan salah satu anggota keluarga sekaligus orang yang akan menjadi partnermu.
Daniel tidak tau harus berbuat apa tentang pesan misterius ini. Memangnya ini apa?! Apa dia bisa mempercayai pesan konyol ini begitu saja.
Sebuah keluarga ya?
Daniel kecil pun mulai berpikir, mungkin itu adalah sebuah 'keluarga' dimana ayah dan ibunya diterima.
***
Daniel membuka pelan pintu kamarnya dan dia tidak mendapati siapa-siapa. Sepertinya kakak bodohnya itu masih keluyuran tidak jelas atau mungkin dia tersesat saat pulang dari supermarket.
Anak laki-laki itu berjalan perlahan namun dia mendengar beberapa pembicaraan antara orang dewasa. Oh sepertinya kepala keluarga Lee sudah pulang ke rumah. Daniel sempat menguping sejenak,
"Apa yang harus kita lakukan? Daniel sudah tau kebenarannya."
"Tidak ada yang bisa kita lakukan kecuali menjelaskan padanya. Aku yakin dia akan mengerti."
"Aku tidak pernah melihat tatapan matanya yang seperti itu. Aku jadi takut."
"Tidak ada yang perlu di takutkan."
Daniel terpukul seketika. Dia hanya bisa diam.
Apa katanya? Dia menakutkan?
Ahh ya.. Darah seorang penjahat ternyata memang tidak bisa luntur dengan mudah ya.
Anak kecil itu kemudian berjalan pelan-pelan keluar agar tidak diketahui oleh kedua orang dewsa itu. Dia keluar mneyelinap hampir tak bersuara dan saat kakinya sudah menginjak tanah, dia segera berlari sekencang-kencangnya ke arah taman.
Katakan saja dia anak yang gila karena melakukan hal konyol ini hanya karena sebuah surat. Oh hei dia juga lupa memeriksa apa isi di dalam kotak itu.
Dan dimana dia bisa mendapatkan mawar?! Dia ragu jika taman yang sedang dia datangi ini memiliki mawar. Lalu apa fungsinya bunga mawar? Demi Tuhan, dia merasa konyol saat ini.
Kemudian matanya tertuju pada setangkai bunga mawar yang tumbuh di penghujung taman. Daniel berjalan mendekati bunga itu dan berjongkok didekatnya. Untuk ukuran anak sepertinya, berjalan malam-malam seperti ini sangat tidak baik. Tapi beruntungnya lampu-lampu disepanjang jalan berfungsi dengan baik bahkan sampai di penghujung taman ini pun juga diletakkan lampu.
Daniel menjulurkan tangannya dan memetik tangkai bunga mawar itu, namun baru saja dia berhasil mencabutnya tiba-tiba terdengar suara nyaring.
BOMB!!
DHUARR!!
Daniel kecil yang mendengar bunyi senyaring itu langsung kehilangan kendali pikiran. Tubuhnya bergetar ketakutan. Pertama kalinya dia mendengar sesuatu yang nyaring seperti ini. Kaki kecilnya melemas, hampir saja dia pingsan tapi kemudian Daniel teringat bahwa asal ledakan itu adalah dari sekitar tempat dia tinggal.
Dia memaksa kakinya untuk berlari sekencang mungkin meski pun jantungnya berpacu semakin cepat dan napasnya sudah hampir habis. Orang-orang yang mendengar ledakan itu tidak langsung pergi, mereka malah masih sempat-sempatnya berbincang untuk membicarakan perihal ledakan itu pada setiap tetangga.
Tidak akan ada yang menolongnya.
Semua orang terlalu sibuk dengan urusan mereka sendiri.
Langkah kakinya langsung terhenti kala melihat sebuah bangunan yang kokoh kini hancur hampir rata dengan tanah. Daniel langsung terjatuh karena kakinya sudah tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Tanpa sadar anak kecil itu menangis.
"M—mama.. Papa..." lirihnya sangat pelan. Seluruh tubuhnya bergetar. Dia ingin berteriak meminta pertolongan namun sepertinya orang-orang masih sibuk sendiri. Tidak ada yang mau menghampiri keluarganya. Tetangga yang paling dekat saat ini sedang pergi sedangkan sisanya lebih memilih untuk melapor ke polisi.
Tanpa sadar Daniel menangis. Air matanya menetes turun.
Rumah tempat dia tinggal kini sudah hancur.
Keluarga tempat dia kembali kini sudah tak ada.
Anak laki-laki itu kemudian berjalan ke sekitar bangunan yang hancur. Matanya membelalak kala melihat pemandangan sebuah tangan. Daniel menggelengkan kepalanya sangat kuat. Darah menggenang disekitar tangan itu sedangkan tubuh si pemilik tangan kini tertimbun dinding yang sangat berat. Daniel yakin jika manusia pasti akan mati tertindih disana.
"Ma—mama..." Tangannya bergetar dan mencoba untuk meraih tangan yang sudah tak bernyawa itu.
Daniel menemukan sebuah kertas di tangan tersebut. Dia lekas mengambil dan membaca isinya.
Daniel, anakku tersayang.
Mungkin agak aneh untuk berkirim surat pada orang yang tinggal serumah. Tapi Daniel, kami yakin kau tidak akan mau mendengarkan penjelasan kami jadi mungkin ini lebih baik.
Daniel, memang benar kau bukan lah anak yang ku kandung dan bukan pula darah daging suamiku. Tapi, Daniel, apapun kenyataannya kau tetaplah anak bungsu yang sangat kami sayangi.
Anakku, kau berhak marah dengan kami tapi tolong jangan terlalu lama. Semua orang mengatakan jika aku hanya memiliki seorang anak laki-laki, tapi mereka hanya terlalu buta untuk menyadari bahwa aku masih memiliki seorang anak laki-laki manis yang baik sepertimu.
Jangan pernah pedulikan apa yang orang lain katakan. Jika kau sudah tidak mempercayai kami, setidaknya percayalah pada Jooheon karena dia adalah orang yang paling percaya dan menyayangimu didunia ini.
Kami semua sangat menyayangimu.
Air mata anak laki-laki itu berhenti menetes. Seolah dia sudah lupa dengan caranya memproduksi air mata. Memang benar dia tidak menangis, namun dadanya terasa sangat sesak, seolah ada sesuatu yang akan pecah disana.
Daniel menundukkan kepalanya sangat dalam. Dia meremas kuat surat yang tertinggal itu.
"Hei, mana bunga mawarnya?"
Dia –Daniel, mendongakkan kepala dan melihat seorang gadis kecil tengah mengulurkan tangan ke arahnya, meski pun dari jarak yang jauh.
Oh gadis yang dia temui ditaman waktu itu.
Daniel tidak menjawab dia hanya terdiam. Anak perempuan itu kemudian tersenyum licik,
"Namamu Im. Nama keluargamu adalah Im, bukan Lee." Ucap si perempuan membuat Daniel menatapnya penasaran.
"Daniel, kau bisa memilih sekarang. Kau mau tinggal disini atau ikut bersamaku, keluargamu?" tanyanya lalu tersenyum lebar.
"Keluarga? Kau... kau yang mengirim bom itu kan?!" teriak Daniel marah namun gadis itu hanya menganggukan kepalanya. "Benar, itu ulahku. Kenapa? Bukankah kau ingin bertemu dengan keluarga aslimu? Keluarga Black Rabbit." Dia membela diri dan kini Daniel yang terdiam.
"DANIEL!"
Suara yang amat familiar ditelinga Daniel. Dia menoleh ke belakang dan kini menemukan Jooheon tengah syok dengan keadaan yang menimpa keluarganya. "D—daniel.. Apa maksudnya ini?" tanyanya dengan ekspresi wajah yang sungguh membuat iba.
Daniel tidak mau menjawab dan lebih memilih untuk membuang wajahnya dari Jooheon. Dia menatap anak gadis yang masih berdiri tak jauh dari hadapannya. Karena Daniel berdiri di posisi yang agak tinggi, Jooheon tidak bisa melihat gadis tersebut.
"Kau lebih memilihku yang keluargamu, atau dia yang asing untukmu?" ujar gadis tersebut dan mengulurkan tangannya. Dia tersenyum licik. Sangat licik sampai-sampai Daniel pun tidak bisa menyadarinya.
"Pilih aku maka semuanya akan baik-baik saja atau pilih dia maka akan ku hancurkan semua." Gadis kecil berambut merah itu menambahkan.
Bersamaan dengan itu beberapa orang nampak berjalan untuk menghampiri mereka. Mungkin mereka baru saja selesai berdiskusi dengan para tetangga dan saat meraa sudah aman mereka baru berani mendekat. Takut ada bom susulan mungkin?
Ekspresi wajah gadis itu berubah, "Ah sampah mulai berdatangan." Cibirnya pelan kemudian berbalik hendak meninggalkan Daniel.
Anak laki-laki itu kemudian berbalik lagi menatap Jooheon. "Daniel." Panggil anak yang lebih tua.
Si pemilik nama tidak menyahut dan hanya menundukkan kepala.
Detik selanjutnya, anak laki-laki bernama Daniel itu sudah menghilang mengikuti jejak si anak berambut merah yang entah pergi kemana. Jooheon pun tidak bisa mengejar adiknya tersebut.
Sementara itu, Daniel kini sudah berjalan beriringan dengan gadis berambut merah. Gadis itu tersenyum cerah dan sesekali bersenandung,
"Mungkin kita akan menjadi partner yang hebat, Im. Yah meski kau tidak membawakan bunga mawar untukku." Ujar si perempuan lalu sebuah mobil menghampiri keduanya dan mereka pun masuk ke dalam sana.
"Jadi, Im Dani—"
"Jangan sebut nama itu lagi." potong Daniel dingin. Si perempuan mengangguk-anggukan kepala paham. "Meski pun itu nama pemberian orang tua kandungmu?" tanyanya lagi dan kali ini disambut dengan decihan oleh si lelaki.
"Hm... Nama ayahmu adalah Im Changkyun. Kau mau menggunakan namanya?"
Daniel langsung menatap manik dwiwarna anak perempuan tersebut. Dia lalu mengucapkan dengan pelan sebuah nama,
"Im Changkyun—?"
"Hm! Baiklah jika kau suka, mulai sekarang namamu adalah Im Changkyun."
"............."
Si gadis lalu mengangkat dagu Daniel atau mungkin sekarang berubah menjadi Changkyun. Gadis itu menyeringai,
"Selamat datang di keluarga kita yang menyenangkan, Changkyunnie."
.
SPIN OFF JOOKYUN FINISH
.
Akhirnya spin off JooKyun lengkap. Padahal mau selesein tadi siang dan post tadi siang juga, tapi pas ngetik tadi tiba2 buka Instagram dan nemu postingan ttg Victuuri, hasilnya saya malah fangirlingan ria :")
Spesial Bonus akan dikembalikan namun di Private. Bagi yang tidak mau membaca tidak usah dibuka. Tidak mengandung spoiler penting yang berpengaruh ke cerita.
Fucking Villain: Important Person akan tamat sebentar lagi. Semoga kalian lebih aktif meski pun hanya di chapter-chapter terakhir ya.
Minggu [17:41]
Kalsel, 10 Desember
Love,
B A B Y O N E
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top